06. Unaware Feelings

250 34 0
                                    

Setelah kemarin mengobati luka Draken dengan pengobatan pertama milik Mitsuya, Anna menyadari satu hal tentang lelaki bertubuh tinggi tersebut.

Lelaki itu begitu tampan dan tenang saat memejamkan matanya, seolah hanya seorang siswa lelaki berumur delapanbelas tahun biasa seperti yang lainnya, bukan seorang siswa yang dihormati dan disegani oleh siapapun.

Anna juga menyadari bahwa Draken memiliki bentuk mata yang indah dengan bulu mata yang lumayan panjang untuk kategori lelaki, hidung yang mancung dan bibir tipis yang terlihat sedikit kering dengan luka tepat di ujung bibirnya.

Ia mungkin beruntung dapat melihat Draken dari jarak sedekat itu, apalagi saat lelaki itu tengah memejamkan matanya dengan tenang.

Bahkan setelah membuat luka-luka Draken tertutup dengan plester dan perban, tatapan matanya terus terpaku untuk melihat wajah damai lelaki itu, ia bahkan tak dapat mengalihkan pandangannya barang satu detikpun.

Dengan mengingatnya saja, mampu membuat wajahnya terasa panas sampai telinganya pun terasa memanas.

Tatapan matanya beralih keluar jendela, melihat lelaki tinggi yang ia ingat dengan jelas bersama seorang lelaki yang menyampirkan almamater hitam di pundaknya.

Lelaki tinggi dengan kimono hitam putih itu menoleh tepat menatapnya dan tersenyum lembut kepadanya, membuatnya tersentak pelan dan segera menggelengkan kepalanya, merasa bahwa imajinasinya membawa ia berkhayal sangat jauh sampai seperti ini.

Dengan segera ia mengalihkan pandangannya untuk tidak menatap jendela dan menatap ke arah depannya, menatap kursi kosong milik Eri yang masih belum masuk sekolah.

"Anna-chan, Eri-chan masih belum sembuh dari demamnya?" Tanya seorang lelaki yang tiba-tiba saja duduk di kursi milik Eri sembari meminum susu kotak lelaki itu, membuat Anna tersentak kaget dengan kehadirannya yang tiba-tiba dan hampir membuat kursinya jatuh ke belakang.

Anna menghela napasnya dengan gusar, mengelus dadanya dengan pelan sembari berucap, "Kau mengagetkanku, Yuki-kun. Bisakah kau tidak datang dengan tiba-tiba seperti itu? Bagaimana jika aku mendapat serangan jantung mendadak?" Tanya Anna, sedikit kesal.

Lelaki bernama Yuki itu mengernyit aneh menatap kepada Anna, namun ia tetap menjawab pertanyaan Anna. "Apa aku membuatmu terkejut? Padahal aku merasa tidak mengagetkanmu, Anna-chan. Mungkin kau terlalu fokus dengan pikiranmu sendiri." Ucap Yuki, "Dan jika kau mendapat serangan jantung, aku akan menjagamu mulai sekarang." Lanjut Yuki, yang malah membuat Anna semakin kesal.

"Hey! Apakah kau ingin aku mendapatkan serangan jantung?" Tanya Anna, menatap Yuki yang masih santai dengan susu kotaknya.

Yuki menatap ke dalam mata Anna, "Tidak, aku hanya menjawab pertanyaanmu." Ucap Yuki.

Mendengar respon Yuki, Anna berdecih pelan dan memberikan jawaban atas pertanyaan pertama dari lelaki berambut berantakan di hadapannya ini. "Kemarin aku menjenguknya dan ia terlihat sudah lebih baik, namun masih dalam suhu yang tinggi. Aku pikir hari ini ia akan masuk sekolah, ternyata masih berkutat dengan demamnya." Jelas Anna.

Yuki mengangguk pelan mendengar penjelasan Anna, "Baiklah, kita harus menjenguknya lagi agar ia merasa lebih baik." Ucap Yuki, berdiri dari posisi duduknya dan melemparkan kotak susu yang sedari tadi ia pegang, ke arah tempat sampah kecil yang ada di pojok kelas.

Lelaki bertubuh tinggi dengan rambut acak-acakan itu kembali terduduk di depan Anna, kursi milik Eri. "Ayo kita makan siang." Ajak Yuki.

Anna mengernyit mendengar ajakan dari Yuki, "Kita bahkan belum istirahat sama sekali." Ucap Anna.

Yuki tercengir lebar, menampilkan deretan gigi putihnya yang rapih. "Tidak apa-apa, lagipula para sensei tengah mengadakan rapat dan hanya menyuruh kita untuk tidak melakukan kegaduhan." Ucap Yuki, "Dan, kalau terjadi sesuatu nanti, serahkan saja padaku!" Ucap Yuki sembari menunjuk dirinya sendiri, dengan senyum lebarnya sampai matanya menyipit membentuk eye smile.

Just Two of Us | 𝐑𝐲𝐮𝐠𝐮𝐣𝐢 𝐊𝐞𝐧 ✓ Where stories live. Discover now