"Lucu nggak sih Cas, kalau gue pernah mikir lo itu mau ngejauhin gue karena lo suka sama gue?" ucap gue terkekeh.
Sejujurnya bukan hanya sekali dua kali saja gue pernah berpikir tentang hal ini. Bukannya nggak jarang ya, persahabatan antara laki-laki dan perempuan yang merenggang hanya karena perihal rasa? Kata orang, nggak ada yang namanya persahabatan antara laki-laki dan perempuan. Dan gue memang sering menemukan hal itu terjadi. Sangat sering salah satu diantara keduanya ada yang menyimpan rasa dan berakhir persahabatannya hancur.
Lucas mengangguk. "Ya.. itu mungkin aja kan, Al?"
Meskipun gue pernah berspekulasi seperti itu, tapi gue tetap kaget mendengar jawaban Lucas barusan. Nggak mungkin kan kalau Lucas benar-benar menjauh karena menyukai gue?
"Bukannya sering dibilang ya kalau persahabatan antara cowok dan cewek itu nggak pernah ada? Dan gue setuju." lanjut Lucas.
Gue menggangguk sebagai jawaban. "Jadi?" tanya gue kemudian.
Lucas terkekeh sebelum akhirnya menjawab, "Lo nggak perlu khawatir. Sejauh ini gue belum pernah menyayangi lo lebih dari seorang adek kok. Makanya, sebelum perasaan yang nggak seharusnya ada itu hadir, gue memilih untuk mengurangi interaksi kita, Al. Lo pasti pernah denger pepatah jawa'witing tresno jalaran seko kulino', kan?"
Mendengar penuturan Lucas gue tiba-tiba jadi teringat ucapan Renjun waktu mengerjakan tugas tembang di rumah dia waktu itu, "Perasaan itu bisa tumbuh karena adanya interaksi." Sekali lagi gue mengangguk karena merasa setuju dengan ucapan Lucas dan ucapan Renjun yang tiba-tiba saja terlintas di kepala. Kalau boleh jujur, terkadang perlakuan Lucas ke gue selama ini memang bisa membuat baper, tapi gue nggak bisa mengganggap Lucas lebih dari seorang sahabat. Klise.
"Bukan hanya soal perasaan yang akan merusak persahabatan kita Al, tapi lebih kepada Allah itu ridho apa nggak sama perbuatan kita? Hubungan kita itu menggantung, lo bukan saudara sedarah gue, bukan juga seorang yang bisa disebut sebagai mahram gue. Laki-laki dan perempuan yang bukan mahram itu nggak seharusnya berada dalam satu lingkaran yang dinamakan dengan persahabatan, karena kita punya batasan yang diatur dalam agama, Al."
Lagi-lagi gue hanya mengangguk. Pelajaran soal batasan antara laki-laki dan perempuan sudah pernah gue dapatkan dari Arga sebelumnya. Jangan berkhalwat dan berikhtilat, tapi gue masih susah untuk mematuhi yang satu ini.
"Tapi bukan berarti kita nggak bisa berteman, Al. Kita masih bisa temenan, dengan melihat batasan-batasan yang diberikan Allah dalam berinteraksi antara laki-laki dan perempuan." jelas Lucas.
"Iya, gue paham kok." ucap gue tersenyum. "Ya gini nih resikonya kalau kita menjalin hubungan nggak dengan dasar kecintaan sama Allah. Mungkin orang-orang mikirnya cuma pacaran aja yang nggak boleh, padahal sahabatan, komitmenan, TTM-an, atau istilah-istilah lainnya yang nggak ada kepentingan syar'i didalamnya antara laki-laki dan perempuan itu juga nggak boleh. Apalagi kalau melanggar batasan-batasan yang udah ditentuin sama Allah. Ya, kan?"
"Pinter banget sih temen gue satu ini!" ucap Lucas sambil menjentikkan jarinya. Tangan kanan Lucas bahkan sudah bersiap untuk mengusap pucuk hijab gue, sebelum akhirnya ditarik lagi karena tersadar. "Hehehe, lupa." kata dia sambil memamerkan deretan gigi putihnya.
Gue terseyum. "Kita hijrah bareng ya, Cas?"
Lucas mengangguk. Satu hal yang nggak pernah kami bayangkan sebelumnya, kami yang awalnya benar-benar buta dengan agama, kini mulai mencoba untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba hijrah. Gue dan Lucas bertekad untuk hijrah bareng.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] "Katanya tipe suami idaman kamu itu yang kayak Renjun. Nah, itu Renjun." "Tipe gue Huang Renjun, ya! Bukan Muhammad Renjun Alfansa!" ©ozainstory, 2020.