ˋ9ˊ

17.5K 5.9K 4.1K
                                    

Cerita ini lanjutan dari Among Us ya, jadi gak ada setan atau kloningan ^^

Btw, aku kan pakai nama lokal disini. Aku bolak balik gugel dan situs lainnya untuk cari nama, belum lagi nyusun namanya yang cocok, dan saat itu kuotaku lagi sekarat. Aku tau kok nama itu untuk umum, tapi aku gak kasih izin kalau ada yang pakai nama lokal disini untuk nn rp. Dua jam aku cari nama yang cocok untuk mereka bruh :)


































Doyoung menatap kosong makam baru di depannya, tidak menyangka sang kakak akan pergi secepat ini. Doyoung tidak terima...

Kondisi Junkyu terakhir kali, terlihat jelas kalau itu perbuatan manusia. Siapa yang berani membunuhnya tadi malam?

Doyoung merasa bersalah yang amat sangat karena tidak menyusul Junkyu walaupun sudah dilarang. Seharusnya dia menemani sang kakak, bukan duduk bermain ponsel di mobil.

Junkyu adalah orang yang bisa memecahkan misteri kematian Yoonbin dan Asahi, namun sayang, dia tidak bertahan sampai akhir.

Jihoon mengusap pundak Doyoung, menyalurkan ketabahan. Firasat Jihoon tidak enak, semoga saja Doyoung tidak melakukan hal buruk yang dapat membahayakan dirinya sendiri.

"Kasus Kak Yoonbin bakal dibuka," kata Mashiho tiba-tiba, memberi tahu teman-temannya yang tersisa. "Balik dari sini, gue dan Kak Hyunsuk ke kantor polisi. Siapapun pelakunya, mau orang terdekat ataupun bukan, harus tetap ditangkap. Keadilan harus ditegakkan, mereka gak akan tenang sebelum kebenaran terungkap."

"Kita juga bakal ajuin kasus kematian Junkyu yang jelas-jelas pembunuhan, begitu juga Asahi," sambung Hyunsuk menambahkan.

"Gue sadar satu hal, tapi gue gak mau omongin hal itu disini," kata Yedam. "Suasana masih berduka, gak baik kalau ada yang berantem."

"Ngomong aja, Dam. Kalau nanti takut lupa," suruh Hyunsuk.

Yedam menghembuskan nafas panjang. "Gue inget sesuatu. Kemarin pas Kak Junkyu sama Haruto berantem, Kak Junkyu sempet ngomong ke Haruto. "Mulut lo minta disobek ya...", kurang lebihnya begitu. Dan lo semua tau kan gimana keadaan Kak Junkyu yang bikin dia meninggal?"

"Maksud lo gue yang bunuh?" Tanya Haruto sarkas. "Semalem gue di rumah, gak kemana-mana. Lo tanya aja ibu gue."

"Kurang meyakinkan untuk dipercaya. Tapi gimana sama kemarin malam? Lo sama Junghwan ngapain di pinggir jalan?"

"Gue jatuh dari motor, makanya berdarah."

Hyunsuk menyipitkan matanya. "Darah di jaket lo banyak, To. Gak mungkin cuma sekedar jatuh."

"Mungkin ada bagian tubuh yang ketusuk sesuatu," duga Jaehyuk.

Junghwan dan Jeongwoo tersentak. Mereka berdua saling tatap. Yang tahu kalau Haruto tertusuk pisau kan hanya mereka berdua. Ah, mungkin Jaehyuk cuma sekedar menduga saja. Ayo berpikir positif.

"Yang jadi pertanyaan gue, lo habis dari mana? Dan kenapa lo bohong kalau Doyoung bawa kantong kresek besar?" Tanya Yedam mulai mengintrogasi.

"KALIAN INI KENAPA SIH?!"

Mereka semua terlonjak, terkejut karena Doyoung yang diam saja berteriak secara tiba-tiba.

"TEMEN KALIAN BARU AJA MATI, KENAPA KALIAN BAHAS HAL LAIN DISINI?! KALIAN GAK NGERTIIN PERASAAN GUE?!"

Mereka jadi takut, serius. Doyoung terlihat menyeramkan dengan mata sembabnya, dia jadi terlihat berbeda.

"Lo belum sarapan kan? Ayo, Junkyu bakal nangis kalau lo gak makan," ajak Yoshi membujuk.

"Gue tandain kalian bertiga," gumam Doyoung menatap Jaehyuk, Haruto, dan Jeongwoo.

Untungnya Doyoung mau ikut Yoshi. Dia dibawa menuju restoran terdekat, lebih baik seperti itu. Kalau tetap disini, bisa ribut mereka.

"Lah, kenapa jadi gue?!" Tanya Jeongwoo tak paham.

"Doyoung kenapa jadi kayak psikopat auranya?" Tanya Yedam tak habis pikir.

Jaehyuk tersenyum. Belum tahu saja kamu, Dam...

"Kalian gak curiga sama si Doyoung?" Tanya Haruto. "Gue sih curiga, dia aneh. Dia dan Kak Jaehyuk saksi mata kematian Kak Yoonbin tapi diem-diem aja. Dan siapa yang bawa Kak Yoshi? Maksud gue Kak Arion."

"Udahlah, To. Jangan memperkeruh suasana." Mashiho memutar bola matanya malas. "Kita pulang, jangan keluyuran. Kita masih berduka, gak usah mancing keributan."

"Maaf aja nih, gue gak yakin kalau kita gak bakal ribut," ujar Jihoon. "Gue curiga sama Yedam dan Jeongwoo perihal chat, mungkin aja kan mereka yang bunuh?"

"Emang lo baca chatnya dari atas?" Jeongwoo kesal. "Kalau lo gak baca, gak usah merasa paling tau segalanya. Lo juga mencurigakan, asal lo tau."

Ting!

Ponsel Junghwan berdenting. Astaga, dia lupa mengaktifkan mode silent. Dia rogoh saku celananya, menyalakan ponselnya, memeriksa pesan yang baru ia terima tersebut.

Kak Doyoung
| yang bawa Arion itu Kak Junkyu
| jangan kasih tau siapa-siapa.
| jangan deket-deket Kak Yoshi
kalau lo sendirian, Arion berbahaya

























































Disaat yang lain pulang ke rumah masing-masing─minus Doyoung dan Yoshi yang makan di restoran, dua orang ini bertemu diam-diam di rumah salah satunya.

"Lo juga terlibat dalam kematiannya?"

"Iya, lo juga? Gue udah duga sih, harusnya gue jujur aja sejak hari itu ya haha."

"Percuma lo akting, lo dan gue sama-sama terlibat."

"Iya sih... tapi lo yang bunuh. Gue mah cuma nutup-nutupin doang."

Pemuda dengan cincin berlambang angka satu tersebut tertawa, membenarkan ucapan lawan bicaranya.

"Tapi, lo tau siapa yang bunuh calon detektif itu?" Tanyanya kemudian.

"Gak tau. Yang bunuh pinter, dia tau mana yang harus dibunuh di awal."

"Menurut lo habis ini siapa yang mati?"

"Mungkin Junghwan, entah."

"Hmm... bener juga. Kapan matinya, ya?"

Si lawan bicara terkekeh. "Segitu pinginnya Junghwan mati? Kenapa sih? Kasih tau dong."

"Ya gak apa-apa sih. Kasian anak kayak dia dihadapin situasi kayak gini, mending mati aja kan?"

"Boleh juga."

Pemuda yang memakai cincin tersebut mengeluarkan ponselnya. "Udah siang, gue balik. Kalau ada apa-apa jangan sungkan kasih tau gue."

"Sip. Pertahanin terus akting lo, jangan sampai lengah sedikit pun. Di antara kita ada pengamat yang baik. Kalau dia tau, semua yang lo perbuat bisa kebongkar."











































































Mereka tidak tahu kalau si pengamat yang dimaksud mendengar semua pembicaraan mereka. Si pengamat yang baik itu tersenyum, menghentikan aktivitas merekamnya.

Dia memiliki bukti kuat, dia harus mencari bukti yang lain. Di zaman sekarang, uang adalah segalanya. Entah dari kalangan atas atau bawah, uang bisa menang. Percuma memiliki bukti tapi dikalahkan oleh uang. Dia juga orang kaya sih... tapi dia merasa lebih adil jika bukti mengalahkan uang.

Si pengamat juga harus mencari koneksi, supaya ia bisa melapor dengan mudah. Hmm, entah kenapa dia merasa kalau ini tidak akan mudah.

"Kenapa gue merasa impostornya lebih dari dua? Tapi, siapa?"

That Day | Treasure ✓ [TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now