2. Apakah Masih?

811 104 1
                                    


Satu tahun kemudian...

Arza menuruni anak tangga dengan langkah malas, terlebih lagi saat suara tawa dari ruang makan masuk memenuhi gendang telinganya. Di sana, terdapat sebuah keluarga bahagia yang tengah sarapan bersama.

Ayahnya yang lengkap dengan pakaian kantor, dan adik tirinya yang memakai seragam SMA. Hari ini adalah hari pertama mereka masuk sekolah setelah libur panjang, yang artinya hari ini Arza resmi menjadi siswa kelas XI sedangkan Inaya sudah menjadi siswa SMA.

Arza melanjutkan langkahnya keluar rumah, tidak mempedulikan kehadiran tiga manusia yang tampak bahagia itu. Ia muak, sungguh. Namun langkahnya terpaksa terhenti kala suara bariton sang Ayah memenuhi ruangan.

"Duduk dan sarapan sekarang!" perintah Danial dengan suara tegasnya, seperti mengisyaratkan bahwa ia sedang tidak ingin dibantah.

Arza menghela nafas, ia berjalan ke ruang makan dengan langkah malas. Matanya membalas tatapan tajam sang ayah, tidak ada ketakutan apapun dalam dirinya.

Menarik kasar kursi di sebelah Inaya dan mulai mendudukkan dirinya. Sebelum Viana berhasil menyendokkan nasi goreng kedalam piring, Arza sudah lebih dulu mengambil roti tawar di depannya. Tanpa selai, karena ia terlalu malas mengulurkan tangan lebih jauh.

Viana yang melihat penolakan tidak langsung dari anak tirinya hanya tersenyum kecut, satu tahun telah berlalu tapi Arza hanya bertambah dingin.

Saat hendak memasukkan roti ke dalam mulut, seseorang lebih dulu menarik rotinya. Inaya, gadis itu mengambil selai coklat dan mulai mengoleskan pada roti milik Arza.

Arza hanya menatap jengah apa yang Inaya lakukan, hal ini hampir setiap pagi terjadi. Ia menerima roti yang sudah dioleskan selai oleh Inaya tanpa mengucapkan apapun.

"Dimana sopan santunmu?" tegur Danial pada sang anak.

"Makasih," ucap Arza tak ikhlas.

Danial hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan Arza. Ditatapnya Inaya, anak tirinya itu membalas
ucapan Arza dengan senyum tulus.

Danial menatap Viana, dia malu. Malu dengan Viana yang berhasil mendidik Inaya untuk tidak membenci Arza, sedangkan dirinya gagal.

"Inaya, Papa minta maaf. Hari ini sepertinya Papa tidak bisa mengantarmu sekolah, bagaimana jika diantar supir?" ucap Danial setelah menghabiskan sarapannya.

Inaya menggeleng. "Aku berangkat sama kak Arza."

Arza yang mendengar ucapan inaya sontak menghentikan kegiatannya memakan roti. Menatap tajam gadis di sampingnya yang kini tersenyum lebar.

Danial mengangguk tanda setuju.

"No, Arza berangkat sama Rifda," tolak Arza.

"Rifda punya supir, dia bisa berangkat diantar supir," balas Danial.

"Dia juga punya supir," ucap Arza sengaja menekan kata dia yang ditujukan untuk Inaya.

"Berangkat sama Inaya kalau kamu masih mau motor itu jadi milik kamu!" tegas Danial. Ia beranjak dari duduknya, mengecup singkat kening Viana sebelum akhirnya pergi dari ruang makan.

Arza menghembuskan nafas berat, gadis ini benar-benar. Arza bangkit dari duduknya diikuti oleh Inaya. Inaya mencium punggung tangan Viana sebelum pergi, sedangkan Arza hanya pergi tanpa melakukan hal yang sama. Arza tau ini tidak sopan, tapi ia tidak peduli lagi dengan sopan santun.

Arza menaiki motor ducati hitamnya diikuti Inaya. Inaya memeluk pinggang Arza, menjadikan pinggang itu sebagai pegangan. Arza mencubit lengan Inaya, membuat sang empu pemilik lengan berteriak kesakitan.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Where stories live. Discover now