🍒 Mantan TKW (2)

798 121 21
                                    

Ditulis olehku

Hal tersulit dalam hidup itu adalah menekankan bagaimana bisa melakukan tanpa harus merepotkan. Itu bahkan tidak mungkin karena harfiahnya manusia adalah makhluk sosial yang tentu saja harus hidup berdampingan dengan manusia-manusia lainnya. Sekuat apa pun kita, tidak akan pernah mungkin bisa hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan atau merepotkan orang lain.

Wajar, sebuah simbiosis mutualisme tercipta layaknya seorang penjual yang membutuhkan pembeli demikian juga sebaliknya. Ada hal tak kasat mata atas niat yang sampai kini masih belum tercium oleh orang yang dimaksudkan.

Nyatanya stigma masyarakat tidak jauh berbeda. Predikat negatif mantan TKW itu masih saja bertebaran. Padahal hampir sembilan bulan Alif meninggalkan desanya. Tapi tetap saja cibiran miring membuat statusnya menjadi hina dina dimata masyarakat. Yakinlah, bahwa tidak ada seorang wanita pun di dunia ini yang bercita-cita berada di posisinya. Itu bukan keinginan, tapi jalan takdir yang harus dilalui Alif dengan penuh rasa ikhlas dan pertanggungjawaban membesarkan Afra.

"Tuh lihat kelakuannya, nifas aja belum kering sudah gandeng laki-laki datang ke rumah. Gitu orang tuanya membolehkan saja. Sudah tahu janda, hamil bawaan dari luar angkasa, suami siapa lagi itu yang dibawa pulang?"

"Hush, jangan begitu bicaranya. Eh tapi iya loh ini kan belum ada sembilan bulan sudah lahiran jadi benar saja itu anak bawaan dari luar angkasa. Pantas saja Alif diceraikan sama suaminya dulu. Kelakuan emang seperti itu sih, nggak ada rasa syukur sama sekali kepada suami."

Alif memang memutuskan untuk pulang ke rumah orang tua selama cuti melahirkan Afra dan tentu saja Balfaz membersamai untuk mengantarkan. Meski Alif dan keluarga menolak, apalah daya mereka saat pagi sebelum keberangkatan Alif kembali ke kotanya bersama ayah dan ibunya, Balfaz telah bersiap mengangkat koper serta memberikan kuliah singkat tentang kesehatan bayi jika berada di angkutan umum dengan perjalanan yang lumayan jauh.

"Izinkan saya, Bapak dan Ibu untuk bisa mengantarkan Alif dan Afra hingga sampai di rumah."

"Itu sangat jauh Nak Balfaz."

"Justru karena jauh, sebagai dokter saya harus bisa memastikan kesehatan Afra. Terlebih karena saya dia terlahir ke dunia sebelum waktunya."

"Tapi apa yang telah nak Balfaz lakukan ini sudah lebih daripada cukup untuk Alif, Afra dan kami." Balfaz hanya tersenyum tanpa bermaksud menanggapi ucapan ayah Alif tapi sikapnya menunjukkan bahwa dia akan tetap mengantarkan mereka sampai di rumah dengan selamat.

Ada kalanya ketika seorang wanita menyuruhmu mundur, sesungguhnya dia ingin diperjuangkan. Setidaknya anggapan itu yang kini dipegang oleh Balfaz. Sebenarnya hal apa yang begitu mendasari Balfaz melakukan semua ini kepada Alif, atas pamrih apa? Apakah hanya karena dia seorang dokter dan memastikan kenyamanan Afra. Lalu mengapa tidak dengan pasien yang lain? Mengapa harus Alif?

Berada dalam situasi membingungkan kala menghadapi wanita. Dimana Balfaz tidak tahu apa yang harus dilakukan namun dia ingin memberikan yang terbaik. Bingung mengenai banyak hal yang selanjutnya akan dia lakukan untuk Alif, seolah begini salah dan begitu pun salah. Atau mengambil dasar prasangka bahwa sepertinya apapun yang akan dilakukannya akan menimbulkan risiko yang akan menyakiti hati, atau melukai perasaan Alif. Entah dalam diamnya, entah dalam kata-katanya, entah dalam tingkahnya yang memaksa harus berpikir lebih dalam untuk memahami. Satu hal yang pasti bagi Balfaz, wanita sesungguhnya hanya ingin dimengerti namun nyatanya, terlalu sulit bagi laki-laki untuk bisa menebak isi hatinya.

"Mas, ini terlalu istimewa." Alif berkata ketika mereka baru saja sampai di rumah dan Balfaz memilih untuk mengistirahatkan diri sebentar setelah 3 jam mengemudi.

Kumpulan CerpenΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα