31. Pernah Tenggelam

2.5K 574 73
                                    

Selesai menunaikan ibadah sholat dzuhur, gue duduk di depan meja belajar masih dengan mukena yang melekat di badan. Gue baru saja sampai rumah ketika adzan dhuhur berkumandang, dan bergegas melaksanakan sholat dhuhur. Bahkan materi kajian pagi tadi masih teringat jelas diingatan gue. 

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, perkenalkan nama saya Marisa Rahma Alifa. Saya mau tanya Mbak, gimana kalau di luar sana ternyata banyak orang yang terinspirasi dengan kerja keras mereka? Gimana kalau ternyata banyak orang-orang yang hampir putus asa dengan hidup dan impiannya, tapi akhirnya memilih bertahan karena terinspirasi dan melihat perjuangan serta kerja keras idolanya? Apakah yang seperti itu juga masih nggak boleh Mbak? Dan bagaimana kalau kami yang mengidolakan mereka itu mampu menyeimbangkan antara dunia dan akhirat? Secukupnya dan semaunya saja, asal nggak berlebihan. Sekian, terima kasih."

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Halo, salam kenal ya Marisa. Pertanyaan kamu bagus. Mbak coba jelaskan sedikit, ya."

"Soal terinspirasi dari kerja keras, itu boleh-boleh saja kalau terinspirasi dari kerja keras mereka untuk meraih impian kita. Motivasi dan inspirasi itu kan bisa datang dari mana saja, dari orang tua, saudara, teman, idola, bahkan orang yang nggak kita kenal juga bisa menginspirasi kita. Kita bisa menjadikan kerja keras, semangat, dan disiplin mereka dalam meraih impian untuk jadi acuan dalam kita meraih impian juga, bagus itu. Kita kan tahu sendiri ya, bagaimana usaha idola kita untuk menjadi sukses seperti sekarang, itu nggak mudah."

"Tapi sekali lagi, jangan jadikan kata-kata 'terinspirasi' tadi untuk sekedar jadi tameng agar kita hanya disibukan 'berhalusinasi'. Kita nggak akan maju kalau hanya sibuk termotivasi tanpa adanya aksi. Lagipula Allah menilai usaha kita, seberapa kuat tekad dan niat kita untuk meraih impian dan cita-cita? Seberapa besar usaha yang sudah kita lakukan untuk meraih cita-cita kita? Kalau Allah ridho, inshaa Allah akan dikabulkan. Dan ingat, cita-cita paling tinggi seorang muslim adalah meraih surga-Nya. Maka, sudah seberapa besar usaha kita untuk meraih surga-Nya? Apa sudah lebih sungguh-sungguh dari mereka yang tujuannya hanya dunia?"

"Kemudian soal menyeimbangkan dunia dan akhirat. Ini untuk semuanya ya, termasuk Mbak sendiri. Benar sekali kita itu harus bisa menyeimbangkan antara dunia dan akhirat, lebih tepatnya kita harus bisa menggunakan dunia untuk menggapai akhirat. Pertanyaannya, kalau hal-hal yang kita lakukan di dunia ini bersebrangan dengan apa yang Allah perintah dan larang, maka apakah bisa hal seperti itu disebut 'menggunakan dunia untuk menggapai akhirat'?"

"Contohnya, ada orang yang hobi bermaksiat tapi lancar juga beribadahnya. Dia benar-benar menerapkan definisi seimbang dunia-akhirat 'versi dia'. Tapi apakah yang seperti itu disebut seimbang dunia akhirat yang benar? Nggak kan."

"Kita memang nggak boleh memandang orang hanya dari luarnya saja, karena kita nggak pernah tahu amalan apa saja yang pernah dia lakukan. Tapi kalau kehidupannya condong untuk hal-hal yang berseberangan dengan syariat, sekali lagi.. apakah ini yang disebut seimbang dunia akhirat?  Seimbang dunia akhirat itu bukan tentang 'takarannya' saja, tapi juga dilihat apakah hal-hal yang kita lakukan di dunia ini sudah sesuai dengan hukum syara' ataukah belum."

"Seperti kata Bang Fuadh Naim, 'asal nggak berlebihan' adalah batasan fana yang sering dihembuskan syaitan kepada kita. Karena semua juga tahu, alasan seperti itu tidak pernah ada dalilnya, dan standar batas 'berlebihan' itu tak pernah ada wujudnya."

"Intinya pilihan hidup ini cuma ada dua. Mau jalan takwa atau fujur? Mau jalan taat atau jalan maksiat? Mau jalannya Allah atau setan? Karena ujungnya cuma dua, surga atau neraka. Kita hidup ini antara hitam dan putih, nggak ada abu-abu. Makanya bahaya kalau kita nggak ngaji, karena takaran hidup bisa dibuat sesuka hati."

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora