Berkat Tersembunyi

1.7K 237 8
                                    

Tidak mengetahui penyebab pusing dan mual yang konstan terjadi adalah satu hal. Mengetahui penyebabnya adalah hal lain.

Ketika Jeongguk tidak tahu bahwa dia hamil, dia tidak perlu menyembunyikan itu semua dan sangat senang saat Taehyung terkadang datang untuk membantu. Namun, sekarang, setiap kali dia merasa ingin muntah, Jeongguk menahannya sekuat tenaga atau pergi diam-diam ke kamar mandi. Berdoa dalam hati agar Taehyung tidak memperhatikan dan memberinya pertanyaan yang tidak bisa dia jawab.

Sejauh ini, memang tidak ada yang mengkhawatirkan. Taehyung tetap bertingkah laku seperti dirinya sendiri— tidak begitu memperhatikan sekelilingnya dan tidak terlalu tertarik pada apa pun di luar pekerjaan. Namun, semua hal yang Jeongguk sembunyikan ini, harus segera diungkap.

Lagi pula, dia sedang hamil.

Jeongguk tidak bisa menyembunyikan fakta itu selamanya, kan?

Namun, setiap kali Jeongguk mengumpulkan keberaniannya, kemungkinan buruk yang akan terjadi menghantuinya.

Bagaimana jika Taehyung marah?

Bagaimana jika Taehyung memutuskan untuk menyingkirkan bayi ini?

Bagaimana jika Taehyung pergi?

Alur pemikiran ini benar-benar mengganggunya.

Dia tidak bisa menyingkirkan bayinya. Tidak setelah perasaan yang dia miliki setelah mengetahui keberadaannya.

Sebab, pertama kali dalam hidupnya, Jeongguk merasakan kehangatan yang tak bisa ia jelaskan. Perasaan utuh yang dia damba-dambakan.

Namun, di satu sisi, Jeongguk juga tidak ingin kehilangan Taehyung.

Kehidupan kecil yang bertumbuh dalam rahimnya ini adalah tiruan mini suaminya itu.

Oh, my.

Mata siapa yang akan dimiliki bayi ini? Rambut bergelombang Jeongguk atau lurus seperti rambut Taehyung? Anak ceria atau yang serius?

Jeongguk benar-benar tidak sabar.

"Tidak sabar, apa?"

"Huh?"

Tidak sadar mengatakan kata hatinya secara verbal, Jeongguk menoleh panik ke arah suaminya yang ternyata mendengar.

"Kamu bilang, kamu tidak bisa menunggu," pria yang sedang membaca majalah bisnis tersebut mengulang pertanyannya, "menunggu apa?"

"Oh," Jeongguk terkekeh canggung. "Bayinya Jimin," kilahnya. Teringat akan salinan sonogram yang Jimin berikan padanya tempo hari, Jeongguk mengeluarkannya dari dompet dan menunjukkannya pada Taehyung.

"Lihat, deh. Kemarin aku masuk ke ruangan pas Jimin check up kandungan. Ini bayinya."

"Gemes, ya?" ujarnya ceria. Dari ekor matanya memerhatikan reaksi suaminya dengan seksama.

Mengamati sonogram tersebut dengan dahi berkerut, Taehyung bergumam tidak acuh, "Mirip alien."

"Kakak!" tanpa sadar Jeongguk menepuk lengan Taehyung dengan sebal. "Why,"

Komentar sembarangan suaminya itu benar-benar tidak terduga. Meskipun, di satu sisi membuatnya geli, tetap saja bayinya nanti juga akan berbentuk serupa.

Namun, Taehyung kelihatannya tidak bercanda dengan ucapannya. "Kakak nggak bohong," ujarnya sambil mengangkat bahu. Masa bodoh, ia mengalihkan fokusnya kembali pada majalah di atas pangkuannya.

Terdiam sejenak, Jeongguk akhirnya menyuarakan pikirannya.

"Kakak beneran benci hal-hal yang berbau bayi, ya?"

Mengedikkan bahu, Taehyung menanggapi. "Kakak benci saat orang-orang memuja keberadaannya," jawabnya tegas. "Kakak nggak lihat ada yang istimewa tentang bayi."

Terpukul mendengar jawaban suaminya, Jeongguk sontak menyentuh perutnya.

Dedek, ayahmu nggak maksud ngomong gitu ya ...

***

Sayangnya, menyembunyikan hal besar membutuhkan usaha yang ekstra pula.

Jeongguk hampir kehabisan ide bagaimana menyembunyikan vitamin, susu hamil, dan semua buku kehamilan—bukannya Taehyung akan memperhatikan; dia masih terlalu sibuk di kantor—namun, Jeongguk tetap harus berjaga-jaga. Dia belum mengumpulkan keberanian untuk memberi tahu suaminya.

Menyeimbangkan kuliah dengan kebutuhan biologis dirinya sendiri saja sudah susah.

Sekarang Jeongguk juga harus menyembunyikan sebuah rahasia besar?

Taehyung juga tidak membantu.

"Kak, no," menahan bahu sang suami yang berada di atas tubuhnya, Jeongguk memiringkan kepalanya ke samping saat pria itu menciumi jenjang lehernya penuh nafsu. "Stop, please," bisiknya memohon. Dokter bilang, dia baru boleh kembali beraktivitas seksual saat kandungannya sudah berusia empat bulan. Sayangnya, Taehyung yang kebetulan mendapat jadwal luang dan akhirnya bisa fokus pada suaminya—tidak tahu menahu akan hal tersebut.

"Oh," mendengar penolakan tersebut, Taehyung seketika berhenti. Sepasang netranya yang menggelap oleh nafsu berangsur hilang digantikan kecemasan, "kenapa? Ada yang sakit?"

"Enggak, cuma—" pipi merona ditatap sedalam itu oleh suaminya, Jeongguk menggigit bibir bawahnya. "—lagi nggak mood." Bohong besar. Gundukan di balik celananya bisa membuktikan bahwa sebenarnya dia juga bergairah.

"Oke," suaminya juga tidak percaya seratus persen, terbukti dari lirikan matanya yang turun ke bagian bawah tubuh suaminya. Untungnya, dia tidak memaksakan diri. Menyingkir ke samping, ia meraih punggung tangan Jeongguk dan mengusapnya lembut. "Kamu yakin nggak apa-apa? Kamu kelihatan pucat."

Jeongguk mengangguk, membalas genggaman tangan suaminya, lantas bergumam pelan, "cuma mau dipeluk."

"Please?" bujuknya lirih saat Taehyung hanya menatapnya dalam diam.

"Sure," akhirnya bergerak, Taehyung pindah posisi.

Ia rebahkan tubuhnya tepat di balik punggung Jeongguk, tangan kanan melingkari pinggang ramping suaminya.

Jeongguk mengarahkan telapak tangan Taehyung di atas perutnya lalu memejam mata. Ia mengulum senyum saat tanpa sadar merasakan pria itu mengusap lembut bagian tubuhnya di mana si buah hati bertumbuh.

There, there, baby.

Your daddy love you too.

Out of The Blue by LittleukiyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang