🍒 Tiba-tiba, Kita?

2.3K 205 36
                                    

a stories by MarentinNiagara

_Dari hujan aku belajar bagaimana caranya menerima qodar, meskipun berkali-kali jatuh namun dia tidak sekalipun mengeluh pada takdirnya._

✏✏

Mencintai itu bukan hanya sekedar ada, merelakan dan menemani. Sama sekali bukan, mencintai itu ibarat sebuah mata pisau. Jika benar kita menggunakannya akan sangat berguna namun jika salah pisau itu bahkan bisa membuat kita terluka dan mengeluarkan darah.

Aku kembali berpikir ulang, haruskah aku melakukannya? Oughhh, mencintai dalam diam. Tidak, tidak aku bahkan tidak menginginkan itu. Cinta itu bukan untuk di pendam tetapi harus diutarakan. Bagaimana mungkin dunia bisa bersinar dengan cinta yang tidak pernah tersampai? Tidak. Aku bukanlah Ali bin Abi Thalib yang dengan bungkamnya setia untuk menelan seluruh cinta untuk Fatimah Az Zahra binti Rasulullah. Hingga akhirnya semesta berpihak kepada mereka yang menyatukan dalam payung kehalalan di bawah kepakan sayap-sayap malaikat.

Allah, aku hanya manusia biasa layaknya Ali bin Abi Thalib. Hanya saja kini aku hanya berteman dengan seluruh hadist yang di tulis sahabat nabi dan tentunya Al Qur'an sebagai pedoman hidupku. Akulah Aly Mihran Ghazzal bin Munir Azhari, bukan sahabat rasullullah langsung tapi bersahabat dengan seluruh teladannya.

Mendapat amanah menjadi seorang pemimpin di perusahaan yang telah menaungiku selama lebih dari 10 tahun aku bekerja di sana. Di rumahpun sejatinya aku juga seorang pemimpin, dunia dan akhiratku bersama perahu yang ku nahkodai yang tersebut dengan nama keluarga.

Keluarga kecilku kini tengah oleng dengan hilangnya seorang penumpang. Ya, penumpang yang menjadi separuh nafasku. Enam bulan yang lalu, Allah mencintainya lebih dari kami mencintainya di dunia ini. Istriku, pre eklamsi menjadi cerita awal hingga akhirnya Izrail menjemputnya dengan penuh cinta. Saat si bungsu masih membutuhkan asinya dan si sulung mulai tumbuh dan menginjak akil balighnya.

Ya, seperti hujan yang tidak mengeluh kepada takdirnya meski berkali-kali jatuh seperti itulah yang kini ingin kulakukan. Membesarkan dua buah hatiku tanpa dia lagi di sisiku. Allah, aku mencintainya dengan segenap jiwaku.

"Bapak, kita tinggal dengan Uti?" suara Kanaya membuyarkan lamunanku.

"Eh, iya Sayang. Sementara kita tinggal dengan Uti." jawabku.

"Lantas sekolah Kakak bagaimana, Pak?" tanyanya sekali lagi.

"Ya pindah di dekat rumah Uti. Sabar ya Nak, Bapak tidak mungkin meninggalkanmu dan Dik Oomar sendiri di rumah sementara Bapak harus bekerja."

"Kakak bisa jagain Adik." jawabnya.

"Lalu kalau Kakak sekolah Adik dengan siapa di rumah?" tanyaku.

"Ada Bi Iyem di rumah."

Kehidupan memang harus berubah 180°, tapi sepertinya sulungku masih belum bisa menyesuaikan diri dengan kehilangan ibunya yang sesungguhnya bukanlah sesuatu hal yang mendadak. Sejak aku kehilangan anak keduaku bersamaan dengan itu pula dokter memvonis pre eklamsi yang berimbas ke fungsi ginjal yang tidak bisa sempurna lagi kerjanya. Itu enam tahun yang lalu, dan entah anugerah atau memang sudah qodarullah, dua setengah tahun yang lalu dia dinyatakan mengandung kembali dan lahirlah Oomar Sharim Maqil.

"Bapak sudah memutuskan kita akan pindah ke rumah Uti dan kalian bersama Uti. Sementara Bapak bekerja."

"Baiklah." ada rasa tidak puas tapi aku tahu anakku pasti akan menurut semua kata-kataku. Allah, aku titipkan seluruh jalan hidup dan cerita kami kepadaMu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti namun yang bisa kita lakukan adalah mengusahakan yang terbaik untuk semua hal.

Kumpulan CerpenWhere stories live. Discover now