prolog: 1 menit 9 detik.

1K 89 15
                                    

Perempuan dengan rambut sebahu dan wajah yang terlihat polos itu berjalan dengan tergesa dan susah payah karena buku-buku berat yang berada di tangannya, menutupi pemandangan dihadapannya.

Teman-temannya tak dapat membantunya karena ia tengah dihukum oleh Guru Sastra akibat tertidur di dalam kelas. Ya, salahnya sendiri membaca serial komik sampai larut malam, ia tersadar saat waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari.

Akibatnya, pagi tadi ia malah tertidur di kelas sastra, dan sekarang, ia harus membawakan beberapa buku tebal milik Guru Sastra dari gudang sekolah yang berada di dekat lapangan baseball, yang letaknya paling ujung di sekolah.

Namun, di samping lapangan baseball ada beberapa bangku panjang di bawah pohon yang rindang. Seberapa panas pun cuacanya, akan terasa segar, sejuk dan menenangkan jika duduk di salah satu bangku panjang tersebut.

Beruntunglah sore ini tidak terlalu ramai dan tidak ada kegiatan untuk klub baseball, membuat suasana sekolah lebih sepi dan tenang.

Namun tanpa sadar, ia menabrak seseorang dan membuat ia terjatuh dengan semua buku yang berada di tangannya, jadi berserakan di atas rerumputan.

Ia tersentak kaget, segera terduduk sopan dan menundukkan kepalanya seraya berucap, "Maafkan aku, aku tidak sengaja. Aku sungguh-sungguh meminta maaf atas kecerobohanku." Ucap perempuan berambut sebahu itu, tanpa tahu siapa yang sudah ia tabrak.

"Hey! Bukankah kau dapat melihat? Pakai matamu untuk melihat jalan di hadapanmu, bodoh." Ucap seorang lelaki dengan suara berat yang khas.

Perempuan yang masih tertunduk pada posisi duduknya, jadi tersentak karena sadar akan siapa yang telah ia tabrak.

Lelaki bertubuh tinggi dengan tato naga khas yang berada di pelipis kiri kepalanya, lelaki yang selalu memakai outer khas dirinya berwarna hitam dengan beberapa corak putih yang unik, lelaki yang biasa disebut sebagai Draken itu sekarang berada di hadapannya atas kecerobohannya.

Siapa yang tidak kenal Draken? Lelaki yang selalu berdua bersama Mikey memiliki kharisma yang luar biasa berbeda dibanding dengan anak laki-laki biasa pada umumnya, semuanya menghormati kedua orang itu.

Sebelum perempuan itu kembali meminta maaf, Draken lebih dulu melanjutkan ucapannya. "Berdirilah, ada satu hal yang ingin kusampaikan padamu." Lanjut Draken, dengan nada suara perintah yang tak dapat dibantah.

Perempuan tersebut segera bangkit dari posisi duduknya, dan menatap wajah Draken yang lebih tinggi darinya dengan takut.

Kerutan di dahi Draken perlahan mengendur, tatapan matanya yang tajam berubah menjadi tatapan mata tidak percaya dan terkejut, seolah sesuatu baru saja terjadi tepat berada di hadapannya.

Perempuan berambut sebahu itu memberanikan diri mendongakkan kepalanya, menatap Draken dengan tatapan bertanya-tanya, apa yang ada pada wajahnya sehingga Draken sangat terkejut melihatnya?

Tanpa sepatah katapun, Draken menarik tubuh perempuan itu dan memeluknya erat.

Sontak, perempuan tersebut terkejut atas hal yang dilakukan Draken padanya, namun tubuhnya pun tidak memiliki kekuatan untuk sekedar mendorong tubuh besar Draken.

Keterkejutannya bertambah saat ia mendengar dengan jelas isakan Draken sembari berucap pelan tepat di telinganya, "Maaf, tolong maafkan aku. Aku tak dapat melindungimu." Ucap Draken pelan, disertai dengan isakan.

Pelukan dilepas begitu saja oleh Draken, lengan lelaki itu berpindah ke pipinya, sedetik kemudian kedua bibir mereka bersatu menjadi satu pangutan.

Perempuan itu tak dapat sekedar menggerakkan tubuhnya, seolah tubuhnya terkunci akan sesuatu.

Netra hazel milik perempuan itu menangkap ekspresi wajah Draken yang tak dapat ia jelaskan. Kedua mata Draken tertutup rapat dengan air mata yang perlahan mengalir dari ujung matanya, kerutan di dahi lelaki tinggi itu seolah menjelaskan ekspresinya.

Ekspresi yang menggambarkan percampuran antara senang, sedih, bersalah juga menikmati setiap detik dari pangutan keduanya.

Sudah hampir satu menit lebih, akhirnya mata Draken terbuka untuk menatap netra hazel milik perempuan yang menabraknya.

Pangutan keduanya sama sekali belum terlepas, namun ekspresi Draken berubah seketika dan dengan segera ia melepas pangutan keduanya.

Draken membalikkan tubuhnya, dan pergi begitu saja dari hadapan perempuan berambut sebahu yang masih dilanda oleh kebingungan dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari dalam benaknya.

Entah kenapa, ia merasa senang sekaligus sedih dalam satu waktu yang sama. Draken memeluknya erat bahkan sampai terisak dalam pelukannya, kemudian lelaki itu mencuri ciuman pertamanya yang ia janjikan hanya untuk suaminya kelak, lalu lelaki tinggi itu pergi meninggalkannya tanpa sepatah katapun.

Perempuan itu sontak terduduk di atas rerumputan dengan lemas, ia merasa senang karena... Karena bibir Draken terasa manis? Tidak, karena ciuman pertamanya dicuri oleh Draken? Mungkin. Tapi yang pasti, baginya, ia melihat Draken sebagai sosok lelaki dewasa yang dapat mencakup sosok Ayah, Kakak dan juga kekasih.

Itu hanya pemikirannya tentang Draken, walaupun ia sendiri tahu bahwa ia bahkan baru pertama kali berbicara dengan Draken, tadi. Padahal, mereka sudah hampir tiga tahun berada di satu sekolah yang sama, dan tak dapat dipungkiri bahwa ia sering memperhatikan Draken.

Lelaki itu selalu berhasil menyita perhatiannya.

Dan entah kenapa, setelah kejadian tadi, ia merasa dadanya bergemuruh hebat dengan perut yang terasa mulas, seolah ada berbagai kupu-kupu yang akan keluar dari tubuhnya. Jangan lupakan bibirnya yang sudah tertarik ke atas membentuk sebuah lengkungan.

Bahagia? Entah. Sedih? Sepertinya.

Ah, aku lupa mengenalkannya. Perempuan dengan rambut sebahu dan netra hazel yang masih terduduk di rerumputan itu bernama Anna Charlotte, Ayahnya berasal dari Denmark dan Ibunya asli Jepang.

Namanya cukup unik karena gaya kebarat-baratan. Perempuan yang akrab disapa Anna atau A-chan itu sebelumnya tidak pernah memyukai Draken, namun ia hanya mengalihkan pandangannya pada Draken jika lelaki itu datang. Sebatas itu.

Namun entah kenapa, satu menit sembilan detik yang ia lewatkan dengan Draken barusan, terasa sangat panjang. Ia masih dapat merasakan bibir manis Draken di bibirnya.

Memorinya berputar, mengingat kata-kata yang Draken ucapkan padanya.

Ah, hatinya terasa campur aduk. Ia kebingungan atas pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam dirinya.

Tersadar akan sesuatu, ia segera mengumpulkan buku-buku milik Guru Sastranya dan dengan segera ia kembali bangkit untuk menuju ke kantor.

─────✧❁✧─────

Just Two of Us | 𝐑𝐲𝐮𝐠𝐮𝐣𝐢 𝐊𝐞𝐧 ✓ Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum