3. Apakah Bulan Pernah Kesepian?

711 95 4
                                    

Arza menatap langit malam dari balkon kamarnya. Malam yang indah dengan bulan dan bintang sebagai hiasan. Arza menyandarkan punggungnya pada pagar pembatas, menutup mata mencari ketenangan.

Tok.. tok.. tok..

Ketukan di pintu menyadarkan Arza dari aksi melamunnya. Ia tahu siapa yang mengetuk pintu, Inaya. Dan dalam tiga detik, Gadis itu akan sudah masuk ke dalam kamar Arza. Tidak percaya? Haruskah kita hitung bersama?


Satu.


Dua.




"Kak Arzaaaaa." Suara melengking Inaya memenuhi kamar Arza. Benarkan Arza bilang? Inaya akan masuk dalam tiga detik. Ah, bahkan hitungannya baru sampai detik kedua.

Arza diam, tak merespon apa yang Inaya ucapkan. Tapi Inaya tetaplah Inaya, si gadis kepala batu. Ia tetap berbicara dengan Arza walaupun Arza tak menanggapi.

"Kak Arza kenapa baru pulang? Kak Arza kemana aja? Kenapa gak jawab sih! Kak Arza, Kak arza masuk kelas apa? Aku masuk kelas IPS 1! Pinter kan aku? hehe. Oh ya kak, aku udah daftar ekskul PMR. Kakak mau tau kenapa aku pilih PMR?" tanya Inaya.

"Karna gue ada dj ekskul itu." ucap Arza dalam hati.

"Karna kak Arza ada di PMR, haha."

Benar kan yang Arza bilang? Terkadang Arza merasa Inaya lebih seperti seorang stalker daripada adik tiri. Gadis itu bahkan mengikuti jurusan dan ekskul yang Arza masuki, menyeramkan bukan?

Inaya terus saja mengoceh, ia menceritakan semua yang terjadi padanya hari ini. Satu-satunya hal yang membuat Arza penasaran adalah, mengapa Inaya tidak bertanya kenapa ia ditinggalkan pagi tadi. Inaya tidak mengungkit sama sekali, seolah kejadian tadi pagi tidak pernah terjadi.

"Arza, Naya, ayo turun kita makan malam." suara lembut Viana menghentikan obrolan mereka berdua. Ah, hanya Inaya tepatnya, karena Arza hanya diam tak menanggapi.

Inaya mengangguk sebagai jawaban dari ucapan sang ibu. Viana turun lebih dulu menuju meja makan.

"Ayo kak kita makan." ajak Inaya.

Lagi, Arza hanya diam tak menanggapi. Inaya menghembuskan nafas, jujur, ia sedikit lelah dengan Arza.

"Ayo kaaakk, nanti mama sama papa nungguin." ucap Inaya sembari menarik-narik lengan Arza.

Arza yang kesal menghempaskan lengan Inaya kasar, menyebabkan gadis mungil itu terhuyung ke samping, punggungnya menabrak pintu balkon, ia meringis pelan.

Arza menghelas nafas. Inilah yang terjadi jika Inaya membuatnya kesal, jika sudah begini bukan salah Arza lagi kan?

Arza berjalan keluar, meninggalkan Inaya yang masih betah pada posisi jatuhnya. Tidak ada rasa kasihan ataupun penyesalan dalam diri Arza, ini adalah murni salah Inaya yang membuat ia kesal.

Egois. Itu yang Arza tahu tentang dirinya yang sekarang.

Arza menuruni tangga dengan langkah gontai, moodnya kembali hancur dan pelakunya masih sama, Inaya Tusyifa.

Arza berjalan keluar rumah, saat ini tujuannya hanya satu, rumah Rifda. Tanpa mempedulikan suara Danial dan Viana yang saling bersahutan bertanya, Arza ingin pergi kemana. Menurut Arza itu bukan pertanyaan yang harus ia jawab, mereka pasti sudah tahu Arza akan pergi kemana.

Baju kaos berwarna hitam dengan celana pendek selutut, tidak mungkin ia pergi jauh dengan pakaian seperti ini. Hanya dihadapan Rifda dan keluarganya ia berani berpakaian seperti ini.

Arza membuka gerbang rumah besar dihadapannya. Rumah yang berhadapan langsung dengan rumahnya. Arza membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu, ia bahkan masuk tanpa permisi. Seolah rumah ini adalah rumahnya.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Where stories live. Discover now