Obat penyejuk

1.8K 300 90
                                    

Jam 07:30 Elin pulang dari pasar membawa banyak sekali belanjaan, sempat diingat tadi ia berpapasan dengan Ganes teman masa kecilnya.

Pertama kali mereka bertemu adalah di Festival Ramadhan saat Elin berusia 10 tahun dan Ganes berusia 11 tahun, yang masih diingat adalah dulu Elin sangat membenci Ganes karena laki-laki itu sangat terlihat mencolok, semua wanita menyebutkan sebagai 'cowo galak'.

Lucu ya jika seorang laki-laki dibilang galak hanya karena tidak pernah tersenyum, ia juga usil. Mungkin banyak anak perempuan yang jatuh hati padanya.

Terkecuali Elin, dia begitu muak mendengar ocehan para anak perempuan yang terus. Dulu Elin selalu berdoa agar tidak pernah bertemu lagi dengannya. Tetapi Tuhan tidak menghendaki, mereka sering bertemu saat penampilan Elin yang biasa saja.

Sifat tersembunyi yang dimiliki laki-laki itu adalah ia sangat mudah akrab dengan anak kecil, wanita mana sih yang gak akan terpesona dengan laki-laki seperti itu?
Wajahnya saja yang terlihat seperti singa, tetapi hatinya seperti kucing.

Elin sampai dirumahnya, tetapi ia tidak langsung masuk karena tidak terlihat Papa dan Mama yang biasanya menunggu didepan rumah. Terdengar dari ruang tengah, mereka sedang mengobrol dengan begitu serius. Mama sedang memandangi bingkai foto, sementara Papa hanya duduk sambil menonton televisi.

"Seandainya kamu dulu ikutin saran aku, mungkin dia gak akan lahir!" ucap Mama yang masih memandangi bingkai foto.

"Kamu ngomong apa sih? Anak itu anugrah!" kata Papa dengan nada bicara cukup keras.

"Anugrah? Apa keuntungannya dia lahir? Yang ada cuma bikin susah aja!" Mama menunjuk ke arah bingkai foto. "Kita disitu cuma pura-pura aja! Buat apa sih? Buat dia kan?" sambungnya lagi.

Papa masih sangat sabar menghadapi Mama, mereka tidak sadar Elin sudah pulang dari tadi tetapi Elin hanya menunggu didepan sampai perdebatan selesai. Seorang anak perempuan lewat didepan rumahnya bersama anggota keluarganya, mereka sedang lari pagi bersama. Keluarga itu terlihat sangat harmonis, adik dan kakak itu sangat akrab, mereka tertawa bersama sambil menikmati pagi yang cerah.

Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan keluarga Elin, mungkin setiap dia tidak ada dirumah Papa dan Mama akan selalu ribut. Sama sekali tidak ada keharmonisan, tetapi menurut Elin orang tuanya sangat hebat. Apakah semua orang dewasa pandai berpura-pura? Mereka seolah masih sayang, padahal sama sekali tidak ada rasa cinta. Untuk apa dipertahankan jika hanya menyisakan luka? Bukan kah laki-laki atau perempuan itu sama saja?

Setiap keluarga memiliki masalahnya masing-masing, pasti ada cara untuk menyelesaikannya. Entah itu bicara baik-baik atau harus berakhir di pengadilan. Tetap saja anak adalah korban, apapun alasannya anak adalah titipan yang harus dijaga.

"Dia siapa maksud kamu? Itu anak kita!" Papa membanting remot TV yang seketika membuat Elin panik, tapi belum saatnya dia untuk masuk kedalam.

"Kita? Aku gak minta punya anak perempuan lagi! Jadi buat apa?" Mama masih bersikeras dengan pendiriannya untuk memiliki anak laki-laki.

Papa tidak merespon semua omong kosong itu, ia segera membersihkan pecahan remot TV.
Elin yang merasa perdebatan itu telah berakhir mencoba pelan-pelan untuk masuk.

Ia berteriak seolah baru saja tiba dirumah, Mama yang menyambut dengan pelukan hangat, tidak ada sedikitpun kebencian dihati Mama kepada Elin. Ia hanya kecewa kenapa dahulu bayi yang lahir harus berkelamin perempuan.

Elin membalas pelukan hangat tersebut, ia mengembalikan uang belanjaan dan segera masuk kamar. Hatinya sangat hancur mendengar percakapan tadi.




Dan kenyataannya kebahagiaan itu adalah hal yang paling sulit untuk dicari.




KEMBALI SMP (END)Where stories live. Discover now