40. Kita, Kota

4.7K 678 494
                                    

40 | Kita, Kota
.
.
.
.

"U-udah gelap, gue mau balik."

Pasca Sarah mengatakan itu, Sarah langsung melemparkan pandangan ke arah Alfan yang ternyata tengah memandanginya juga dengan tatapan menilai.

Alfan bagaimana sih? Harusnya saat ini Sarah yang menatapnya dengan tatapan menilai. Tapi keadaanya justru terbalik. Pria itu sengaja menilainya dengan menebak-nebak ekspresi Sarah. Yang jelas Sarah mati-matian memasang wajah sedatar mungkin.

"Gimana suara gue?" Tanya Alfan.

"Hm." Jawab Sarah singkat sambil mengangkat kedua bahu.

Alfan berbalik lalu berjalan melewati Sarah tanpa bicara apapun. Hal itu membuat Sarah melempar tatapan tajam ke arah punggung Alfan yang menjauh. Bisa-bisanya pria itu bersikap santai setelah memporak porandakan hatinya.

Tanpa diketahui Sarah, justru Alfan tengah mendengus kasar. Apa-apaan?! Bukankah Sarah habis menatapnya sampai-sampai bola matanya itu hendak keluar? Alfan juga melihat ekspresi Sarah yang terkesan melihatnya bernyanyi. Dan sekarang jawaban Sarah bisa sesantai itu? Seolah lagu yang baru saja Alfan nyanyikan tidak mengusiknya sama sekali.

Baru kali Alfan mendapatkan penghinaan terhadap suara emasnya. Dan yang paling membuatnya kesal adalah kenyataan jika kebodohan Sarah tak mampu menangkap kode darinya.

apa masih kurang jelas ya?

Alfan mengehela napas kesal lalu bergerak menyimpan gitar yang sebenarnya hasil pinjaman anak tarka untuk dipakai latihan. Tak sampai di situ, pria itu dengan watados melengos meninggalkan Sarah sendirian. Sontak Sarah berteriak panik sambil mengejarnya.

"Eh tungguin gue!" Sarah mengejar Alfan sampai keluar ruangan. Melihat Alfan tak menggubris rengekannya, Sarah semakin mempercepat langkahnya. Langkah kakinya yang kecil jelas harus lebih ekstra mengejar langkah Alfan yang besar-besar, meski pria itu terlihat berjalan santai.

Dasar cowok gila! Meski hari sudah gelap bisa-bisanya cowok itu tega meninggalkan Sarah di tengah jalan yang diapit pepohonan. Jika bukan karena takut gelap, tak mungkin Sarah berani merengek-rengek meminta Alfan memelankan langkahnya.

Sarah berlari sambil merutuk melihat Alfan terus berjalan dan bersikap cuek padanya tanpa tahu bahwa diam-diam cowok itu menahan senyum. Sarah mempercepat larinya lalu menarik ujung almamater Alfan hingga melorot sampai ke bahu.

"Tungguin ih. Tega banget lo."

Alfan melirik sekilas lalu kembali berjalan dengan ujung almamater yang di cengkeram Sarah. "Kaki lo kependekan jadi enggak bisa nyamain gue. Padahal durasi jalan gue udah paling lambat."

"Ih rese lo!" Sarah mendelik. Mengekori Alfan dengan tangan tak lepas menggenggam ujung almet. "Padahal kalo sama orang lain engga sejutek ini." Ucapnya tanpa sadar.

"Hah?" Celetukannya itu berhasil menarik tatapan Alfan ke arahnya. Sontak langkah Alfan terhenti, terpaksa Sarah ikut menghentikan langkahnya.

Menyadari ada yang salah dengan kata-katanya, Sarah refleks melepas cengkeraman almet Alfan sambil membuang muka.

"Lo mau diperlakukan sama seperti perlakuan gue ke orang lain?" Alfan sengaja mencari celah untuk menembus tatapan Sarah, tapi gadis itu terus saja menghindari tatapannya.

"Lo enggak nyadar kenapa gue enggak bisa memperlakukan lo sama seperti mereka?"

Sarah mendongak mendapati Alfan tengah menatapnya tanpa ekspresi. "Hah maksudnya?"

PETRICHOR [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang