DUA PULUH SATU

412 67 14
                                    

"Kak, mau ke mana nih?" tanya Lita dari bangku samping kemudi. 

"Ke rumah gue dulu ambil motor. Males pake mobil, dimana-mana macet." 

"Ke rumah Kak Daffa?" 

"Bukan. Rumah orang tua gue." Terlihat cengiran Daffa dari balik kemudi. 

Lita sebenarnya masih belum bisa menebak Daffa mau mengajaknya ke mana setelah menukar mobil dengan motor tadi. Namun, di pikiran Lita sekarang sedang membayangkan seperti apa rumah Daffa dan penghuni yang ada disana. Kalau ketika k erumah Kay ia harus dikejutkan dengan rumah megah berlantai tiga dan tentunya Kim yang bisa membuat lutut Lita lemas seketika, bagaimana dengan rumah Daffa? 

"Ngg... Arcalita, pokoknya apapun nanti yang lo denger dari makhluk di dalem sini anggep aja kemoceng yang lagi ngomong," kata Daffa saat mereka sudah berada di depan pintu kayu jati rumahnya. 

Baru Lita mau bertanya kenapa, suara kunci diputar terdengar dan pintu jati besar itu terbuka. Seorang perempuan cantik membuka pintu. Rambutnya panjang bergelombang halus dan matanya persis seperti milik Daffa, seolah mata itu tersenyum seperti bibirnya yang saat ini tersenyum manis begitu melihat Lita. Tapi, bibir yang mengukir senyum itu berubah mengerucut saat melihat Daffa. 

"Lain kali ke sekolah jangan bawa mobil gue." Perempuan cantik itu langsung ngomel sama Daffa. 

"Pinjem sebentaran doang, mobil gue kan lagi di bengkel." Daffa memberikan kunci mobil pada perempuan muda di depannya. 

"Eh hai, aku Kara. Kamu?" Perempuan cantik itu mengulurkan tangannya pada Lita. 

"Lita." Lita membalas uluran tangan itu dan tersenyum. 

"Pacarnya Daffa? Aku kakaknya Daffa." 

"Aku..." 

"Apa?! Kak Daffa punya pacar?" Suara lainnya terdengar dari dalam rumah, dan kemudian muncul perempuan cantik lainnya di sebelah Kara. Rambutnya yang sangat pendek justru membuat perempuan yang sepertinya seumuran Erin terlihat sangat menggemaskan. 

"Ini pacar Kak Daffa? Aduh, kasian banget pasti kakak ini dipelet deh sama Kak Daffa." Gadis berambut pendek itu memandang Lita dengan tatapan berduka. 

"Yee, pada nggak sopan sama tamu." Daffa mengacak-acak rambut pendek gadis itu yang diikuti tawa. Mereka mirip sekali. 

"Ini Arina, adik gue. Seumuran sama Erin loh, Arcalita." Daffa mendorong pelan tubuh adiknya yang langsung senyum lebar pada Lita. 

"Halo Kak Arcalita, aku Arina. Adik Kak Daffa yang paling cantik dan lucu." Arina mengulurkan tangannya penuh semangat. 

Lita tertawa pelan dan membalas uluran tangan Arina, sikapnya mirip sama Daffa yang suka bercanda. "Halo Arina. Salam kenal ya... namaku Lita, bukan Arcalita." 

"Iya, lo jangan panggil dia Arcalita juga. Itu panggilan khusus dari gue buat dia." 

"Cieeee udah punya panggilan sayang segala." Arina menggoda Daffa dan Lita. 

"Elo keterlaluan, Fa, punya pacarnya pasti udah lama, 'kan? Baru dikenalin sama kita." Kara protes. 

"Bawel ah, gue balik sebentar mau ambil motor. Lagian Arcalita belum jadi pacar gue." Daffa ngeloyor masuk ke garasi mengambil motor, meninggalkan Lita yang terus-terusan dipandangi oleh Kara dan Arina yang senyum-senyum mencurigakan.

 
*

"Ayo naik," ujar Daffa dari balik helm full face hitam yang menyisakan sepasang mata yang selalu terlihat tersenyum itu. 

Almost Paradise [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang