Perjanjian untuk menjadi seimbang

1.4K 212 188
                                    

Tuhan itu kewajiban, bukan pelarian.


Bunyi lonceng gereja terdengar, Bian adalah penganut agama Kristen yang sangat taat.

Judi dan minum sudah menjadi makanan sehari-hari, dikala waktu senggang terkadang Bian menjadi peserta wajib di kompetisi balap liar yang ada setiap 1 tahun sekali.

Tidak tanggung-tanggung, hadiah yang ditawarkan sebesar Rp 1.000.000
mahasiswa mana yang tidak akan tergiur akan hadiah sebesar itu? Pastinya bisa mencukupi untuk sekedar makan dan uang jajan.

Seperti takdir, Tuhan tidak pernah membiarkannya sakit ataupun terluka. Nilainya tidak pernah turun, menjadi salah satu yang paling berprestasi di kampus, namanya dikenal baik oleh para dosen.

Tapi itu dulu saat ia masih menjadi Maba, karena otaknya terus berfikir bagaimana cara untuk mendapatkan uang. Meskipun orang tuanya kaya raya, Bian enggan untuk bekerja karena merasa gengsi. Anak seorang pengusaha harus menjadi bawahan, seharusnya ia yang menjadi atasan.

Dengan kebutuhan yang semakin hari membengkak, Bian selalu mendapat jatah uang saku setiap bulan. Sedikit irosin jika laki-laki dewasa masih menerima uang dari orang tuanya.
Mendapatkan kos-kosan rasa hotel bintang 5, setiap hari makan enak dan selalu jadi anak kesayangan para dosen.

Ospek hari ke 3, seperti biasanya datang tanpa sarapan berharap nantinya ada makanan gratis yang sudah setia menunggu. Elin dengan Hoodie merah maroon, berangkat sedikit lebih pagi untuk menghindari macet. Hari ini tidak terlalu banyak kegiatan, hanya pengenalan untuk beberapa dosen dan juga dosen pembimbing.

Lingkungan keras ini harus ditaklukkan, hari ke 4 Elin tinggal di Jogja. Tapi ada sedikit keinginan untuk mencoba banyak hal baru, mungkin harus panjat tebing sambil menutup mata atau memasak dengan 3 sendok garam.

Semua ide gila itu muncul saat Elin termenung sambil tertawa kecil, memikirkan apakah semua itu akan terjadi.

Tentu tidak! Mana ada orang yang mau menjemput ajalnya dengan panjat tebing sambil menutup mata dan harus makan masakan yang dimasak dengan 3 sendok garam, sudah pasti orang itu akan mati di tempat. Karena terharu dengan masakan yang begitu nikmat sampai lupa cara untuk bangun.

Tersadar dari mimpi gilanya, Elin tercengang mendengar percakapan beberapa dosen yang membicarakan nama yang tidak asing.

"Udah pinter, anak orang kaya lagi pak. Seneng kalo ngajarnya cepet paham juga pak," ucap dosen E.

Perhatiannya lebih tertuju pada seruan makanan gratis.

"Panganan gratis !!! "
"Panganan gratis !!! "
"Panganan gratis !!! "

Elin berada pada antrian paling pertama, dan dibelakangnya tidak ada yang mengantri selain dirinya.

"Eh 'panganan' itu apa ya? Ah bodo lah yang penting gue antri aja," ucap Elin.

Nasi kotak yang berisikan ayam kremes, sambal, tahu, tempe, sambel lengkap dengan kerupuk.

Makanan sesederhana itu menjadi anugerah yang paling disyukuri untuk hari ini.

"Maaf boleh ambil 2 gak? Aku di kos-kosan gak punya makanan," kata Elin sambil melahap makanannya.

"Mau lebih dari 2 juga boleh kok," jawabannya.

Lagi dan lagi pengenalan lingkungan kampus, kali ini harus menyiapkan lebih banyak air supaya tidak kehausan dijalan.

Elin beserta rombongan ikut berkeliling dibelakang, dosen pembimbingnya bernama Pak Setyo.

KEMBALI SMP (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang