MAS ANGGA 1

5K 176 2
                                    

“Jadi gimana nanti sore?” Pertanyaan tersebut dilayangkan oleh seorang perempuan yang kini sedang duduk bersama tiga orang temannya.

Tak ada yang menjawab pertanyaan tersebut. Semua temannya sibuk menyantap makanan mereka masing-masing yang akhirnya membuat gadis dengan rambut sebahu itu mendengkus.

Suasana kantin sedang ramai saat ini, bel istirahat pertama berbunyi lima menit lalu langsung membuat tempat tersebut diserbu oleh sebagian besar siswa yang sudah membutuhkan asupan untuk perut mereka. Hawa panas dan sesak jelas terasa karena memang keadaan kantin sangat padat oleh para siswa. Beruntung mereka tadi bergegas menuju ke kantin sesaat setelah bel berbunyi.

“Kalo gue gak dijemput ya jadi, tapi kalo gue dijemput ya gak jadi.” Salah satu dari tiga orang perempuan yang tadi makan kemudian menjawab. Dirinya menengguk es teh miliknya setelah menghabiskan satu porsi soto ayam.

“Ya udah, lo bilang aja nanti gak usah dijemput biar kita bisa main. Udah kelas dua belas nih, kita juga jarang main bareng 'kan?” Perempuan berambut sebahu tadi kembali berkata.

“Emak gue gak pegang HP kalo lagi kerja. Atau kadang malah dimatiin, percuma juga gue bilang gak usah dijemput. Nanti tau-tau udah ada di depan gerbang.” Perempuan yang sedang menggigit sedotan es teh menjawab tanpa menatap temannya.

“Emak lo keras bener, Ser. Takut gue kadang sama beliau.” Sera terkekeh mendengar ucapan Lani yang kini kembali menyantap makanannya.

“Lagian lo juga, Lan. Kita udah tinggal berapa bulan di sini, masih aja mikirin main. Mikir tempat les kek, univ lanjutan kek, nyari info kerjaan kek, ini cuma mikir main mulu.” Lani mendengkus kasar karena Tina malah menyudutkannya.

“Gue kan juga butuh refreshing, Tin. Lo kira tiap hari ngeliatin rumus fisika otak gue baik aja? Mau meledak ini, berasap kaya kebakaran hutan Kalimantan.” Ketiga temannya sontak tertawa mendengar ucapan Lani yang sangat berlebihan.

“Kalo mau refreshing kan lo bisa pergi sendirian, atau ngajak pacar lo. Dia juga pasti mau tuh nemenin lo buat keliling dunia. Dia kan bucin banget sama lo.” Faza, orang yang sejak tadi diam mulai menimbrung.

Lani berdecak keras karena ucapan Faza adalah fakta. Dirinya pun enggan menjawab lebih lanjut karena malas berdebat. Jadi, ia memilih untuk menghabiskan siomay di piringnya daripada menjawab ucapan Faza.

“Habis ini jam siapa sih?” tanya Sera setelah beberapa saat mereka hanya diam.

“Sejarah, Pak Tua.” Jawaban Tina hanya dibalas anggukkan oleh Sera.

“Bolos aja gak sih? Bosen banget tiap pelajaran sejarah pasti Pak Tua cuma cerita kakeknya yang dulu jadi pejuang kemerdekaan. Sampai hapal di luar kepala gue sama ceritanya. Gak pernah ganti kalimat kalo cerita itu.” Lani berkata dengan menggebu, seakan memang menyimpan dendam pada guru sejarah itu.

“Gue gak sih kayaknya. Mau tidur di kelas aja, dua jam pelajaran lumayan buat tidur.” Sera kembali menggigit sedotan es tehnya setelah menjawab.

“Lo, Za? Gak mau bolos juga?” tanya Lani sambil menatap Faza.

“Gue mau ke UKS aja, enakan di sana kalo tidur. Sekalian mau minta obat juga sih, jadi ada alasan buat tidur di sana.” Lani menggelengkan kepala, tak habis pikir dengan rencana Faza.

“Gila emang, Faza gak ada lawan kalo soal bolos jam sejarah gini. Patut diacungi jempol. Eh iya, lo di UKS sampe jam Pak Tua abis?” Faza menjawab dengan mengangkat kedua bahunya.

“Sampe balik mungkin. Nyeri perut gue belum ilang juga, kan enak tuh tidur di UKS sampe pulang.” Faza terkekeh karena ucapannya sendiri.

“Terserah lo, Za. Gue mau ngikut Sera aja deh. Dua jam boleh juga buat merajut mimpi. Ya kan, Tin?” Tina hanya mengangguk tanpa berkata.

Mas Angga✔️Where stories live. Discover now