Chapter 2: Alluring

9K 839 44
                                    

"Dimana Jemi?"

Ucap Ibunda yang baru turun ke ruang makan. Disini hanya ada aku, dan Ayah. Serta Ibu yang baru saja turun.

"..." tidak ada jawaban dari kami berdua, karena memang kami sedang makan. Tak sepantasnya ada pembicaraan saat makan.

"Maurice, dimana Jemi?"

"Ada di kamarnya. Mau saya panggilkan?" Ucapnya. Maurice adalah kepala pelayan di Mansion kami.

"Boleh. Ini sudah jam 9 pagi, sudah sangat terlambat baginya suntuk sara—"

"Selamat pagi, Mama, Papa dan Jen!"

Sebuah seruan terdengar kemudian. Jemima datang dengan senyumannya yang manis. Masih dengan piyama putih yang terpasang di tubuh rampingnya.

"Oh hi Maurice!" Sapanya kepada kepala pelayan, yang olehnya dibalas anggukan sopan.

"Duduk diam disini. Ini sudah sangat terlambat untukmu turun."

"Tidak! Aku harus bersiap-siap untuk menyambut Harvey yang akan segera sampai." Ucapnya antusias.

Ibunda mengernyit. "Harvey? Si bangsawan York itu?" Tanyanya. Jemi mengangguk lagi.

Jemima mencomot muffin yang tersaji di atas meja makan, lalu dengan langkah tertatih, ia sedikit berlari dan pergi berlalu untuk naik ke kamarnya.

"Sayang, Putra manismu itu sedang menjalin hubungan dengan seseorang?" Ayahanda membuka pembicaraan.

Ibunda mengendikkan bahunya, tak mengerti. "Mungkin. Jemi belum menceritakan apapun padaku." Ucapnya singkat.

"Tapi omong-omong.. kenapa Jemi berjalan terpincang-pincang seperti itu ya? Eh, Jeno.. kau tak apa sayang?" Tanya ibunda panik.

"Bersikaplah seperti seorang pewaris yang elegant Jen. Jaga cara makanmu." Ayahanda menimpali dengan tegas.

Aku mengangguk pelan sebagai jawaban. Ibunda membantu mengambilkan air untuk meredakan batukku.

Sebenarnya mulut ini sudah ingin menjawab, tapi sayang aku tak ingin memancing keributan..




Sebenarnya mulut ini sudah ingin menjawab, tapi sayang aku tak ingin memancing keributan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Apakah masa puber memang selalu menyeramkan?

Adolescence





Hei.. aku ingin membawamu sedikit bernostalgia.

Saat itu hujan turun dengan deras, dengan angin kencang dan petir yang menyambar-nyambar. Daun jendela besar yang terpajang kokoh di kamarku bukan sebuah opsi baik untuk saat ini.

Karena dengan begitu, aku bisa melihat kilatan petir yang menyala-nyala..

Tubuhku meringkuk ketakutan. Satu-satunya yang paling ku benci di dunia ini adalah suara petir. Aku sangat takut, suaranya seperti petasan keras yang meledak di menara bigben beberapa saat lalu, saat kericuhan London.

𝓐𝓭𝓸𝓵𝓮𝓼𝓬𝓮𝓷𝓬𝓮 | Nomin Fanfiction Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang