|Part 46| Satu Meja

701 156 98
                                    

Banyak yang sudah melepas, tapi belum ikhlas, bukannya tidak mau, tapi membiasakan diri tanpa kehadiran seseorang memang tidak semudah itu untuk di lakukan.

"Gila, ini kantin apa pasar? Penuh semua cuy," ucap Siska kala mereka yang baru saja mengambil makanan tak kebagian tempat untuk menyantap makanan.

"Iya, kita ke kelas aja, deh," balas Prima yang tak ada lagi tempat yang akan mereka duduki di sini.

Mata Siska menjelajahi seluruh penjuru kantin berusaha untuk memilah dan memilih meja mana yang akan mereka tempati. Saat matanya melihat salah satu cogan yang begitu mencolok di sana, senyum Siska mengembang sempurna. Meja yang di tempati oleh Farel dan rombongan masih terlihat kosong dan cukup untuk dua orang saja.

"Lihat." Tangan Siska kemudian menunjuk ke meja yang berada paling pojok dari mereka. "Kita duduk sama kakak lo aja. Lumayan, dari pada diam di sini aja. Gue keburu lapar."

Prima kemudian mengarahkan pandangannya ke salah satu meja yang di tunjuk sahabatnya. Di sana ia melihat sang kakak, namun tunggu. Bukan hanya sang kakak saja yang ada di sana, namun sahabat-sahabatnya termasuk Panji dan Arinda pun ada di sana. Prima sempat menatap mereka cukup lama, namun Siska langsung menyenggol lengannya membuat Prima menatapnya.

"Ayo," ajak Siska membuat gelengan di kepala Prima.

"Ada mereka," balas Prima membuat Siska yang mendengar itu paham.

"Kalau lo udah gak cinta sama dia, harusnya lo berani gue ajak ke sana, tapi kalau lo masih punya rasa mending kita balik aja," ucap Siska membuat Prima terdiam.

Benar yang dikatakan oleh Siska. Ia tak boleh berharap lebih dan takut akan situasi yang pernah ada. Bukankah ia ingin melupakan segalanya? Namun bukan berarti cinta di dalam hatinya bisa hilang dalam satu malam yang menimbulkan seribu luka dalam. Ia juga tak ingin menghindar, karena sejauh apa pun ia menghindar yang ada hanya akan pertemuan yang tanpa sengaja ia lakukan. Ia tak bisa mencegah, namun ia bisa menghadapi situasi sebisa mungkin dan sekuat hatinya.

"Oke! Demi makanan!" Prima kemudian berjalan duluan dengan tingkat kepedean menuju meja paling ujung di sana.

Siska yang melihat itu pun tersenyum. "Ini baru sahabat gue. Lo itu udah berubah. Gue suka lo yang sekarang."

"Gue gak suka cewek sayangnya," balas Prima berusaha untuk menetralisir radikal patah hati di dalam raganya.

"Anjir!"

Keberadaan Prima dan Siska yang tiba-tiba menghampiri mereka membuat satu meja menatap ke arah mereka, termasuk Panji yang menatapnya dingin dan Arinda yang menatapnya tak suka. Sementara para cogan lainnya sangat berharap bahwa Prima akan duduk bersama mereka. Prima kemudian menatap sang kakak yang di tempatnya sangat terkejut atas kehadiran dirinya.

"Gue boleh duduk di sini?" tanya Prima pada mereka.

"Gak ada tempat lain? Di sini udah penuh," balas Arinda tak suka jika ada Prima di satu meja mereka.

"Boleh. Masih longgar, kok," balas Kano yang memang sangat menyukai perubahan Prima.

"Makasih." Prima kemudian memberikan kode agar Siska duduk di sampingnya.

Posisi Prima adalah duduk di samping Farel yang tak menyangka bahwa adiknya akan seberani itu duduk di sini dan merubah penampilannya. Jujur ia akui, ia sangat menyukai Prima yang sekarang. Prima sudah menceritakan semuanya, dan saat itu ia sangat emosi namun adiknya meminta agar persahabatan antara ia dan Panji tetap berjalan agar ia tak merasa bersalah. Sejujurnya ia tak pernah mempermasalahkan perubahan Prima, namun hal yang ia takuti adalah akan ada sahabat lainnya yang menyukai adiknya.

Milenial VS Old Style (Completed) Where stories live. Discover now