10| pisau

206 40 1
                                    

⚠️PERINGATAN⚠️
Chapter ini berisi konten sensitif yang mungkin mengganggu bagi beberapa pembaca.

***

"P-pril...i-itu.."

Nara membeku ditempatnya berdiri. Ia bahkan tidak bisa mengucapkan sesuatu dengan lancar. Namun dengan mengumpulkan semua keberaniannya, ia berjalan mendekat. Lalu disorotnya tubuh yang tergeletak tersebut menggunakan senter.

Benar saja. Nara tidak salah lihat. Ia benar-benar melihat...

Carly.

Tubuh yang tergeletak di lantai itu ialah tubuh Carly. Nara meneguk ludahnya kasar. Apa yang terjadi?

"Prill ini kenapa?!" Tanya Nara sedikit berteriak. Namun Prilla menggelengkan kepalanya tidak tahu.

Nara mendekat ke arah Carly yang tergeletak di lantai. Baju Carly yang berwarna putih sudah terlihat berganti menjadi warna merah. Darah kentalnya tidak berhenti mengalir.

Mata Nara seketika melotot ketika ia melihat Carly memegang sebuah,

Pisau?

Dengan cepat Nara mengambil pisau tersebut lalu melemparnya ke sembarang arah. Tidak. Ini tidak mungkin. Carly tidak mungkin melakukan ini dengan sengaja. Ada hal yang janggal.

Saat ini Nara tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa dirinya sangat takut. Namun ia tidak bisa diam saja. Dicarinya sumber darah tersebut mengalir. Dan ternyata darah tersebut berasal dari perut Carly. Lalu dengan segala keberaniannya yang tersisa, ia menutup luka tersebut menggunakan telapak tangannya. Mencoba agar darah tersebut berhenti mengalir.

"Prill cepet panggil yang lain!" Teriak Nara. Tetapi tetap saja Prilla sama sekali tidak menggerakan tubuhnya.

Nara meringis, ia sangat ingin marah namun ia rasa sekarang bukan waktu yang tepat.

Tubuh Carly tiba-tiba bergerak. Membuat Nara tersentak kaget.

"Car?? Nafas car, pelan-pelan." Ucap Nara. Ia mencoba membuat Carly tetap terjaga. Carly membuka bibirnya. Mencoba mengatakan sesuatu. Namun sia-sia karena bibirnya sama sekali tidak mengeluarkan satupun perkataan.

Carly terbatuk dan gumpalan darah terlihat keluar dari mulutnya.

"Eh ada apa ni--" sahutan tiba-tiba terdengar. Nara dan Prilla sontak menengok ke sumber suara dan menemukan Jihan berjalan mendekat ke arah mereka. Disusul dengan Teresa di belakangnya.

"CARLY KENAPA?!" Teriak Jihan histeris. Handphonenya yang tadi ia pakai merekam langsung terlepas begitu saja. Untung saja handphonenya menggantung pada tali di lehernya.

Teresa terlihat sama terkejutnya. Ia langsung berlari kecil menuju tempat terbaringnya Carly.

Berbeda dengan Jihan yang langsung menjauh. Lalu tanpa aba-aba, ia terlihat memuntahkan semua isi perutnya. Jihan benci darah.

"CEPET BANTUIN ANGKAT CARLY. KITA HARUS BAWA DIA KE RUMAH SAKIT!" Teriak Nara. Teresa mengangguk. Namun tetap saja mereka tidak bisa mengangkat tubuh Carly jika hanya berdua.

"PRILLA!" Seru Nara. Prilla tersentak dan langsung menengok ke arah Nara dan Teresa yang mencoba mengangkat tubuh Carly. Pandangan mata Prilla terlihat kosong. Sepertinya Prilla terkena serangan psikis.

"JIHAN SINI TOLONGIN!" Nara kembali berteriak. Akhirnya dengan berat hati Jihan bergerak membantu Nara dan Teresa mengangkat tubuh Carly.

Dengan tergopoh-gopoh, Nara, Teresa, dan Jihan mengangkat tubuh Carly untuk keluar dari gedung tersebut. Sedangkan Prilla hanya terlihat memperhatikan dan mengikuti dari belakang.

"Kenapa bisa begini?" Tanya Teresa disela-sela langkah mereka.

Nara menggeleng tidak tahu. Semuanya tiba-tiba terjadi begitu saja. Bahkan hingga sekarang ia masih tidak mengerti mengapa ini semua terjadi.

Begitu juga dengan yang lain. Mereka masih tampak memahami kejadian ini. Tidak ada yang tahu mengapa semua ini bisa terjadi.

Mereka akhirnya sampai di mobil Nara dan akhirnya bergerak meninggalakan pabrik tua tersebut.

Nara tidak perduli lagi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Hanya ada satu hal yang berada di otaknya saat ini.

Carly harus selamat.

***

Bersambung...

SEMBUNYIWhere stories live. Discover now