18. HARI PERNIKAHAN

26 4 0
                                    

"Manusia hanya bisa berencana Allah lah yang menentukan semua nya seperti kita sekarang Allah yang telah mentakdirkan semua nya."

Hari ini, hari bahagia untuk diriku dan juga keluarga besar karena hari ini di mana statusku akan berganti yang awal nya putri dari bunda akan menjadi seorang istri dari seseorang yang dulu ku cintai dalam diam.

Adinda sudah selesai berganti pakaian menjadi gaun pengantin putih dan berbalut hijab yang putih panjang, baju yang sangat sederhana dia tidak ingin terlalu ramai pernak pernik baju nya.

"Mbak make up nya yang natural saja ya tidak usah terlalu mencolok," ucap Adinda pada mbak make up nya.

"Siap mbak,"

Adinda tidak tahu kabar Arkan sekarang bagaiman karena sejak beberapa hari yang lalu dia dan Arkan sudah tidak berkomunikasi lagi, karena mereka berdua sedang tidak boleh bertemu maupun berkomunikasi lewat hp.

Adinda sudah selesai di make up, dia akan memakai cadar di bantu dengan mbak make up nya.

"Terimakasih mbak,"

"Sama-sama mbak, kalau begitu saya permisi dulu mbak, assalamualaikum," pamit mbak make up dan keluar kamar Adinda

"Iya mbak, terimakasih wa'alaikumsalam,"

Adinda duduk termenung di depan meja rias nya, melihat diri nya dengan balutan gaun pengantin dia tidak menyangka bahwa sebentar lagi dia akan berganti status menjadi nyonya Arkan Wijaya.

Tok...tok

"Assalamualaikum," sapa seseorang, yang ternyata bunda yang datang.

"Wa'alaikumsalam,"

Bunda langsung menghampiri Adinda dan mengajak Adinda untuk duduk di tempat tidur. Bunda memandangi Adinda, bunda benar-benar tidak menyangka bahwa sekarang putri kecil yang kemarin dia timang-timang dan dia ajari berjalan akan berganti status menjadi seorang istri.

"Anak bunda sudah besar nya, padahal baru kemarin rasa nya bunda melahirkan kamu dan mengajarimu belajar berjalan," ucap bunda sendu dan mengeluarkan air mata, bukan air mata sedih namun ini air mata kebahagiaan.

"Bundaa," ucap Adinda manja dan memeluk bunda erat.

"Bunda jangan nangis, Dinda jadi ikutan nangis kan," ucap Adinda masih berada di pelukan bunda nya.

"Bunda gak nangis sayang, ini air mata bahagia," bunda mengelus pucuk kepala Adinda yang terbalut hijab.

"Sayang ingat pesan bunda ya, bahwa kamu sekarang bukan lagi tanggung jawab bunda dan abang melainkan suami mu nanti juga surga mu sekarang sudah berada di suami mu. Dengarkan apa yang suami mu kata kan, jangan pernah berbicara kasar kepada suami mu kamu harus patuh dan selalu berada di samping nya dalam keadaan seperti apa pun ya sayang," nasehat bunda pada putri nya.

"Iya bunda Dinda akan selalu ingat pesan bunda, Dinda juga akan berusaha menjadi istri shalihah,"

"Sudah kenapa kita jadi melow gini,lihat nanti make up mu luntur lagi," kekeh bunda.

"Yasudah bunda ke bawah dulu ya temenin abang mu kasian," ucap bunda keluar kamar Adinda.

Adinda kembali ke meja rias untuk melihat riasan nya dan sedikit membernarkan yang terlihat luntur saat dia menangis tadi. Adinda menatap sekeliling kamar nya, kini kamar nya sudah di hiasi bak kamar pengantin.

Tok...tok

"Assalamualaikum Dinda,"  sapa seseorang dari luar. Saat pintu terbuka terlihat lah tiga sosok perempuan cantik, ternyata yang mengetuk pintu adalah sahabat dari Adinda.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 17, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

CINTA DALAM DIAM (ON GOING)Where stories live. Discover now