|Part 16| Pegawai Cogan

778 170 61
                                    

Percaya diri adalah kunci dari pada kesusksesan.

"Siang bos. Ada yang bisa saya bantu?" tanya salah satu pegawai di bengkel Gumilang Jaya.

"Gak usah banyak bacot. Mana seragamnya. Gue mau kerja di sini." Panji membenarkan letak rambutnya sembari menatap galak terhadap pegawai yang notabene jauh lebih tua darinya.

Pegawai itu tampak menundukkan kepalanya. Setiap kali ia bertemu dengan remaja ini yang bisa ia lakukan hanya diam untuk menjaga posisinya aman. Namun kali ini ia tak bisa memberikan apa yang dikatakan bos mudanya tersebut.

"Mana? Jangan banyak mikir. Cepat tua lo nanti," ketus Panji tak sabaran.

"Maaf. Bos muda tidak boleh bekerja di sini. Ini perintah dari Nyonya besar."

Panji yang mendengar itu melangkah maju. Ia menatap wajah pria tua itu dengan tatapan tak bersahabat nya. Kepalan tangannya tertuju pada pria tua yang juga melihat itu. Sementara pegawai lainnya yang sibuk dengan pekerjaan mereka tentu melihatnya, hanya saja tak ada yang berani melawan Panji yang memiliki kuasa.

"Lo tau ini apa? Dalam hitungan detik tangan gue bisa melayang ke wajah lo. Kasih apa pun yang gue mau. Di sini adalah perintah gue. Mau gue pecat lo?" tanya Panji dengan napas yang memburu.

Panji merupakan tipe orang yang memiliki temperamen yang sangat sulit untuk di atur dirinya sendiri. Ia lebih suka terpancing emosi oleh hal-hal kecil yang seharusnya tak di permasalahkan. Ia cenderung tidak suka di bantah oleh siapa pun itu. Tipe kepemimpinan yang seperti ini yang membuat anggota geng atau wakil ketua basketnya selalu kesal dan tak bisa menahan emosinya juga. Bahkan sang wakil basket pun sangat membenci kepribadian Panji yang seperti ini. Arogan dan tak suka di bantah.

"Jangan, Den. Saya masih butuh uang buat sekolah anak saya," ujar Pak Heru yang tak lain adalah pengurus bengkel yang sangat besar ini.

"Bagus." Panji kemudian menurunkan tangannya. Ia menaruh tasnya dan kemudian memberikan isyarat agar pria paruh baya itu mengambil seragam untuknya. "Gue mau seragam yang bersih."

"Siap, Den." Pak Heru pun berjalan masuk ke dalam. Ia tampak menghela napasnya. Yang terpenting sekarang adalah rasa aman dan tetap dapat uang untuk biaya sekolah orang yang di sayang. Bos besarnya ada di luar negeri jadi tak akan tahu jika anaknya menjadi rendah seperti ini.

"Ikuti aja perintah Panji," cicit salah satu pegawai yang turut prihatin terhadap rekan satu kerjanya yang terintimidasi.

"Iya, demi anak bojo." Setelah mengambil seragam itu, Heru memberikan itu pada Panji yang sedang memainkan ponselnya dengan santai tanpa menyadari keberadaannya saat ini. Heru langsung menyodorkan seragam itu membuat Panji mengalihkan pandangannya. "Ini Den. Masih bersih dan wangi."

Panji segera mengambilnya. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Remaja itu justru segera memakai seragamnya tanpa melepaskan baju seragam sekolahnya. Panji terlihat mengambil topi dan masker untuk menutupi wajah dan rambutnya. Ia kemudian bersedekap dada. Menatap sombong ke arah pimpinan terpercaya sang mama yang saat ini juga membantu dirinya.

"Gue kerja apa?" tanya Panji pada Heru.

"Bisa pegang mesin?" tanya Heru membuat Panji menggeleng. "Gak bisa pegang mesin, tapi minta kerja di bengkel."

Milenial VS Old Style (Completed) Where stories live. Discover now