2. Ceroboh

15.3K 1.6K 1.1K
                                    

2| Ceroboh
.
.
.
.
.

"Haha kocak lo, Sar. Ada ya cowok yang nyolot gara-gara dipanggil mas? Gue jadi kepengen ngomong boy, lo gapapa kan?" Ucapan Fia membuat Sarah memutar bola matanya jijik. Sejak Sarah menceritakan tentang kesialannya di bus, Fia tak henti-hentinya tertawa. Dan itu membuat Sarah semakin keki.

"Kalo lo ketemu sama dia, gue jamin lo bakal sama jijiknya kaya gue. Gue ga ngerti sama tuh cowok. Ga pernah diajarin tata krama sama berperilaku di tempat umum kayanya. " Oceh Sarah.

Memasuki pelataran kampus, kedua gadis itu segera berjalan menuju area fakultas SAINTEK (Sains dan Teknologi). Fia lagi-lagi menatap wajah sahabatnya yang terlihat seperti ingin mencekik manusia. "Itu muka ga bisa santai? Gue baru liat lo sebenci ini sama orang. Biasanya kan lo cuek kaya patung manequin."

Sarah terdiam. Ia memutuskan melanjutkan langkahnya dengan mulut terbungkam. Kali ini perpustakaan menjadi tempat pilihan Sarah sambil menunggu mata kuliah selanjutnya. Ia terlalu malas jika harus mengikuti orang lain yang lebih memilih pulang ke indekos atau hang-out ke mall walau sekedar window shopping.

Bagi Sarah setiap jam yang ia lewati terlalu berharga untuk dipakai berleha-leha. Sarah lebih memilih menyelesaikan tugas kuliah dibandingkan membuang-buang energi untuk hal yang tidak menunjang masa depannya. Meski Sarah terlihat seperti seorang yang cuek, serampangan, dan antisosial, namun jauh di dalam dirinya Sarah adalah seseorang yang visioner.

Untungnya ia memiliki sahabat yang bisa menerima pemikiran gilanya. Fia juga tidak seperti teman-teman lain yang hidupnya hanya dipenuhi oleh skincare dan impian nikah muda. Sarah dan Fia memiliki prinsip hidup yang sama. Yaitu sehari menunda tugas, sama dengan sehari menunda wisuda. Dan sehari menunda wisuda, sama dengan sehari menunda hari pernikahan. Mungkin kemiripan inilah yang membuat kedua gadis itu langsung cocok sejak pertama kali bertemu.

"Gue mau balikin buku dulu ya. " Setelah sampai di meja administrasi perpus, Sarah mengeluarkan beberapa buku yang ia pinjam untuk dikembalikan.

"Maba ya? Semester satu disebelah sana." ucap penjaga perpustakaan sambil menunjuk meja administrasi khusus mahasiswa baru yang belum memiliki kartu anggota perpus.

Fia yang mendengar hal itu buru-buru menghampiri penjaga perpus sebelum Sarah kembali mengamuk. "Semester lima, pak."

"Oalah saya kira maba, abis badannya masih imut-imut."

Sarah hanya menatap lelah. Kehilangan selera untuk mengomeli penjaga perpus yang sering lupa namanya. Padahal ia cukup sering mengunjungi perpustakaan tapi tetap saja ia tidak dikenali. Wajar kali ya, mahasiswa yang sering ke perpus kan bukan gue doang, Pikirnya.

Dirinya memang tidak populer. Wajar saja jika banyak yang tidak mengenalinya. Bukannya Sarah tidak suka bergaul dan mencari relasi, hanya saja ia lebih suka menyibukkan diri dibanding melakukan aktivitas sosial. Sarah hanya ingin fokus mengejar impiannya sehingga orang-orang memandang bahwa Sarah membatasi lingkar pertemanannya.

Itulah sebabnya tidak banyak mahasiswa yang mengenal nama Sarah Alleigra, mahasiswa semester lima fakultas SAINTEK jurusan matematika. Lagipula ia bukan artis dan bukan pula aktivis yang sering digandrungi banyak mahasiswa terutama MABA (mahasiswa baru). Sarah lebih memilih bekerja part time dari pada sibuk mengurus organisasi. Sarah yang tidak suka dirinya jadi sorotan, semakin membuatnya kurang terkenal di kalangan kampus.

"Tuh ada bangku kosong. Kita duduk di sana aja. Tapi gue mau cari buku dulu." Tunjuk Sarah yang diikuti Fia. Setelah mendaratkan tubuh di atas kursi Fia segera membuka ponsel. Sedangkan Sarah meninggalkan meja menuju rak buku yang diincarnya.

PETRICHOR [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang