PROLOG

9.3K 230 1
                                    

Di dalam sebuah ruangan itu dua orang pria duduk berhadapan dengan sebuah meja yang berada di tengah mereka. Pria berkacamata duduk gelisah sembari menatap pria dengan setelan jas yang duduk di hadapannya.

Senyum miring tercetak jelas di wajah pria berjas hitam itu. Menatap penuh kemenangan lawan bicaranya yang sejak tadi hanya terdiam tanpa bersuara. Sesaat kemudian pandangannya tak sengaja menangkap sebuah foto di atas meja, tangannya terulur untuk mengambil benda tersebut.

“Siapa dia?” tanya pria berjas itu pada pria di hadapannya dengan tatapan yang terus tertuju pada sosok di dalam foto berbingkai putih itu.

“D-dia anak saya,” jawab pria berkacamata dengan getar suara yang semakin menunjukkan jika dirinya benar-benar takut dan cemas dengan pria di hadapannya saat ini.

Senyum miring pria berjas itu semakin jelas. Menatap lurus pria berkacamata yang terus menatapnya dengan raut takut dan cemas yang sangat terlihat dengan jelas. “Berikan dia padaku, maka semua utangmu akan kuanggap lunas beserta bunganya.”

Bagai disambar petir di siang bolong, pria berkacamata itu menatap pria berjas hitam dengan kedua mata melebar. Jantungnya berdetak sangat cepat tanpa bisa ia cegah. Napasnya memburu akibat rasa terkejut yang menguasai dirinya ketika mendengar ucapan lawan bicaranya.

“Jika kau tidak setuju, maka dua hari lagi uang dua ratus lima puluh juta itu harus sudah kuterima beserta dengan bunga lima puluh persen yang sudah kita sepakati dulu.” Pria berjas itu bangkit dari tempat duduknya dengan merapikan jasanya setelah sempat kembali meletakkan figura tadi kemudian memandang pria berkacamata dengan senyuman kemenangan di wajahnya.

“Dua hari lagi, kau harus sudah memiliki jawabannya. Anakmu, atau uangmu yang akan kau serahkan padaku.” Setelah mengucapkan hal tersebut, pria berjas hitam itu berjalan keluar ruangan. Meninggalkan pria berkacamata yang hampir mati di tempatnya karena rasa terkejut.

Dua hari, hanya dua hari waktu yang ia miliki untuk bisa keluar dari masalah ini. Pikirannya mendadak kalut, jujur saja ia tidak bisa menyerahkan anaknya pada pria itu sebagai alat pembayaran utang. Namun di sisi lain dirinya juga tidak bisa jika harus menyiapkan uang sebanyak itu hanya dalam waktu dua hari.

Kepalanya tak henti berdenyut, jantungnya pun masih berdetak sangat cepat saat ini. Perasaan takut, cemas, dan kalut itu melebur menjadi satu dan kini menguasai dirinya. Sekarang apa yang harus dirinya lakukan? Ini pilihan yang sangat sulit dalam hidupnya. Bahkan pria itu tak pernah membayangkan akan dihadapkan dengan pilihan seperti ini selama ia hidup.

-TBC-


Halo teman-teman! Saya kembali dengan membawa cerita baru untuk kalian. Semoga kalian suka dengan cerita ini:) 

1 Oktober 2021

Mas Angga✔️Where stories live. Discover now