|Part 49| Kala Sore Hari

760 154 37
                                    

Kehilangan jati diri dan tujuan awal kehidupan adalah dampak dari kedewasaan.

Angin terlihat menyapa wajah cantik milik Prima. Padahal kosan dengan sekolah tidak terlalu jauh dan bisa jalan kaki untuk tiba, namun Ramdan begitu baik mengantarkan dirinya ke kosan hingga depan pagar rumah. Prima kemudian turun kala motor sport itu berhenti tepat di depan gerbang kosannya. Kosan yang ia sewa ini memang selalu tertutup dan tak ada satu pun yang boleh masuk kecuali atas izin pemilik kos atau orang yang menyewa di sana. Kosan yang terlihat di depan jalan ini memang selalu tertutup untuk menghindari segala sesuatu yang akan terjadi nanti.

"Makasih. Mau masuk?" tanya Prima membuat Ramdan menatapnya bertanya-tanya.

"Ini beneran rumah lo?"

"Bukan. Gue ngekos di sini. Kenapa?" tanya Prima pada Ramdan yang hanya menggelengkan kepalanya.

Ramdan tak percaya. Baru saja ia melihat wanita ini di antar oleh sopir pribadi dengan mobil mewah sehingga menimbulkan simpati banyak orang yang melihatnya. Namun ketika ia mengantarnya mengapa begitu berbeda? Ia bahkan tak menyangka jarak antara sekolah dengan tempat tinggal Prima begitu dekat seperti ini. Apa benar Prima kos di sini?

"Kenapa? Kok liat gue gak percaya gitu?" tanya Prima membuat Ramdan menggelengkan kepalanya.

"Gue duluan, ya! Besok pagi gue jemput," ucap Ramdan pada Prima yang kemudian menganggukkan dan tersenyum ramah.

Motor sport yang meninggalkan halaman depan kos membuat ia membuka pintu gerbang dan menutupnya kembali. Setelah ia pulang sekolah, maka tak ada aktivitas lain yang ia lakukan selain belajar di dalam. Ia pun menaiki tangga untuk sampai di dalam kosannya. Setelah berada di depan pintu kamar, Prima pun mengeluarkan kunci dan membukanya kemudian masuk ke dalam. Sebenarnya kosannya ini begitu sempit dibandingkan dengan kosan yang ada di desa. Ruangan pun hanya satu, namun dibuat begitu minimalis. Dapur dan kamar berada dalam satu ruangan, namun bedanya kamar berada di atas dan dapur tepat di bawah tangga.

"Capek," ucap Prima sembari membaringkan tubuhnya di tempat tidurnya. Besok adalah hari Minggu, jadi ia tak perlu khawatir tentang bajunya yang akan kusut.

Tinggal di sini tentu bukan kemauan dirinya, jika bukan karena tekanan yang ia dapatkan di rumah. Ia hanya sementara di sini. Ia berusaha untuk menenangkan dirinya. Selalu begini, kala pulang sekolah yang ia dapati hanyalah ruang kosong yang tak kasat mata. Ia hanya sendiri dan melakukan apa pun serba sendirian. Prima yang lapar pun bangun dari tempat tidurnya. Ia melihat ke arah kulkas yang hanya ada buah. Sang kakak belum mengirimkan kembali makanan dan sayuran hijau untuknya. Dompetnya pun terisi dengan selembar uang biru saja. Tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain menahan rasa laparnya. Ia tak bisa meminta pada sang bapak, jika ia meminta maka wanita tua itu juga akan mengetahui dirinya.

Tok ...

Suara pintu yang di ketok membuat ia tersenyum senang. Ia yakin itu adalah Farel yang ingin memberikan dirinya uang. Ia yang memang sudah merasakan lapar segera bergegas membuka dengan antusias, namun kala pintu terbuka, senyumnya lenyap seketika. Ia yang ingin menutup pintu kembali harus di tahan oleh seorang pria yang ada di hadapannya saat ini.

"Ini makanan kesukaan lo," ucap pria itu membuat Prima menatap satu kotak nasi yang di bawa oleh pria yang tak lain adalah Panji.

"Gak perlu. Mending lo pergi aja," balas Prima begitu tak mengharapkan kehadiran sosok pria yang membuat ia harus teringat akan luka.

Milenial VS Old Style (Completed) Where stories live. Discover now