• 1 ; Akhir Menuju Awal •

1K 213 170
                                    


     IRIS mengerjapkan matanya untuk yang ke sekian kali, menatap ke arah jam dinding yang terasa sangat lama untuk bergulir menuju pagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     IRIS mengerjapkan matanya untuk yang ke sekian kali, menatap ke arah jam dinding yang terasa sangat lama untuk bergulir menuju pagi. Rasanya, kebahagiaan telah lama hirap dalam hidupnya, buana yang seharuanya berisi dengan canda tawa, kini hanya tersisa sunyi dan sepi.

Terhitung sudah tiga tahun terakhir, peringatan hari kelahirannya hanya ditemani dengan semilir angin juga kesendirian, tidak ada lagi ucapan selamat, kejutan, maupun ungkapan penuh kasih yang dilontarkan oleh orang terdekatnya, ya, kecuali satu orang.

Hari ini, tepat di umurnya yang ke delapan belas, Iris akan mengambil keputusan besar. Mungkin akan terdengar sepele maupun kekanak-kanakan, tapi Iris merasa harus mencari kebahagiaan, tanpa ada tekananan. Karena itulah, Iris duduk di ruang kerja ayahnya sekarang, lebih tepatnya 2 jam yang lalu dia telah menunggu.

"Iris? Nak, kamu belum tidur?" Bersamaan dengan pintu ruangan yang terbuka, sosok lelali paruh baya yang terlihat sekali gurat lelahnya itu mendekat pada Iris. Arjune Rahdian---yang barusaja pulang ketika jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari.

Iris mengulum senyumnya, melihat Arjune yang begitu bekerja keras untuk membiayai banyak kebutuhan, membuat Iris tak tega. Sebenarnya pengeluaran mereka tidak banyak, tetapi semenjak ada dua anggota baru yang hadir, membuat pengeluaran semakin membengkak. Bisa dibilang gaya hidup Mama Anne dan Mauren begitu mewah, menutup mata pada Arjune yang kepayahan bekerja dari pagi hingga pagi.

"Pa, akan kubuatkan teh untuk Papa. Seharusnya Papa jangam pulang pagi begini, itu tidak baik untuk kesehatan."

Arjune memaksakan senyumnya, merasa begitu bersalah karena telah mengabaikan putrinya beberapa saat terakhir ini. Arjune pikir, dengan adanya sosok Ibu pengganti untuk Iris, putrinya itu akan bahagia dan tidak lagi merasa kesepian. Namun, semua hal telah menjadi kebalikan dari angan-angannya. Arjune dengan cepat mengerti, tidak ada binaran di wajah putrinya, sinar itu telah meredup dengan kekosongan.


"Pa, ayo, aku akan menghangatkan makanannya. Papa pasti belum makan, apa hari ini banyak operasi?"

"Papa sudah makan tadi di kantin. Kamu kenapa belum tidur? Mimpi buruk lagi, kali ini apa yang kamu mimpikan?"

Iris menggelengkan kepalanya, menuntun sang Papa agar duduk di sofa panjang dekat jendela. Sisa waktu menuju matahari terbit, akan menjadi perbincangan mereka. "Aku tidak lagi bermimpi, terakhir kali kulihat jika sosok itu berjalan dengan tenang, digandeng dengan sosok perempuan bergaun yang cantik."

"Oh ya, apakah kamu bisa melihat seperti apa wajah mereka?"

"Tidak, itu hanya terlihat samar dan buram." Iris bergumam pelan, "tapi aku yakin sekali, kisah itu berakhir dengan baik. Si lelaki tidak pagi meraung ketika tangannya digandeng dengan perempuan itu." Wajah gadis itu sedikit berseri, menularkan sanyumannya pada Arjune.

Iris De CaelumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang