percaya takdir

571 64 7
                                    

Meskipun kamu sudah terlalu jauh melangkah, jika setiap langkah yang kamu ambil itu salah. Percayalah, aku adalah orang pertama yang akan membawamu kembali ke arah yang bener. Aku tak peduli dengan siapa kamu memulai sebuah cerita, karena sejak awal aku ingin menjadi penutup dari ceritamu.
Cerita kita berdua.


Ini adalah hari dimana Elin mulai merasa tenang. Sudah seminggu, dirumahnya selalu ada orang yang datang. Bersama-sama membaca Yasin untuk mama. Sehabis sholat Maghrib, Rion pasti menjadi orang pertama yang datang. Tanpa tangan kosong. Lelaki itu membawa buah tangan dan sudah pasti menawarkan bantuan.

"Udah Ion. Makasih banget loh setiap hari kamu selalu datang ke rumahku. Jujur kalau gak ada kamu, aku bingung banget harus ngapain. Sekali lagi makasih!" kata Elin padanya.

"Kamu selalu bilang 'terima kasih' terus ke aku. Jadinya aku harus jawab 'sama-sama' untuk kamu. Oh itu di depan orang-orang udah mulai datang. Aku bantu kamu ngeluarin makanan ya? Kamu bawa yang ringan aja," jawab lelaki itu.

Hampir sebagian orang mengira jika mereka memiliki hubungan spesial. Kenyataan tidak. Mereka sangat serasi, keduanya kompak. Membawa piringan berisi bolu dan juga buah-buahan. Karena Rion adalah laki-laki, dia harus menyambut kedatangan orang-orang. Bersama dengan papanya Elin.

"Terima kasih aa-bapak semua yang sudah berkenan hadir. Saya harap Allah memperluas pahala kita semua." kata Rion untuk menutup tahlilan.

"Bapak-bapak semua, terima kasih banyak sudah berkenan hadir. Nak Rion, boleh bantu untuk mengeluarkan nasi kotak?" tanya papa.

Lelaki itu langsung bergegas ke kebelakang. Satu persatu nasi kotak ia keluarkan. Sementara Elin mereka tidak berguna, tanpa mendapat perintah. Ia melakukan hal yang sama seperti Rion.

"Udah gak usah, itu berat."

"Ini kan cuma nasi kotak, gapapa dong. Aku gak mau ngerepotin kamu terus. Boleh ya?"

"Hm, boleh. Kamu kasih aja ke aku. Nanti aku yang kasih ke bapak-bapak yang lain. Jangan nolak kalau temen kamu menawarkan kebaikan."

Kebaikan? Apa sesuatu hal yang tepat apa di depan matanya ini kebaikan? Elin hanya bisa menurut. Sejujurnya ia kerepotan jika Rion tidak datang ke rumahnya. Karena kak Dhiva tidak bisa setiap hari ada.

"Alhamdulillah selesai juga, Rion kamu lapar gak? Mau makan? Kebetulan ini ada yang lebih. Kamu bawa pulang ya? Untuk mama kamu." Elin berkata sambil menuangkan secangkir teh manis hangat.

"Ini apa gak kebanyakan? Aduh, aku gak bisa nolak. Terima kasih banyak ya. Oh iya aku boleh nanya sesuatu gak sama kamu?" tanya Rion padanya.

"Boleh, mau nanya apa?" jawab Elin.

Rion mengecek ponselnya.

"Kamu pulang ke Jogja kapan?" tanya Rion.

"Dua hari lagi aku pulang," Elin menjawab dengan singkat.

"Besok kita jalan-jalan ya, nanti aku izin sama papa kamu. Gak boleh nolak," kata Rion.

"HAH? Kamu serius? Kamu dan aku aja? Yang lain gimana?" tanya Elin.

Rion menghela nafas.

"Iya, cuma kita. Kalau udah takdir pasti yang lain aku ajak juga."

Jantung Elin sama sekai tidak aman, entah mengapa meskipun Rion sudah berhenti berbicara tetap saja suaranya bergema di telinganya.

"Takdir? Ada apa dengan takdir?" tanya Elin.

"Jangan terlalu dipikirin. Aku pulang dulu ya, kasian mama nunggu aku dirumah. Kalau mau curhat nanti malam aja, di sepertiga malam. Rasanya enak banget. Cobain ya, besok aku jemput sekitar jam 9 pagi ya. Assalamualaikum," ucap Rion.

KEMBALI SMP (END)Where stories live. Discover now