Peserta 4

112 10 4
                                    

Hari ini adalah hari terakhir Ariel bisa berjalan-jalan di dunia manusia. Waktu yang telah ayahnya berikan sudah hampir habis. Ia harus segera kembali ke lautan jika tak ingin kakinya berubah menjadi ekor di depan mata para manusia. Tentu saja Ariel tak menginginkan hal itu. Bisa-bisa tubuhnya menjadi objek penelitian orang-orang berjas putih yang mereka sebut sebagai ilmuwan itu.

Uh, Ariel bergidik ngeri membayangkan dirinya diikat di sebuah ranjang di suatu ruangan berisi berbagai macam mesin-mesin dengan orang berjas putih yang memegang kertas-kertas. Seperti yang Ariel lihat di benda kotak berisi manusia-manusia.

"Selamat pagi, Ariel. Buah apel seperti biasa?" seorang penjual buah menyapa gadis berambut merah itu. Gadis yang seminggu terakhir tinggal di sebelah rumahnya dan sering membeli apel tiap pagi.

"Iya, Paman." Ariel tersenyum manis seraya menyambut sekantong plastik berisi apel merah segar yang menjadi favoritnya.

Tak lama, pria setengah baya itu kembali menyodorkan kantong lain, kali ini berisi jeruk. "Ini untuk bibimu, ya." Paman mengedipkan sebelah matanya.

Ariel tertawa, tetapi tetap mengambil sekantong buah oranye tersebut. Sudah bukan rahasia lagi bila paman penjual buah ini menyukai dan selalu mengambil kesempatan untuk mencari perhatian bibinya.

"Terima kasih, Paman. Aku pulang." Setelah membayar apelnya---jeruk itu diberikan gratis untuk sang bibi, Ariel berbalik.

"Tolong katakan hal baik tentang aku pada bibimu, ya." Ariel masih bisa mendengar tawa berat pria itu di belakangnya dan sekali lagi ia terkekeh geli.

Selama waktunya mengunjungi dunia manusia, Ariel tinggal bersama Bibi Moran yang dulunya merupakan seorang duyung sama seperti dirinya. Namun, ia jatuh cinta pada manusia dan memutuskan melepaskan kehidupannya sebagai putri duyung. Meskipun si manusia membalas cinta Bibi Moran dan mereka sempat menikah, kemarahan Raja Laut---ayahnya Ariel---tentu tak bisa dihindari.

Suami Bibi Moran dikutuk memiliki masa hidup yang sebentar. Usianya pun tidak mencapai 50 tahun, ia telah meninggalkan Bibi Moran sendirian. Bukan itu saja, wanita itu pun mengemban tugas untuk menjaga para putri dalam kunjungan satu minggu di dunia manusia. Dan mungkin saja ini adalah tugasnya yang terakhir karena Ariel merupakan putri bungsu Raja Laut. Jika ada putri lagi, mungkin Bibi Moran telah menyusul suaminya.

Pernah Ariel bertanya pada Bibi Moran saat pertama kali datang ke rumahnya,"Apakah Bibi tidak membenci ayahku yang telah mengutuk suami Bibi?" Kejadiannya memanglah sebelum Ariel lahir, tetapi cerita tentang seorang duyung yang menjadi manusia selalu dibisikkan dari telinga ke telinga.

Saat itu Bibi Moran tersenyum hingga membuat Ariel tertegun. Walaupun wajahnya tampak layu, tetapi Ariel bisa melihat mata itu. Sorot penuh kasih seolah ia tengah melihat sosok yang ia cintai. Tentu saja Ariel tahu bukan dirinya yang ada di sana.

"Aku pernah membenci Yang Mulia karena hal itu. Aku rasanya ingin mati saja. Karena diriku, ia tak bisa menikmati banyak waktu di dunia. Namun, melihat suamiku yang bahkan tak pernah bersedih karena umurnya yang pendek, aku pun tersadar. Bukannya menghabiskan waktu untuk terpuruk, harusnya aku membuat banyak kenangan indah bersamanya. Yang memiliki umur pendek itu dirinya, bukan aku.

Sampai saat terakhirnya, ia bahkan tak pernah menyalahkan diriku. Kau tahu ucapan terakhirnya apa, Putri?"

Ariel menggeleng. Terdiam ketika melihat kilauan bening di mata Bibi Moran.

"Maaf, aku harus meninggalkanmu sendirian di dunia ini." Kilau bening itu membentuk aliran kecil di pipi Bibi Moran. "Bukannya menyesal tak bisa menikmati dunia, ia malah menyesal karena aku masih harus di dunia. Bagaimana aku tak bisa mencintainya kalau dirinya sebaik itu, Putri?"

FUTURISTIC FEBRUARY 2021Where stories live. Discover now