Chapter 4 - A Mansion Full of Sorrow

340 74 25
                                    

"Durham?"

"Ada apa di Durham?"

Att memicingkan matanya curiga kepada ketiga orang di depannya saat ini. Tangannya mencengkram ujung kemeja yang ia kenakan. Durham. Tempat lahirnya, pusat pelatihan para hunters, semua hal yang penting dalam hidupnya terletak di kota tersebut.

"Gun. Kau sudah selesai mandi?"tanya Off berbasa-basi. Att merasa jijik saat melihat vampire tua itu mengatakannya sembari meminum gelas berisi darah. Vampire menjijikan.

"Kalian belum menjawabnya,"sanggah Att. Ia berjalan lebih dekat lagi. 

"Silahkan duduk,"ucap Off bahkan sesaat Att sudah mendudukkan dirinya tepat berhadapan dengan Off.

"Jadi.. ada apa di Durham?"kini Att bertanya lebih tegas. Masa bodoh dengan apa yang dikatakan mereka. Kalau bisa Att mau membunuh mereka semua sekarang juga.

"Tenang saja Gun,"sahut Bright menjawabnya. "Kita memiliki misi di Durham, benar kan Win?"ucapnya melirik ke arah kekasihnya.

Win yang memahaminya pun langsung mengambil surat yang ia simpan di dekat piringnya. "Ini,"ucapnya lalu memberikannya pada Att, tanpa basa-basi Att langsung membukanya dan membaca isi surat tersebut.

"Kami memiliki panti asuhan di sebelah Timur Kota Durham. Salah satu anak asuh kami, Love, memberikan surat yang mengatakan bahwa ada seorang pria sekarat yang lari ke arah panti asuhan untuk meminta bantuan kemarin malam. Pria itu bersaksi bahwa kereta kuda mereka  diserbu oleh sekawanan pemuda, ia dihajar habis - habisan, dan istrinya yang sedang hamil diambil paksa oleh mereka. Ia ditinggalkan sendiri di tengah hujan karena mereka pikir Pria ini sudah mati, namun ternyata ia masih mampu berjalan ke tempat terdekat disana, Panti Asuhan kami. Love sempat merawatnya dan menyuruhnya untuk bertahan hingga fajar agar ia bisa membawa pria ini ke dokter, tapi ternyata hal itu tidak dapat dilakukan. Pukul  3 pagi, pria ini berpulang ke Rumah Tuhan,"jelas Win sesuai dengan isi surat yang tengah dibaca Att. Dalam hatinya ia bersyukur ternyata apapun misi mereka tidak berkaitan dengan para pemburu di Durham.

"Lalu apa yang akan kalian lakukan?"tanya Att.

"Well, aku dan Win akan pergi besok ke Durham untuk menyelidikinya,"jawab Off sembari menyesap darah dari gelas itu. Att sedikit mengernyit jijik. Off yang menyadarinya pun menaruh kembali gelasnya. "Maafkan aku Gun, ini waktunya makan malam. Jadi aku juga sedang menikmati makan malamku, dan sayangnya aku dan Bright hanya bisa meminum darah,"jelas Off lalu menjilat bibirnya yang masih diliputi darah.

"Tenang saja ya Gun, ini darah hewan kok,"ucap Bright menambahkan.

"Lanjutkan saja Off,"balas Att tidak peduli. "Kenapa Bright tidak ikut juga?"tanya Att kemudian. Att berpikir ia bisa beralasan untuk melihat bunga mawar jika mereka bertiga pergi ke Durham, dan Att bisa melancarkan rencananya untuk mencari pusaka Vihokrattana, lalu pulang. 

Off menyeringai, dan Att menyadarinya. "Aku dan Win berangkat besok pagi sayang,"jawab Off hingga membuat Bright dan Win yang sedang minum tersedak. "Bright yang merupakan vampire tentu tidak bisa berjalan di bawah sinar matahari. Ia bisa lenyap menjadi abu,"

"Lalu kenapa kau yang juga seorang vampire tidak lenyap di bawah sinar matahari?"tanya Att dengan seringai yang menantang, tidak mau kalah dari Off. 

Off tertawa kecil seperti menyadari sesuatu. "Aku akan jelaskan nanti saat aku mengajakmu berkeliling mansion,"kata Off dengan kerlingan matanya yang menggoda. "Sekarang, kau makan dulu,"dan sekejap mata, hidangan yang berada di atas meja kini telah berubah tempat menjadi persis di depan Att. Att tahu kalau vampire tua ini yang melakukannya.

Dasar tukang pamer.

.

.

A Blood Hunter SacrificeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang