22 | Twins power

64 12 0
                                    

Hai! Ini agak absurd sedikit karena yaa begitu lah wkwk. Tapi semoga kalian yang baca suka ya❤️❤️

Btw, terimakasih sudah mendukung cerita Theressa sampai sini🥺❤️ lovv u guys❤️❤️

Jangan lupa habis baca, vote, comment, dan share cerita ini ke temen-temen kalian ya!

Btw kalo mau spam comment boleh banget. Kalo comment di part ini tembus 50 comment, aku bakal double update mingdep❤️

Happy reading, sweetestbabes✨💜

⚡️ 22 | Twins power ⚡️

Veno dan Rian sudah dekat dengan hutan tempat yang ditunjukkan oleh Gangga tadi. Rian menatap sekeliling, ia merasa tidak ada satupun penjaga disini.

Saat Gangga baru saja sampai, Rian langsung menghampirinya.

"Ini beneran tempatnya?" Gangga mengangguk mantap. Ia sangat yakin bahwa ini tempatnya.

Setelah semuanya berkumpul. Mereka menyusun rencana pencarian. Gangga bersama Veno dan Rian mulai menelusuri hutan.

Setelah berjam-jam menelusuri hutan, mereka tampak sia-sia. Tidak ada satupun tempat Theressa disekap. Semuanya menyerah dan akhirnya kembali ke rumah masing-masing dengan kendaraan masing-masing atas perintah Rian.

Veno berjalan dengan lesu, ia menunduk saat melihat mamanya berdiri di teras penuh harap kepadanya. "Nggak ketemu ma." tanpa ditanya pun Veno sudah tahu apa yang akan ditanyakan mamanya.

Veno berjalan menuju kamarnya diikuti oleh Sherin. Nadia pun berjalan masuk ke kamarnya dan menutup pintu cukup kencang membuat Sherin yang masih berada di tangga terkejut. Dengan cepat Veno menghampiri dan menggendong adik kecilnya.

"Sherin udah mandi dan makan malam?" Sherin mengangguk. Kedua tangan mungilnya dikalungkan pada leher Veno.

"Kakak! Sherin mau nginep di kamar kakak lagi ya?" Veno menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju kamar mandinya. Ia lelah.

Sherin bermain game di handphone Veno. Tiba-tiba saja ada notifikasi masuk, Sherin membaca pesan itu dengan pelan.

Walaupun umur Sherin baru menginjak 5 tahun, Sherin sudah bisa membaca dengan lancar.

"Ini maksudnya apa ya? Sherin pusing" Sherin menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pandangan itupun tidak luput dari pandangan Veno. Setelah memakai kaosnya, Veno duduk di belakang Sherin.

"Ada apa?" Sherin menoleh dan memberikan handphone Veno. Ia membaca pesan itu satu persatu. Veno membelalakkan matanya ketika ada sebuah video muncul di sana.

Veno berjalan menjauh dari Sherin. Ia memutar video itu. Dada Veno naik turun melihat isi video itu, matanya memanas dan kakinya terasa lemas. "Kak Rere..." lirihnya. Ia buru-buru mengirim video itu kepada Rian.

Saat Veno hendak memencet tombol kirim, namun nama Rian terpampang nyata di layar handphonenya.

"Veno! Lo dapet videonya?"

Veno menelan salivanya dengan sangat berat.

Dapet kak, terdengar helaan nafas berat di ujung sana.

"Kita belum dapet alamat pastinya. Tapi berdoa aja ya No." Veno menganggukkan kepalanya yang tentu saja tidak terlihat oleh Rian. Setelah memutuskan sambungan teleponnya, Veno berjalan mendekati Sherin yang duduk di atas kasur sedang menunggunya.

"Kok gak bobo?" tanya Veno dengan suara serak. Sherin meneliti wajah tampan kakak laki-lakinya itu, Kakak habis nangis? Veno menggeleng dan langsung menyuruh adik satu-satunya itu untuk tidur.

Theressa [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang