Housemate Chapter 9: Our feelings

1K 99 8
                                    

Housemate Chapter 9: Our feelings

Coat bewarna cokelat tua tersimpan rapi di dalam lemari pakaian Juyeon, pakaian yang selalu di rapikan Changmin, pamannya, ah mungkin bisa disebut cintanya. Gila, mungkin satu kata yang dapat mewakili bagaimana perasaannya. Mempunyai rasa terhadap pamannya sendiri, tak perlu adanya darah yang sama, penyatuan dua keluarga yang menjadi sebabnya.

Lagi lagi Juyeon mengingat betapa bodohnya bisa jatuh cinta pada pamannya, tapi dia tak bisa menyalahkan perasaannya yang menguar.

Cukup lama memandangi coat yang akhirnya terpakai di badannya, Juyeon menghela nafas setelah memakainya. Kepalanya menoleh menatap jendela kamar, di luar sana salju sedan turun.

Salju pertama yang di lewati tanpa pamannya, padahal hari-hari sebelumnya dia sempat berdoa agar bisa melihat salju yang turun pertama kali bersama pamannya.

"It's snowing uncle,"

Sudah sebulan sejak Changmin meninggalkan rumahnya, mengulangi rutinitas sebelum kedatangan pamannya.

"Hah, penutup lemarinya rusak lagi."

Begitu keluar kamar Juyeon disambut dengan nada lelah dari pembantu barunya.

Mata Juyeon berkeliling di sudut apartemennya, hidupnya terus berjalan walaupun pamannya pergi. Langit juga tak akan runtuh karena hal kecil, dan dia tak merasa sedih sama sekali. Beberapa kali memikirkan pamannya, hanya kadang-kadang, tapi dalam suara hati kecilnya tetap sama, bagaimana keadaan pamannya sekarang.

Juyeon belum sekalipun berhubungan lagi dengan Changmin, sejak kepergiannya kala itu Juyeon memilih untuk diam. Karena tak akan ada yang berubah walaupun dia menghubungi Changmin.

I'm in love with him, but, he's still a guy and my uncle.

Semua itu karena Juyeon menyayang kebahagiaan yang dirasakan saat bersama pamannya, saat dia bertindak layaknya anak kecil.

Juyeon pikir jika pamannya mempunyai rasa yang sama, maka tak ada lagi yang penting untuk di pusingkan, tak kan ada masalah. Tapi sekarang membuatnya membenci pamannya sendiri karena mengakhiri hubungannya.

Mungkin karena Juyeon yang sangat menyukainya, dia ingin lebih dari sekedar rasa suka, sebuah hubungan. Tapi hal itu hanya membuat hatinya pecah berkeping-keping. Juyeon merasakan sakit hati hingga sangat ingin menyakiti pamannya.

Ironically, love was what made me cruel.

Juyeon memikirkannya selama ini, apa arti Changmin dalam hidupnya, setelah dia kehilangan pamannya.

Juyeon jadi ingat saat mereka berdua duduk di lantai bersandar sofa, menonton film romansa yang tak dipahaminya, tak lupa popcorn dan cola menjadi teman.

I liked spending time with him.

Terbiasa menjadi diri sendiri, tapi, pamannya membuatnya tersadar bagaimana menyenangkan saat mempunyai seseorang yang bisa diajak ngobrol.

Juyeon memikirkan Changmin lagi, pamannya sebagai keluarga.

Sure, I liked him,

But he was also one of the few people in my life that I could confide in.

Mata Juyeon terbuka lebar, helaan nafasnya terasa sangat berat.

Sekarang Juyeon tau bagaimana dia bisa kehilangan pamannya, sifat kekanakannya, berapa banyak pamannya itu merawatnya, dan bagaimana pamannya itu berusaha menghentikan tindakannya saat itu.

Ah, I wish, I'd never fallen for him.

Tapi sekarang sudah terlambat, apa yang terjadi sudah terjadi. Semua tindakan Juyeon bisa menimbulkan masalah, tapi pamannya itu selalu jujur dan tulus terhadapnya. Dia adalah paman yang dimilikinya, jadi Juyeon ingin meminta maaf untuk terakhir kalinya.

Housemate | jukyuWhere stories live. Discover now