Chapter 9 - Frozen Heart

329 59 31
                                    

*ditulis saat mendengarkan lagu Reluctant Heroes

Akhir Januari 1461,
Transylvania, Rumania


Kerajaan Vihokrattana berada dalam dua fase. Kebahagiaan sekaligus kepedihan. Raja Vihokrattana yang ke ke-70 meninggal dunia. Kakinya yang membusuk karena luka perang semakin parah. Usianya yang sudah tidak lagi muda juga menyulitkan proses kesembuhannya. Musim dingin semakin pilu di Transylvania.

Di satu sisi, Apple Jiranoraphat, gadis yang mau tidak mau harus menanggung beban kerajaan Vihokrattana dengan menjadi calon ratu, dikabarkan hamil. Baru dua minggu setelah pernikahan mereka, kabar gembira yang ditunggu-tunggu rakyat akhirnya diumumkan demi mempertahankan semangat juang mereka di tengah tragedi.

Sementara itu Off, ia masih berkalut dengan pikirannya. Sebahagia apapun rakyat akan kabar calon penerus kerajaan, mereka masih berduka atas kepergian raja tersayangnya, dan lagi, peperangan belum usai. Bangsa Utsumaniyah masih belum menyerah sampai mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tapi kerajaan tempatnya berdiri ini sudah sampai di batasnya.

"Kau serius mau menaruh anak-anak ingusan itu di tengah pertempuran huh?"tanya Off pada sahabatnya sekaligus pemegang tahta resmi kerajaan Vihokrattana, satu minggu lagi penobatannya sebagai raja Vihokrattana ke-71.

"Aku punya keturunan Ksatria Naga untuk mengajarkan mereka. Jadi aku tidak khawatir," Tay mengatakannya seolah tanpa hati. Tapi bersahabat selama lima tahun dengan pria tersebut tentu membuat Off mengetahui hal yang sebenarnya dirasakan.

"Termasuk membiarkan New ikut berlatih di sana?!"bentak Off lebih keras. Off tidak bisa menahan amarahnya. Kekasihnya telah kehilangan sosok ayah, dan kini sahabat yang selalu di sampingnya juga harus pergi ke Medan perang?

"Kau tahu benar aku dan New tidak memiliki tujuan lagi. Ini hanyalah harga yang murah untuk melindungi rakyat kerajaan Off. Kau tahu betul itu bukan?" Off tidak sanggup melihat tatapan nanar Tay saat ini. Tatapan yang tegas dalam peperangan ataupun tatapan jahil saat mereka bermain, semua sudah lenyap. Off bahkan tahu, Gun sudah kehilangan sosok kakak pelindungnya.

"Kau dan Gun punya banyak kesamaan. Salah satunya adalah kalian tidak bisa berbohong padaku,"telak Off. "Aku tidak mungkin mempercayai dirimu yang bisa tega membawa anak-anak berusia 14 tahun untuk berperang. Meskipun ayahku masih hidup, ia juga tidak akan tega mengorbankan anak-anak polos ini ke tengah serigala,"

"Lalu aku harus apa Off?" mata nanar itu menusuk lubuk hati terdalam Off. "Kau tahu sendiri bukan? Lebih dari setengah pasukan kita sudah mati dalam perang kemarin. Bahkan banyak dari sisa pasukan yang masih hidup pun masih dalam tahap pemulihan. Hanya anak-anak ini yang menjadi pilihan kita Off. Tidak ada lagi!"

"Tay.." ujar Off berusaha menenangkannya.

"Andaikan aku bukan keturunan dari seorang Hunters. Aku pasti sudah mencari sosok iblis itu untuk membantu kita," ucap Tay asal. Tapi bagi Off, perkataan Tay adalah sebuah dorongan untuk memperkuat niatnya.

"Apakah kau yakin jika kita meminta makhluk itu, kita pasti akan menang?"tanya Off dengan tatapan penuh harap.

"Sekalipun aku meminta bantuan dari iblis pun, apakah akan menjamin kerajaan ini selamat? Atau justru menjadi bumerang bagi kita?"sahut Tay bertanya balik pada Off, atau bahkan pada dirinya sendiri?

"Setidaknya itu hal yang patut dicoba,"bisik Off pelan.

"Apa?" balas Tay karena tidak terlalu mendengar ucapan sahabatnya.

"Tidak. Aku akan ke bawah untuk melanjutkan pelatihan pada calon tentara kita,"pamit Off mengalihkan pembicaraan.

Off memang pergi, namun langkah kakinya bukan menuju ke lapangan pelatihan para prajurit muda. Ia justru ke perpustakaan milik kerajaan Vihokrattana dan mencari buku yang pernah ia baca sebelumnya.

A Blood Hunter SacrificeWhere stories live. Discover now