MAS ANGGA 2

3.1K 141 1
                                    

Faza tak mendapati siapapun ketika sampai di rumah. Ibunya pasti belum pulang, karena rumahnya tampak sepi saat dirinya masuk. Gadis itu lantas menuju ke kamarnya setelah menutup pintu depan.

Sampai di kamar, tubuhnya langsung ia jatuhkan begitu saja ke atas kasur. Memejamkan mata sambil menghela napas panjang selama beberapa detik kemudian kembali membuka mata dan merubah posisinya menjadi duduk.

Lagi-lagi masalah yang menimpa usaha ayahnya menjadi beban pikirannya. Bahkan dua bulan lalu ibunya memilih untuk bekerja di salah satu toko kue di dekat rumah untuk membantu perekonomian keluarganya. Senyum sedih terukir di wajah gadis berkulit sawo matang itu.

Jam di dinding kamarnya sudah menunjukkan pukul empat sore saat ini. Setelah menghembuskan napas panjang, gadis itu bangkit dari tempat tidur untuk membereskan rumah. Satu jam lagi ibunya pulang, dan Faza tentu tidak mau melihat ibunya yang sudah lelah bekerja akan semakin lelah dengan melakukan pekerjaan rumah.

“Cuma ini yang bisa gue lakuin,” gumamnya sebelum beranjak menuju kamar mandi untuk mengganti seragamnya.

Malam harinya seperti malam-malam sebelumnya, Faza kembali melihat raut lelah di wajah ayahnya ketika pria itu memasuki rumah. Namun ketika melihat dirinya ataupun ibunya, raut lelah itu berganti dengan seulas senyum paksa. Faza tahu benar apa alasan senyuman paksa itu. Sampai saat ini belum ada yang bisa ia lakukan untuk membantu. Hanya doa yang tak henti ia panjatkan agar keadaan keluarganya kembali seperti sedia kala sebelum semua masalah ini hadir.

Faza sedang sibuk di dapur dengan sang ibu, memasak untuk hidangan makan malam mereka bertiga. Dirinya yang sedang menata piring di meja makan langsung membalas senyuman paksa ayahnya. Setidaknya dengan seperti itu senyum paksa pria itu bisa sedikit terganti dengan senyum teduh.

“Faza, tolong bawakan ini ke meja.” Gadis itu segera bangkit dari duduknya dan mengambil nasi yang ditunjuk ibunya untuk kemudian ia bawa ke meja makan.

Sekarang di atas meja makan sudah terhidang nasi dengan lauk yang sudah siap untuk disantap. Hening menyapa suasana makan malam kali ini. Semua sibuk dengan makanan masing-masing. Namun, itu hanya terjadi beberapa saat sebelum sang ayah memulai perbincangan.

“Ibu gimana kerjaannya?” Pak Surya, ayah Faza bertanya di tengah makan malam mereka.

Faza tahu jika pertanyaan tersebut semata-mata hanya untuk mencairkan suasana makan malam ini. Ayahnya pasti sudah sangat lelah dengan semua masalah yang menimpa keluarga mereka.

“Tokonya rame, Yah. Kemarin juga ada yang pesan dua puluh kotak kue buat acara keluarga.” Bu Mirna menjelaskan dengan senyuman di wajahnya. Senyum tersebut kemudian menular pada suami dan anaknya.

“Kalau misalnya Ibu lelah kerja, berhenti aja nggak apa-apa. Udah jadi tanggung jawab Ayah untuk cari nafkah. Ya, meskipun ….” Ucapan pria itu menggantung begitu saja tanpa ada kalimat lebih lanjut lagi.

Bu Mirna kembali tersenyum, menatap suaminya dengan tatapan teduh. “Ibu nggak keberatan kok, malah Ibu seneng bisa punya aktivitas begini. Bikin kue kan juga hobinya Ibu, Yah. Ibu nggak merasa kalau ini berat kok.” Pak Surya hanya bisa tersenyum mendengar ucapan sang istri.

“Tapi nggak seharusnya Ibu kerja kaya gini. Ayah dulu janji kalau nggak bakal bikin Ibu susah, tapi sekarang kenyataannya nggak begitu. Ibu malah harus ikut susah-susah kerja buat bantuin Ayah.” Suara pria itu kini menjadi bergetar dengan sorot mata sendu menatap istri dan putrinya.

Faza yang duduk di samping sang ayah lantas mengulurkan tangannya untuk menggenggam tangan kiri ayahnya yang berada di atas meja makan. Gadis itu tersenyum ketika Pak Surya menatapnya.

“Ayah hebat, udah berjuang selama ini nyari nafkah untuk aku sama Ibu. Aku bangga sama Ayah.” Ucapan gadis itu langsung saja membuat seulas senyum terbit di wajah sang ayah. Genggaman tangan itu juga kian erat seiring senyum yang semakin lebar di wajah pria itu.

Mas Angga✔️Where stories live. Discover now