8. Semakin Rumit

494 70 2
                                    

Saat ini Inaya sedang menyusuri lorong tempat kelas XI berada, di tangannya ada kotak bekal berwarna putih, untuk Arza tentunya.

Satu bulan sudah berlalu sejak kejadian di mall. Sejak saat itu hubungan Arza dan Danial menjadi semakin dingin, mereka seperti dua orang asing yang tinggal disatu rumah. Seperti apa yang Arza katakan saat di mall, bahwa setelah hari itu Ayahnya akan lebih sering membentak, dan itu semua benar. Hampir setiap hari terjadi pertengkaran antara keduanya, mereka saling meninggikan suara. Mereka tidak seperti Ayah dan anak, bahkan status itu terasa tidak pantas disandingkan pada keduanya.

Sejak hari itu pula, Arza tidak pernah lagi sarapan atau makan malam bersama, biasanya Danial akan memaksa Arza dengan ancaman agar anak itu makan disatu meja yang sama. Tapi sekarang, Danial bersikap tak acuh, ia tidak peduli Arza sudah makan atau belum.

Mata bulat itu masih fokus mencari sosok Arza, tadi ia sudah mendatangi kelas Arza dan lelaki itu tidak ada, hanya ada Rifda di sana. Sebenarnya Rifda sudah menawarkan diri untuk dititipkan bekal, tapi Inaya menolak. Terhitung sudah satu bulan ia membawakan bekal untuk Arza dan selalu Rifda yang mengambilnya dengan mengatakan bahwa akan ia berikan pada Arza.

Inaya tidak tahu apakah bekal itu benar dimakan Arza atau tidak, yang ia tahu hanyalah, kotak bekal itu selalu kosong saat Arza menaruhnya di dapur. Tapi hari ini, ia akan memastikan, walaupun ia sendiri tak yakin apakah Arza akan menerima bekal darinya.

Inaya tersenyum saat melihat sosok Arza yang berada di kejauhan. Arza berjalan memunggunginya.

"Kak Arza!" teriak Inaya, ia sedikit berlari mengejar Arza.

Arza yang sudah hafal dengan suara Inaya hanya diam tak menjawab, Ia baru mendapat kesialan beberapa saat yang lalu dan kesialan keduanya sudah datang.

"Kak Arza!" teriak Inaya lagi. Kakinya sudah pegal, walaupun ia berlari dan Arza hanya berjalan santai, tapi langkah kaki lelaki itu terlalu lebar untuk bisa Inaya kejar.

"Kak Arzaaaa!" Lagi. Inaya terus berteriak membuat beberapa orang menatapnya kesal karena terganggu dengan suaranya.

Arza berdecak, ia kemudian menghentikan langkahnya. Membalik badan menatap Inaya yang kini sudah berada tepat di hadapannya, sedang mengatur nafasnya yang tersengal akibat berlari mengejar Arza.  Setelah selesai dengan kegiatan mengatur nafasnya, Inaya segera mendongak, menatap kedua netra cokelat Arza.

"Nih, buat kakak." Inaya menyodorkan bekal yang sedari tadi ia bawa.

Arza menatap kotak bekal di hadapannya lalu bergantian menatap Inaya. Ia menghela nafas samar, kemudian mengambil kotak bekal itu dan pergi begitu saja.

Inaya tersenyum, walau Arza tak mengatakan apapun setidaknya Arza menerima bekal yang ia berikan. Tapi detik berikutnya, senyumnya luntur saat Arza membuang kotak bekal itu ke dalam kotak sampah.

Beberapa murid yang melihat kejadian menyedihkan itu melempar tatapan iba pada Inaya, namun sebagian lagi menertawakan Inaya.

Inaya berlari kearah kotak sampah dimana Arza membuang kotak bekalnya. Ia menghela nafas lega, syukurlah kotak bekal itu masih tertutup rapat sehingga makanan yang berada di dalamnya tidak tumpah. Segera Ia mengambil kembali kotak bekalnya, membersihkan sebentar sebelum kemudian pergi menuju kelasnya.

Sungguh, Inaya sangat ingin menangis sekarang.

°°°°

Desi menatap khawatir Inaya yang sedang melamun. Desi tak tahu apa yang terjadi pada sahabatnya ini, sejak ia masuk kelas, Inaya sudah terkulai lemas dengan kepala yang ditidurkan di atas meja dan gadis itu tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ