12. Yogyakarta dan Segala Isinya

2.9K 652 45
                                    

Selesai mencari oleh-oleh, kami berempat memutuskan untuk mampir dan makan siang di lesehan yang berderet di sepanjang Jalan Malioboro itu. Nggak banyak oleh-oleh yang akan dibawa Lucas, dia hanya membeli beberapa baju batik untuk Ayahnya, daster rumahan untuk Bundanya, lalu beberapa jajanan khas Jogja. Gue yang berniat menitipkan oleh-oleh untuk Papa dan Adel juga ikut membeli beberapa tadi. 

Lesehan yang menjual berbagai meju seperti pecel lele dan pecel ayam itu, siang ini nggak begitu ramai oleh pengunjung. Bahkan Malioboro dan Pasar Beringharjo juga nggak begitu ramai sekarang. Mungkin karena masih siang dan panas, makanya belum banyak pengunjung yang datang.

"Mas Lucas anak otomotif, ya?"

Jeje yang membuka obrolan pertama kali saat kita baru saja duduk di meja paling pojok sambil menunggu pesanan datang. Dia sudah cukup akrab dengan Lucas, bahkan sudah saling bertukar akun sosial media satu sama lain. Mungkin Jeje tahu mengenai jurusan Lucas juga dari unggahan akun sosial medianya Lucas. Gimana enggak, akun Lucas yang pengikutnya lebih dari seribu orang itu hanya berisi tiga foto saja. Satu foto dia saat memakai seragam sekolah khas anak bengkelnya, lalu sisanya adalah foto dia dan gue, yang sering sekali disangka pacarnya Lucas.

"Yoi." Lucas mejawabnya sambil tersenyum lebar. Dia selalu bangga dengan jurusan otomotifnya itu. Dia berkali-kali bilang kalau itu adalah jurusan impiannya, karena dia nantinya mau membuka bengkel sendiri.

"Wah, aku dulu juga sempet kepikiran mau masuk otomotif Mas, tapi nggak jadi." jelas Jeje.

"Kenapa nggak jadi, Je?" Lucas bertanya balik dan terlihat penasaran.

"Bapak penginnya aku masuk jurusan itu. Tapi aku lebih pengin kuliah Kedokteran. Jadinya ya milih masuk SMA IPA aja, hehe." ucapnya terkekeh. Jeje itu memang anak yang pintar meskipun kelakuannya terbilang agak nggak normal. Sekedar informasi saja, Jeje adalah juara satu pararel IPA. Dia katanya bahkan langganan juara satu sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Jadi nggak ada yang heran kalau dia mau masuk jurusan Kedokteran saat kuliah nanti.

"Wahh.. kalau gitu mah nggak apa-apa, Je. Keren banget kuliah Kedokteran." Lucas berucap sambil terkekeh dan bertepuk tangan, setengah nggak percaya mendengar ucapan Jeje. Sedangakan Jeje hanya tersenyum malu-malu.

"Ngomong-ngomong, ini akunnya Mas Lucas kenapa isinya foto Risa semua deh. Highlight-nya juga isinya sama Risa mulu. Dibajak ya, Mas?" cibir Jeje sambil melirik ke arah gue sinis.

"Heh, nggak usah julid ya lo, Udin!" tukas gue. Bukan tanpa sebab gue memanggil Jeje dengan nama itu, sebab itu memang gue ambil dari nama lengkapnya Jeje. Fian Jasir Jalaludin. Namanya bagus, orangnya juga tampan dan pintar, tapi kelakuannya bikin eneg. Kalau teringat kelakuan Jeje, gue berpikir bahwa wajah tampan dan otak pintarnya itu jadi terlihat sia-sia.

"Yaaa.. santai dong mbaknya," kata dia sinis. Jeje paling nggak suka kalau sudah dipanggil dengan nama itu.

Lucas terkekeh. "Nggak kok, Je. Nggak dibajak. Itu emang aku yang post."

"Tuh, dengerin! Lucas bucin sama gue." tukas gue.

"Enak aja. Buat manas-manasin mantan gue aja, Je." ucap Lucas nggak terima. Jeje dan Arga hanya tertawa mendengar perkataan Lucas.

Lucas memang belum lama ini putus dengan pacarnya. Dan dia adalah teman satu kelas gue. Sayangnya hubungan yang sudah dijalin hampir satu tahun itu harus kandas hanya karena sebuah salah paham yang menurut gue sebenarnya masih bisa diperbaiki. Tapi tetap saja keputusan itu ada di tangan mereka berdua, gue nggak mau ikut campur.

Kami pun menghentikan percakapan singkat itu saat pesanan sudah datang. Kami sibuk menikmati makanan masing-masing sampai akhirnya adzan ashar pun berkumandang.

Ada Sesuatu di Jogja (Renjun Lokal)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang