5| keberanian

233 49 4
                                    

"Gue boleh minta tolong?"

Teresa terlihat diam. Beberapa saat kemudian dia menjawab, "Bo-boleh." Jawabnya dengan terbata-bata.

"Mintain nomor Kak Genta, Ya?" Pinta Prilla. Prilla mengedipkan kedua matanya berkali-kali. Mencoba membuat Teresa mau melakukan permintaannya.

"Duh, minta sendiri kali Prill, masa nyuruh Teresa. Yang ada dia gemeter duluan sebelum sampe sana," Sahut Carly sambil terkekeh.

Diantara mereka berlima, Teresa memang cenderung lebih pendiam dan tak banyak bicaara. Dia lebih banyak mengikuti apa kata temannya yang lain. Berbeda jauh dengan Nara yang terlihat bossy dan ditakuti.

"Teresa mau kok. Yakan?"

"Eum... Aku--"

Belum sempat Teresa menyelesaikan perkataannya, Prilla langsung membawanya bangkit lalu menuju pintu kamar Jihan. Dia menurunkan kenop pintu lalu mendorong Teresa keluar dari kamar Jihan. Teresa terlihat hanya menurut. Prilla menyerahkan handphonenya ke Teresa.

"Tolong ya Ter,"

Prilla terlihat menutup pintu kamar Jihan. Dia tidak memberikan celah sama sekali kepada Teresa untuk berbicara.

"Wah itu sih namanya pemaksaan." Sahut Jihan.

"Ih gue gak berani minta sendiri! Teresa pasti berani!" Seru Prilla.

"Teresa gak bakalan dapet nomornya." Nara ikutan menyahut.

"Berdoa aja deh semoga dapet." Prilla terlihat menyatukan kedua tanganya lalu menutup matanya.

Sedangkan, Teresa masih berada di depan pintu. Dia terlihat membeku di tempatnya. Tidak tahu harus berbuat apa. Tangan kirinya terlihat mengenggam ponsel Prilla.

Teresa tidak berani.

Namun deengan mengumpulkan semua keberaniannya, Teresa mulai melangkah menuju tangga. Eza -kakaknya Jihan- pasti berada di lantai satu. Setelah sampai di bawah. Teresa mulai melihat ke sekeliling. Eza dan teman-temannya ternyata masih berada di halaman rumah Jihan. Ia meneguk ludahnya pelan lalu menarik nafasnya panjang.

Teresa terlihat mulai berjalan mendekat ke arah Eza dan teman-temannya yang terlihat enam orang.

Teresa berhenti tepat di depan Genta. Mereka bertujuh yang tadinya sedang berbincangpun seketika diam. Mata mereka tertuju ke arah Teresa yang terlihat menundukkan kepalanya.

"K-kak m-minta nomor handphone." Kata Teresa sambil menyerahkan handphone Prilla kepada Genta yang kini berada tepat di hadapannya. Teresa mendundukan kepalanya lalu menutup matanya rapat-rapat.

"Woaaahhhh!" Eza yang melihat kejadian itu seketika bertepuk tangan dengan meriah. Dia merasa takjub dengan keberanian gadis di depan mereka ini. Beberapa temannya yang lain juga terlihat mulai menyoraki.

Bebeda dengan reaksi Eza dan kelima temannya yang lain, Genta malah memandang ke arah Teresa dengan tatapan jijik. Dia menyipitkan mata melihat gadis yang berada didepannya saat ini. Gadis dengan rambut diikat dua dan jaket bewarna coklat.

Genta maju selangkah. Tangannya bergerak menyentuh dagu Teresa lalu mengangkat wajah gadis itu yang terus menunduk. Membawa wajah Teresa untuk melihat ke arahnya.

"Sikat Ta!" Salah satu lelaki terlihat menyahut.

"Sebelum kesini lo ngaca dulu ngga? Kok pede banget?" Ucap Genta lalu tersenyum miring kepada Teresa. Mata Teresa langsung terlihat mulai berkaca-kaca mendengar ucapan Genta.

"Wah hahahahaha."

"Hahahahahaha."

"WADUH TERTOLAK NIH!" Lelaki dengan jaket boomber hitam terlihat tertawa.

Tangan Teresa bergetar. Dia mengigit bibir bawahnya kencang. Mencoba menahan dirinya agar tidak menangis. Ucapan Genta barusan sangat keterlaluan. Teresa mencengkram handphone Prilla dengan sekuat tenaga. Lalu berbalik badan dan berlari menuju tangga. Menghiraukan Eza dan teman-temannya yang terlihat menertawakan dirinya.

Teresa membuka pintu kamar Jihan dengan tergesa. Keempat temannya yang sedang menertawakan sesuatu langsung melihat ke arahnya.

Mata Prilla seketika berbinar melihat kedatangan Teresa. Dengan cepat ia berlari kecil ke arah Teresa.

"Gimana? Dapet ngga?" Tanya Prilla langsung.

Teresa menggelengkan kepalanya. Seketika Prilla langsung mendesah kecewa dan menekuk bibirnya.

"It's okay deh. Makasih Tereeeesaa!" Prilla memeluk tubuh Teresa.

"Gue bilang juga apa." Sahut Nara.

Jihan melirik ke arah Teresa dengan tatapan iba. "Eza ngeledekin lo ya?" Tanya Jihan.

Namun Teresa langsung menggelengkan kepalanya.

"Lo diapain sama mereka Ter?" Tanya Carly.

Teresa mulai memandangi wajah sahabatnya satu-satu. Mereka semua terlihat khawatir. Teresa terlihat melengkungkan senyumnya. "Gak papa."

***

Bersambung...

SEMBUNYITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang