9| teriakan

197 45 2
                                    

"Delapan belas... sembilan belas... dua puluh."

Prilla sontak menengok ke belakang disaat hitungannya telah mencapai angka duapuluh. Dia melihat sekelilingnya. Gelap sekali. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri karena telah melakukan hal yang menyeramkan seperti ini.

Dengan langkah kecil, Prilla mulai berjalan. Ia menyorot beberapa sisi menggunakan senternya.

Ah iya, ia harus menghitung sampai sepuluh.

"Satu...dua...........sepuluh." Ucap Prilla dengan nada yang tinggi. Ia sengaja melakukan itu agar dimanapun teman-temannya berada, mereka dapat mendengarnya.

Prok!

Prilla mendengar suara tepukan tangan itu. Namun ia tidak bisa mengetahui darimana asalnya karena suaranya yang bertabrakan. Ia meringis sambil menggigit bibir bawahnya. Sekali lagi, Prilla takut banget.

"Guys, kalian dimanasih!" Seru Prilla. Namun sia-sia karena tidak ada satupun temannya yang menyahut.

Dengan satu tarikan nafas panjang, Prilla mulai memberanikan dirinya untuk menyorot semua tempat menggunakan senternya. Lalu mulai menghitung kembali.

"Sepuluh.."

Prok!

Sudah hitungan kesepuluh yang kedua kalinya namun Prilla tetap tidak dapat menemukan keberadaan teman-temannya sama sekali. Prilla mulai terlihat khawatir. Apa teman-temannya meninggalkannya?

Srek!

Mata Prilla seketika membulat ketika ia mendengar suara barusan. Nafasnya tiba-tiba jadi memburu.

Tap. Tap. Tap.

Itu suara orang berlari. Prilla dapat mendengarnya dengan jelas. Prilla sudah tidak sanggup lagi. Ia ingin menangis.

Di lain tempat Nara terlihat berada di tempat persembunyian yang menurutnya sulit untuk ditemukan. Ia bersembunyi dibawah tangga menuju lantai dua.

Sebenarnya Nara merasa bosan karena sedari tadi Prilla tak kunjung menemukannya. Lagian menurutnya, tempat ini tidak ada seram-seramnya sama sekali. Sedari tadi tidak ada hal menakutkan terjadi. Padahal jika ada, mungkin akan terasa lebih menyenangkan.

Namun tiba-tiba Nara mendengar suara langkah kaki. Dalam hati ia bertanya-tanya. Apakah itu hantu? Atau mungkin salah satu temannya yang belum selesai bersembunyi? Tetapi jika itu temannya. Tidak mungkin mereka bisa melihat dengan jelas tanpa adanya satupun senter yang menerangi.

Nara tidak bisa diam saja. Ia menghidupkan senternya. Mengarahkannya kesekeliling. Mencari keberadaan sumber suara langkah kaki barusan. Namun sialnya ia tidak dapat menemukan siapapun.

"AAAAAAAAAAAA!"

Nara seketika terkejut mendengar suara teriakan barusan. Itu suara teriakan Prilla. Apa yang terjadi?
Seketika Nara bangkit lalu bergerak mencari keberadaan Prilla. Ia tidak perduli lagi dengan permainan yang sedang mereka lakukan. Yang ada dalam pikirannya sekarang adalah bagaimana jika Prilla mengalami sesuatu yang berbahaya?

Ketemu.

Prilla ketemu. Ia berada di tempat yang tidak jauh dari persembunyian Nara. Namun Prilla terlihat membeku di tempatnya.

"Prilla?" Panggil Nara. Ia merasa heran dengan perilaku temannya itu. Prilla menengok. Seketika senter yang Nara arahkan kepadanya menyorot wajahnya.

Prilla menangis sesegukan. Nafasnya tersenggal-senggal. Hingga akhirnya beberapa saat, ia ambruk. Senter yang tadi ia pegang sudah menggelinding entah kemana.

Nara diam. Namun matanya seketika melotot ketika senter milik Prilla berhenti menggelinding dan menyorot seseorang yang tergeletak di lantai.

Bersimbah darah.

Banyak sekali. Hingga akhirnya darah tersebut mengalir ke arah Prilla yang terlihat membeku di tempatnya. Darah tersebut mulai menyentuh kaki Prilla yang berada tepat didepan tubuh yang terlihat tergeletak. Prilla dapat merasakan darah yang terasa hangat tersebut menyentuh lututnya. Namun tubuhnya sama sekali tidak dapat ia gerakkan.

"P-pril... i-itu.."

***

Bersambung...

Hayo darah siapa itu?

SEMBUNYIWhere stories live. Discover now