Bab 39. Perkara Jayson

223 58 107
                                    

Melihat Auristela terjatuh karena terkena tembakan Jayson. Natalie sontak menarik pelatuk senjata apinya, dari arah samping kiri pria itu.

Jayson yang tidak menyadari tembakan dari Natalie pun terkena peluru tersebut. Namun, peluru tersebut meleset dari target awal.

Hal tersebut terjadi karena jarak salah satu anak buahnya dan Jayson tidak jauh. Membuat Natalie tidak ada pilihan lain selain menembak pada tangan kiri Jayson.

Mendengar suara tembakan dari arah samping, anak buah Jayson langsung bersigap membalaskannya. Tetapi kecepatan Natalie dalam menembak membuat mereka tidak memiliki celah untuk melawan. Sehingga sebelum mereka membalas, semuanya sudah tumbang.

"Sial!" seru Jayson sembari memegangi tangan kirinya. Tepat setelah dia berkata demikian, pria itu terjatuh.

"Nona besar, Anda baik-baik saja?" tanya Bibi Reni cemas.

Pasukan militer yang ada di lantai dasar langsung bersiap, jika nantinya ada serangan dadakan. Sion dan Angel bergegas naik ke lantai dua untuk membawa Auristela ke rumah sakit terdekat.

"Jangan sampai tangan kotormu menyentuh Nona kembali!" seru Natalie menodongkan senjata apinya tepat di kepala bagian belakang, wanita itu.

"Saya benar-benar cemas dengan keadaan Nona besar!" jawab bibi Reni menangis.

Tiba-tiba Zen menggendong tubuh Auristela. Tubuh gadis itu menjadi semakin lemas.

"Matilah Anda, Quiellia!" seru Jayson disisa tenaganya, hendak menembakkan peluru senjata apinya.

Zen langsung menendang pria tersebut, sebelum sempat menembakkan pelurunya. Dia juga menginjak kaki Jayson hingga terdengar suara bahwa tulang itu sudah patah.

"Sial!" seru Jayson menahan sakit, yang dia rasakan.

Zen hanya sedikit melirik pria itu dengan tatapan dingin. Kemudian dia melangkahkan kakinya dengan posisi menggendong Auristela, menuju tangga.

Tepat saat Sion dan Angel keluar dari lift. Zen langsung memberi kode untuk segera menahan Jayson.

Tanpa membuang-buang waktu lagi, mereka berdua segera berlari menuju Jayson, dan menyanderanya. Sementara Zen membawa Auristela menuruni tangga.

"Turunkan saya!" seru Auristela setengah sadar.

Tiba-tiba bersamaan dengan Auristela berkata seperti itu. Doktor Alvaro memasuki rumah melewati pintu utama.

Begitu melihat Auristela sedang digendong Zen, menuruni tangga. Sontak, emosi Doktor Alvaro menyala-nyala, di dalam dirinya.

Sesegera mungkin Doktor Alvaro berlari menghampiri Zen dan Auristela. Walau beberapa pasukan militer sempat menghalanginya. Padahal, para pasukan militer itu tahu bahwa Doktor Alvaro adalah bagian dari mereka.

Tepat Zen selesai menuruni tangga. Dia langsung menjatuhkan tubuh Auristela dari tangannya.

Untunglah Doktor Alvaro langsung menangkap tubuh Auristela yang terjatuh. "Bisa lebih baik untuk menurunkan tubuh manusia?"

Zen tidak menjawab pertanyaan Doktor Alvaro dan terus berjalan. Namun tiba-tiba, dia berkata, "Misi selesai."

Mendengar perkataan Zen, semua pasukan militer langsung bersiap untuk kembali. Karena yang selama ini mereka tahu, begitu pria itu berkata demikian. Maka, tandanya mereka harus bersiap untuk kembali.

"Tunggu!" seru Natalie berjalan turun dari tangga. Begitu sampai di lantai dasar, dia melanjutkan kembali perkataannya. "Tuan-tuan ini tidak mau mampir sebentar untuk meminum segelas teh? Anggap saja sebagai tanda terima kasih. Atau kalian ingin uang cek untuk bayarannya?"

Amor Aeternus [END!] [On-going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang