Kesatu

3K 470 107
                                    

Anak-anak di asrama memanggilnya Cili. Prajurit remaja yang menyesaki barak juga menyapa dengan nama itu, bahkan orangtuanya lupa akan nama yang sudah disahkan catatan sipil di akte lahirnya. Tak tau siapa yang pertama kali menyematkan nama tersebut. Tak ada catatan sejarah atau prasasti yang terukir di batu, pokoknya ia dipanggil Cili, titik.

Candaan tentang betapa miripnya ia dengan pacar Boboho, berubah menjadi ejekan rutin jika ia lewat di depan om-om tentara yang tengah mengaso di bawah pohon rindang setelah selesai lari pagi. Mereka meyakinkannya untuk tidak lekas jumawa karena pacar Boboho yang mereka maksud bukanlah gadis manis berambut hitam panjang melainkan anak perempuan pendek bulat dan berambut kotak, yang riang walaupun sering disia-siakan.

Cili sebenarnya tak peduli karena ia memang jarang mematut diri di cermin ataupun menyisir rambut, tetapi karena ia harus melewati gerombolan tentara itu setiap pagi menuju sekolahnya, tak pelak membuat dirinya gusar juga, bukan karena diledek sebagai anak jelek tapi gurauan tersebut tak pernah berganti dengan hal baru, itu-itu saja di sepanjang tahun.

Pada tahun berikutnya, mereka tak lagi mengatainya pacar Boboho yang buruk rupa tetapi ganti meneriakinya pacar si Luhur, anak bungsu Letkol Prastowo, salah satu pejabat penting di Markas Grup. Nah, kalau soal yang satu ini, Cili tak marah malah justru gembira, karena memang cocok dengan cita-citanya, jadi pacar anak cowok paling ganteng sedunia atau paling tidak se-asrama.

Luhur itu tampan sekali, rambutnya hitam lurus dan rapi. Apa yang dikenakannya juga terlihat sangat mahal dan bagi Cili, hal itu sangat menghibur kemiskinannya. Luhur itu kurus kurang makan, begitu kata Pandji, anak depan rumah dan teman satu kelas. Ia sangat suka membuat Luhur begitu buruk dan sengsara dengan perkataannya. Tapi Cili selalu terdepan dalam pembelaan, berbalik mencela Pandji yang gemuk dan selalu kurang jajan.

"Kuyakin Luhur nggak bakalan mau sama anak gendut kayak kamu," balas Pandji tak mau kalah.

Apa sih yang ditaunya soal rasa Cili pada Luhur? Enggak ada. Pandji saja tak tau ukuran luas lapangan sepak bola markas apalagi betapa besaran rasa sukanya pada anak komandan bapaknya itu. Cili tak ambil pusing, karena iapun sebenarnya tak pintar matematika. Cukup memandangi Luhur bermain sepeda saja sudah membuat Cili senang kepalang dan melupakan peer berhitung dari sekolah.

Luhur tak pernah jauh-jauh dari jalan beraspal yang melewati rumahnya. Ia selalu berada di dalam pengawasan ajudan ayahnya atau Eyang Minarti yang galaknya minta ampun. Tapi apa pedulinya, jika yang menjaga Luhur adalah anjing sebesar naga, Cili akan tetap mengintip dan menggoda cowok pujaannya dari balik pohon ketapang yang tumbuh berderet di sepanjang jalan di depan perumahan perwira. Ia dan sifat keras kepalanya adalah satu dari sekian banyak alasan yang membuat Luhur tak pernah menyukainya.

Pagi itu seperti biasa, ia melahap sarapannya cepat-cepat lalu pamit ke sekolah. Ibuk dan ayah tak pernah bertanya kenapa ia selalu berangkat pagi-pagi meskipun mereka tau bahwa jam masuk kelas masihlah lama. Orangtuanya hanya tau kalau Cili tak pernah absen dan selalu membuat pekerjaan rumah dari guru-gurunya. Cili berjalan dengan langkah lebar-lebar, menyusuri jalan melewati rumah-rumah gandeng yang berdempetan. Ia masih sempat menyapa bocah tetangga Zalia yang tengah disuapi ibunya. Pada rumah paling ujung ia pun berbelok melalui lapangan voli ibu-ibu Persit yang terletak di sebelah kiri sedangkan di bagian kanan ada kebun obat-obatan keluarga. Cili harus berjalan cukup jauh untuk sampai di komplek perumahan perwira yang berada di depan dan menjadi wajah asrama.

Dirinya sudah di sana, menyusuri jalan beraspal yang hanya sejalur. Cili menyisir rambutnya yang kaku dan menciumi napasnya yang berbau mint. Ia menyeberang jalan lalu mengendap-ngendap di antara deretan batang ketapang hingga sampai persis di seberang halaman depan rumah cowok pujaannya. Kegembiraan membuncah tatkala ia bisa melihat anak lelaki itu ada teras rumahnya, Luhur yang tengah membaca buku dengan khusyuk. Bang Yusuf, ajudan ayahnya yang sedang mencuci mobil menyadari kehadiran Cili—yang berdiri sembari mengagumi, lalu menyapanya.

Bittersweet RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang