Mengulang

881 74 11
                                    

Keesokan harinya Elin terburu-buru menyiapkan kegiatan paginya, meskipun masih sedikit mengantuk karena semalem ia harus lembur. Mata berkunang-kunang saat Elin berjalan menuju gerbang depan. Seperti ada yang asing, pagi ini Bian sama sekali tidak ada kabar. Mungkin Bian sedikit kelelahan, tetap positif thinking. Elin berangkat dengan ojek online, bawaan pagi ini lebih merepotkan. Diluar dugaan ternyata tugas yang ia pikir akan dikumpulkan minggu depan ternyata nanti malam adalah batas waktunya.

Perempuan itu mencari keberadaan Bian yang sudah pasti ada di kantin, sedang main hp ditemani segelas kopi.

"Hai, kamu lagi kecapean ya? Pasti belum sarapan, nih aku bawain nasi goreng kesukaan kamu."

Bekal lucu yang sudah ia siapkan dari shubuh. Lelaki itu tak menghiraukan lawan bicaranya, ia masih asik bermain dengan ponselnya.

"Eh, iya. Kamu tadi ngomong apa? Aku gak denger," tanya Bian.

"Aku bawain kamu nasi goreng, kamu pasti lagi kecapean banget makanya gak konsen. Dari tadi aku panggil kamu gak nyaut," ucap Elin.

"Hah? Nasi goreng lagi? Aku gak bisa makan masakan kamu, aku udah sarapan duluan. Bosen makan nasi goreng terus, rasanya juga kurang enak. Beda gak kaya beli, agak sedikit aneh gitu loh, sayang gak masalah kan aku sarapan duluan tadi?" tanya Bian menolak pemberian Elin.

Usahanya ternyata sia-sia. Elin sedih dan bingung harus diapakan nasi goreng buatannya. Habisa juga waktu dan tenaga, kini Elin menjadi sangat bete.

"Terus ini harus aku apain? Gak mungkin aku makan dua kotak, maaf ya aku masih belajar. Aku sadar kok ini rasanya emang gak enak banget. Harusnya kamu jujur dari awal kalo rasanya gak enak, jadinya aku bisa belajar buat yang lebih enak rasanya. Yaudah ini terakhir ya aku bawain kamu sarapan. Mulai besok kamu bebas mau makan apa, katanya kan bosen makan nasi goreng terus," sambung Elin mulai murung.

"Buang aja! Lagian gak bakal ada yang mau juga," batin lelaki itu. Benar saja seperti mendendengar suara hati. Elin berjalan menuju tempat sampah yang tidak jauh dari mereka. Membuang nasi goreng berserta kotak bekalnya. Kini perempuan itu tak lagi memiliki semangat.

Pagi ini Bian malas meladeni pacarnya, ia mulai kembali pada rencana awalnya.

"Yang kok kamu buang? Emang kamu udah makan?" tanya Bian seolah tidak tau.

"Iya aku buang, kata kamu kan gak enak. Takut ada yang keracunan habis makan masakan aku."

Singkat tapi sangat menyayat hati, Bian tidak pernah menyadari bahwa apa yang ia lakukan sangat menyakiti perasaan Elin. Baginya itu hanya sepele, tetapi mau sekeras apapun perempuan. Mereka tetaplah mahluk yang memiliki perasaan yang sangat lembut.

Walaupun sedang dalam keadaan marah, Elin berusaha untuk menutupinya. Bian bersikap seenaknya dengan memperlakukan pacarnya sesuka hati.

"Skripsi aku udah selesai?" celetuknya tanpa rasa bersalah.

"Kamu kira aku robot? Kamu aja baru minta kemarin ya udah jelas belum selesai dong! kalau nanya yang jelas!" kata Elin.

"Mampus gue salah ngomong." batin lelaki itu.

Berusaha menyejukkan suasanya Bian mengelus lembut pundak Elin dan mengajaknya untuk minum. Segelas es teh manis datang untuk menenagkan, meskipun kecil kemungkinan.

"Maaf ya, kayaknya aku tadi salah ngomong deh. Janji aku gak akan nanya tentang skripsi sebelum kamu ngomong duluan. Mungkin aku kecapean kali ya karena semalem harus begadang."

Sesi adu nasib akhirnya dimulai, mereka sama-sama sibuk. Namanya juga anak kuliah, pasti memiliki dunianya sendiri.

"Cape? Aku juga! Kamu kenapa sih akhir-akhir ini bikin aku kesel terus? Kalau ngomong tuh dipikir dulu! Jangan asal! Lagian kita sama-sama punya kesibukan masing-masing. Nanti pasti aku selesain kok skripsinya, kamu jangan bawel nanyain mulu!"

KEMBALI SMP (END)Where stories live. Discover now