MAS ANGGA 3

3K 118 0
                                    

Suasana meja makan saat sarapan pagi ini tampak berbeda. Setelah adegan yang penuh dengan air mata tadi malam, pagi ini baik Bu Mirna maupun Pak Surya lebih banyak diam di meja makan. Faza bahkan belum menampakkan dirinya.

Tak berapa lama gadis itu terlihat keluar dari kamar dan menuju ke meja makan tempat orang tuanya berada. Senyum kecil terbit di bibir gadis itu kala dirinya berada di samping sang ayah.

"Faza siap berkorban kalau ini bisa bikin kita keluar dari masalah ini." Ucapan gadis itu membuat kedua orang tuanya langsung menoleh dengan pandangan terkejut.

"Faza berangkat dulu." Bahkan pasangan suami istri itu masih terdiam sambil menatap putri mereka yang berjalan menuju pintu depan rumah.

Sama sekali tidak memberikan kesempatan untuk orang tuanya berbicara ataupun sekedar membalas ucapan yang mengejutkan mereka. Ucapan Faza tadi sukses mengguncang jiwa ayah dan ibunya. Di meja makan, pasangan itu saling melempar pandangan sendu selepas putri mereka menghilang di balik pintu. Bu Mirna kembali menangis, pun dengan Pak Surya yang tak lagi mampu membendung air matanya.

Di luar rumah, Faza yang sedang berjalan menuju halte pun juga tak kuasa menahan air matanya. Jujur saja, ini keputusan yang sangat sulit selama ia hidup sampai saat ini. Gadis itu tak pernah menyangka jika pada delapan belas tahun hidupnya, ia akan dihadapkan dengan pilihan seberat ini.

Tapi ia sudah memantapkan hati dan memutuskan untuk memilih satu di antara dua pilihan tersebut. Ia tahu jika pilihan yang ia ambil bukan hal yang mudah untuk ia lalui ke depannya, tapi ini yang bisa ia lakukan demi ayahnya. Demi orang tuanya, dan demi dirinya juga meskipun ia harus berkorban sangat besar di sini.

Saat sampai di sekolah, tempat yang pertama dituju oleh Faza adalah kantin, bukan ruang kelas. Gadis itu langsung memesan nasi dengan lauk seadanya karena makanan belum matang di waktu sepagi ini. Raut sedih tak lepas dari wajahnya sejak ia meninggalkan rumah tadi.

Haruskah ia membolos hari ini? Sepertinya hal itu menjadi pilihan bagus di tengah suasana hatinya yang sedang tidak baik-baik saja. Dirinya butuh suasana yang tenang untuk menyelamatkan keadaan hati dan jiwanya sebelum semakin parah, meski sebenarnya saat ini sudah parah. Tapi setidaknya hari ini masih lebih baik, karena batinnya berkata jika keadaan akan menjadi semakin parah. Entah itu nanti, besok, atau hari-hari selanjutnya.

***

Pintu kayu tersebut terbuka, disusul kehadiran seorang pria paruh baya dengan senyum lebar di wajahnya. Langkahnya yang tenang berjalan mendekati pria yang sejak tadi sudah berada di dalam ruangan tersebut. Begitu sampai di hadapan pria yang sedang duduk itu, pria yang baru saja masuk lantas mendudukkan tubuh pada kursi di hadapannya.

"Sudah dua hari dari waktu yang kuberikan, dan kau harus sudah mempunyai pilihan kali ini." Senyum miring tercetak sempurna di wajah pria yang hari ini mengenakan jas biru tua itu.

"Uangmu atau anakmu." Tangan pria itu bergerak meraih figura yang ada di atas meja dan memandang sosok gadis yang ada di dalam foto di sana.

"Tidak adakah pilihan lain selain itu?" Pria berjas kembali meletakkan figura tadi ke atas meja dan menatap lurus lawan bicaranya. Senyum miringnya semakin jelas ketika pertanyaan tersebut dilontarkan untuknya.

"Tidak ada. Hanya itu yang kuinginkan. Salah satu dari uangmu atau anakmu." Wajah muram orang di hadapannya seakan menjadi sebuah kepuasan bagi pria dengan jas biru tua tadi.

"Anda tau jika saya tidak bisa memilih untuk hal ini, tapi kali ini saya harus merelakan putri saya yang sama sekali tidak bersalah untuk menanggung semua beban yang tercipta karena saya." Pria berkacamata itu menunduk dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya.

Mas Angga✔️जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें