Ketiga

2.7K 405 57
                                    

Mara mengerjapkan matanya yang perih, ia terlalu lama di depan komputer. Data yang harus di-entry terlalu banyak, dihitung dari setiap kepala semua prajurit aktif di markas. Seharusnya ini bukan pekerjaannya tapi teman yang punya gawean sedang cuti melahirkan. Mara yang memang baik hati menawarkan diri untuk membantu.

Hari ini hari jumat, waktu yang singkat untuk berlama-lama berhadapan dengan setumpuk pekerjaan. Jadi ia memutuskan untuk melakukan sedikit peregangan, mencuci muka dan makan bekal yang dibawanya dari mess. Ia memutuskan untuk mencuci mukanya terlebih dahulu. Meninggalkan ruangan kantornya, Mara menuju mesjid yang terletak tak jauh dari deretan perkantoran utama.

Sesampainya di sana, salat jumat sudah lama selesai dan mesjid tampak kosong, terutama area parkir. Menduga-duga kalau tak ada lagi prajurit yang bakal menegurnya, Mara langsung menuju deretan keran tempat yang dikhususkan untuk jemaah laki-laki berwudhu. Toilet perempuan terletak di jauh di belakang dan Mara terlalu capek untuk berjalan ke sana. Jadilah ia mengambil sebuah ember yang biasa digunakan pengurus mesjid untuk menyirami tanaman, diisinya dengan air sebelum menceburkan wajahnya ke dalam. Setelah merasakan paru-parunya menyempit, barulah ia menarik kepalanya dan bersuara "ahhh" sedikit berlebihan.

Mendadak ia bangkit dari cangkungannya lalu mengangkat sebelah kakinya seperti bangau. Mara kemudian juga menempelkan kedua telapak tangannya di depan dada, berlagak macam shaolin. Wanita itu memejamkan mata, ia memantapkan diri untuk melatih pose yoga yang baru diciptakannya. Bisa saja ia akan mematenkan pose tersebut, jika semua rasa penat yang dideritanya hari itu benar-benar hilang. Tetes air yang mengalir dari wajahnya yang basah agak menganggu namun ia tetap berusaha untuk menyingkirkan pikiran-pikiran yang merusak konsentrasinya. Tapi tetap saja perasaannya tak enak.

Menuruti instingnya, Mara membuka mata lalu menoleh ke sebelah kiri. Ada Damar di sana, duduk di undakan teratas teras mesjid. Menatapnya melalui sepasang matanya yang tajam.

Mara menarik napas dan mengeluarkannya pelan-pelan. Ia menurunkan kaki bangau dan melepaskan tangan shaolinnya, lalu berpura-pura merapikan rambut dan mukanya yang basah.

Ia bisa merasakan lelaki itu bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arahnya. Mara memberikan hormat tapi ia tak digubris. Damar melewatinya saja lalu menghilang setelah ia mencapai bangunan kantor terdekat.

"Bajingan," ucap Mara pelan. Ternyata sikap dingin Damar telah bertahan selama dua bulan sejak mereka bertemu lagi.Jika terus berlanjut, pria itu akan memecahkan rekor perang dingin antara Amerika dan Rusia.

Mari kita kembali ke dua bulan yang lalu tepatnya sehari setelah serah terima jabatan Komandan Tim, dimana ia diminta untuk pindah kantor oleh atasannya ke ruangan si komandan baru karena ia butuh orang yang paham komputer. Mara berkata siap! Di mulut lalu mengumpat sialan! Di dalam hati. Ia membereskan semua barangnya dan berangkat ke salah satu kantor di lantai dua gedung utama markas. Langkah terasa berat, badannya terasa malas dan kepalanya sedikit pusing. Bagaimanapun nanti ia harus memperkenalkan diri kepada pria yang seharusnya tau kalau mereka sudah kenal satu sama lain. Mara berhak merasa sanksi kalau lelaki itu akan sudi mengenalinya lagi, karena rasa sakit yang dideritanya lebih parah dari apa yang dirasakan Mara.

Kantor itu terbagi atas ruangan untuk dua orang staf, satu ajudan dan satu ruangan yang agak kecil yang diperuntukkan untuk sang komandan.  Sebelum meninggalkan kantor, Serma Yadika, menyuruhnya untuk segera menghadap komandan barunya itu. Pintu ruangan si komandan menunggu untuk diketuk dan ia masih seperti orang tolol berdiri mematung tak beranjak sedikitpun untuk melaksanakan misi yang baginya seperti misi bunuh diri.

Mara membaca mantra, satu dua, satu dua, masuk enggak, masuk enggak. Berulang lagi sampai mulutnya capek. Pada akhirnya ia memutuskan untuk melakukannya, karena sebentar lagi jam makan siang dan ia harus segera makan karena perutnya lapar sekali.

Bittersweet RomanceWhere stories live. Discover now