ˋ11ˊ

16.9K 6K 3.7K
                                    

Aku gregetan :")






Seperti biasa, Jaehyuk menjalankan rutinitas sehari-harinya di malam hari. Apa lagi kalau bukan membunuh anak anjing yang ia temukan. Kalau tidak ada ya dia membunuh kucing atau hewan lainnya.

Dia melakukan itu tanpa rasa kasihan, semuanya terlihat menyenangkan di matanya. Suara rintihan kesakitan dan darah membuat dirinya merasakan perasaan yang berbeda.

Hitung-hitung latihan menjadi dokter bedah, iya kan?

Tetangga kanan dan kiri rumahnya yang sering pulang malam menjadi keuntungan baginya, tidak ada yang akan mendengar atau melihat kegiatannya tersebut.

Terkecuali Doyoung yang entah bagaimana bisa tahu. Cih, bahkan orang itu membawa bangkai anak anjing yang ia bunuh untuk dikubur di tempat lain, kurang kerjaan sekali, begitu pikir Jaehyuk.

"Anak anjing yang manis, kamu punya adik kan? Besok adik kamu dibunuh juga ya," bisiknya pada anak anjing yang sudah mati dengan kondisi perut terbuka lebar dan luka menganga di leher.

Jaehyuk berdiri dari jongkoknya, berjalan ke tembok rumah bagian belakang, mengambil cangkul yang sudah disiapkan. Untuk kali ini, biarlah dia mengubur hewan yang sudah ia bunuh. Biasanya kan dia buang ke jalan agar disangka terlindas atau semacamnya.

Bersoda sekali kamu, Jae...

"Jeongwoo ya..." Jaehyuk mengangguk-angguk sendiri, mengingat pembicaraan mereka tadi siang. "Berarti bener dugaan Kak Jihoon yang bilang kalau dia sama Yedam ngerencanain pembunuhan. Tapi kurang meyakinkan sih..."

Jleb!

Jaehyuk memacul ke bawah, membelah bangkai anak anjing hasil karyanya. Darah menyiprat ke sepatu putihnya. Ah, dia harus mencuci lagi...

"Yedam, Yedam. Orang-orang gak akan curiga ke Haruto karena opini lo itu, justru lo yang bakal dicurigain. Yang bunuh Kak Junkyu cukup bersih ngelakuinnya. Saat bunuh dia, gak ada sidik jari yang tertinggal, gak ada suara, gak ada bukti, dan gak ada yang ngelapor."

Kemudian, Jaehyuk tertawa.

"Haha, Kak Junkyu emang pantes mati sih... siapa suruh mau laporin gue ke polisi. Untung si Doyoung gak liat."
















































Mashiho menatap lurus manik Junghwan yang duduk di depannya. Saat ini, mereka bertemu di rumah Mashiho yang kedua, baru Junghwan yang tahu. Sengaja ia mengajak Junghwan kesana agar pembicaraan mereka tidak diketahui siapapun.

"Kasus Kak Yoonbin lagi dalam proses untuk dibuka. Kematian Kak Asahi dan Kak Junkyu lagi tahap penyelidikan. Kalau lo tau sesuatu tapi lo takut untuk bilang, lo tetap harus kasih tau, buat petunjuk kecil yang gak disadarin pelakunya."

Junghwan mengusap tengkuk lehernya. "Gimana ya..."

"Gue tau lo belum percaya sepenuhnya sama gue, karena disini memang gak ada yang bisa dipercaya, kecuali yang udah mati. Tapi gue percaya sama lo, jadi dengerin baik-baik apa yang bakal gue omongin."

Junghwan mengangguk. Mashiho berdeham, kemudian lanjut berbicara.

"Yang bunuh Kak Yoonbin, Asahi, dan Kak Junkyu orangnya beda. Dalam kata lain, pembunuhnya banyak."

"Serius lo?"

"Setelah dipikir-pikir lagi, gak mungkin tiga orang itu dibunuh oleh orang yang sama. Gue sempet curiga ke seseorang, tapi pas kematian Asahi dia ada di rumah. Kecurigaan gue pindah ke yang lain, dan saat kematian Kak Junkyu, yang gue curigain itu ada di rumah. Gue tau dari mana? Gue tanya ke orang tua mereka diem-diem."

Junghwan berpikir lagi. Kalau Mashiho impostornya, tidak mungkin dia rela mengeluarkan uang untuk membuka kasus Yoonbin. Tapi dia kagum, Mashiho mampu menjaga rahasia dengan baik.

Semoga saja Mashiho memang bukan impostornya...

"Malam ini lo nginep aja, gue juga gak pulang. Besok pagi kita ke rumah Kak Junkyu dan Doyoung, gue mau cari sesuatu."

"Kak Mashi, sebenernya ada satu hal yang gue tau..." ucap Junghwan ragu. Dia ingin jujur, tapi di sisi lain dia takut.

"Ngomong aja, gue janji gak bakal kasih tau siapapun," kata Mashiho meyakinkan.

"Itu..."

"Apa?"

"Sebenernya... sebenernya gue tau siapa yang bunuh Kak Junkyu."

Kedua mata Mashiho membola. "Be-beneran? Lo tau dari mana? Ada bukti gak? Biar bisa dilaporin ke polisi."

Junghwan menelan salivanya, dia gugup. "Tadi sore, gue jajan donat. Pas pulang─ jalan kaki, gue gak sengaja papasan sama Kak Jaehyuk. Dia gak liat gue karena lagi telponan sama orang. Dia bilang kalau dia udah bakar pisau yang dia pake untuk bunuh Kak Junkyu. Gue gak tau dia ngobrol sama siapa, tapi dari gaya bicaranya kayak sama temen sendiri."

Wah, ini bagus sekali. Junghwan bisa menjadi saksi mata, tinggal mengumpulkan bukti saja agar pelaku bisa dijebloskan ke penjara.

Tapi masalahnya... Jaehyuk kan psikopat.

"Hwan, mulai sekarang lo bakal di bawah pengawasan gue. Kalau ada yang gak beres, telpon aja. Jaehyuk bukan orang sembarangan, dia berbahaya."

"Iya, kak... lagian gue juga gak berani laporin dia. Bukti gak ada, yang ada gue mati duluan."

Mashiho mengangguk setuju. Untuk saat ini, lebih baik Junghwan tidak membahas apapun tentang Jaehyuk jika tidak ingin dijadikan target oleh orang itu.

"Ayo tidur, udah malem," ajak Mashiho, menoleh ke jam dinding di dekat jendela.

Sret

Sekelebat bayangan terlihat dari luar jendela. Mashiho tersentak, berlari keluar rumah tergesa-gesa.

Namun tidak ada siapapun, sepi.

"Ah, mungkin perasaan gue aja kali ya, gue terlalu khawatir," gumamnya berusaha positive thinking, kembali masuk ke dalam rumah tak lupa mengunci pintu juga jendela, dan menutup tirainya.









































































Dari balik pohon, seseorang mengepalkan kedua tangannya. Tidak salah pilihannya untuk mengikuti Mashiho dan Junghwan kesini, dia mendapat informasi penting.

"Jadi, Kak Jaehyuk orangnya, ya..." gumam Doyoung berapi-api, hatinya diselimuti amarah. Dia tidak terima...

Dia dendam.

That Day | Treasure ✓ [TELAH TERBIT)Where stories live. Discover now