Bab 48. Kapal Pesiar

161 50 1
                                    

Semenjak hari itu, Zen mau pun Sion tidak terlihat lagi di sekolah. Dan tanpa terasa waktu telah lewat dari seminggu.

Para murid di sekolah serentak melaksanakan ujian semester genap. Tampak semua berambisi untuk mendapatkan nilai terbaik.

Selesai seluruh ujian dilaksakan, surat pemberitahuan libur akhir tahun pun dibagikan. Tidak ada satu pun dari mereka yang terlewat, mendapatkan surat pernyataan libur. Karena semua telah dirancang sesuai rencana oleh para OSIS dan guru-guru, serta petinggi sekolah.

Sementara itu, Auristela mendatangi Doktor Alvaro yang sedang sibuk bekerja, tepat sehari sebelum acara liburan dimulai. Tetapi, begitu gadis itu datang, dirinya langsung menaruh semua apa yang sedang dikerjakannya. Kemudian, dia menghampirinya.

"Auristela! bagaimana mungkin kamu akan pergi tanpa persetujuan dari saya. Bahkan saya tidak tahu jika seseorang tidak mengatakannya pada saya!" murka Alvaro menatap Auristela.

"Untuk apa Anda tahu tentang ini?" tanya Auristela menatap balik Alvaro.

"Saya tunangan mu, apa yang menjadi urusanmu adalah urusan saya juga!" tegas Alvaro memegang kedua pundak Auristela.

"Tunangan hanya status. Saya sendiri belum ada niatan membuka hati saya untuk siapa pun," jelas Auristela menyingkirkan tangan Alvaro dari pundaknya.

"Saya akan menunggumu, sampai kamu akan mencintai saya, berapa lama pun itu," ucap Alvaro tiba-tiba memeluk Auristela.

"Ah!" jerit Auristela.

Sontak, Alvaro pun menyadari bahwa dibagian tubuh gadis itu terdapat luka baru. Dengan cepat dia melepaskan pelukannya, dan memegang kedua lengan atas Auristela. "Di mana lukanya?"

Namun, gadis itu terdiam. Dan tanpa disadari, luka mengalir dari bahunya.

"Biar saya obati," ujar Doktor Alvaro bergegas mengambil peralatan medisnya.

"Tidak apa-apa, ini hanya luka kecil," jawab Auristela mencoba menghentikan Doktor Alvaro.

"Buka bajumu," ucap Alvaro.

"Apa---" balas Auristela menatap Doktor Alvaro dengan tatapan curiga.

"Saya sudah katakan, saya akan mengobati lukamu," potong Alvaro kekeh.

"Saya sudah bilang---" pungkas Auristela.

"Baiklah, saya akan buka sendiri saja," potong Alvaro tersenyum.

"Iya-iya, Anda menang," jawab Auristela menurunkan bajunya, dan hanya terbuka bagian bahu saja.

"Bagaimana jika kita duduk saja," usul Alvaro, "agar lebih nyaman."

"Tidak perlu, saya masih ada urusan malam ini," jawab Auristela mencoba tidak menatap Alvaro.

"Baiklah," ucap Alvaro sembari memakaikan obat dan perban pada bau gadis itu, "luka ini ... luka yang cukup parah. Auristela, dengarkan perkataan saya, lebih baik kamu jangan terlibat dengan mereka lagi."

Auristela tidak berkata apa pun, dan terlihat tidak mempedulikannya. Namun begitu Alvaro selesai memakaikannya obat. Dia memegang tangan pria itu, lalu memeluknya dengan erat.

"Terima kasih atas semuanya," bisik Auristela. Setelah berkata demikian, gadis itu langsung memakai pakiannya lagi dan bergegas pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Apa saya sedang bermimpi?" gumam Alvaro tidak mempercayai perilaku gadis itu tadi, "saya harap ini semua bukan mimpi melainkan pertanda baik. Walau saya tahu tujuannya."

"Akhirnya saya dapat apa yang saya mau," ucap Auristela dalam perjalanan pulang.

Sampai di rumah, gadis itu langsung pergi menemui Natalie.

Amor Aeternus [END!] [On-going]Where stories live. Discover now