10. Benarkah?

466 70 5
                                    

Dua minggu sebelum ulangan semester ganjil. Arza benar-benar mempersiapkan diri untuk ulangan ini. Ah, ralat, Arza memang selalu menyiapkan dirinya sebaik mungkin untuk setiap ulangan, Arza adalah anak yang pintar, kalian ingat?

Terbukti dengan ia yang sekarang masih berkutat dengan bukunya, padahal jam sudah menunjukkan pukul 02.00 dini hari.

Arza menghela nafas sejenak, menyandarkan kepalanya pada kursi dan meregangkan tubuhnya.

"Shit!" umpat Arza saat melihat jam. Ia benar-benar lupa waktu jika sudah berurusan dengan buku.

Ia segera merapihkan buku-bukunya, menjadwal pelajaran untuk besok dan mulai merebahkan tubuhnya pada kasur. Arza berusaha untuk terlelap, tapi tidak bisa.

Ia menghembuskan nafas kasar, apa yang harus ia lakukan agar bisa terlelap? Pandangannya teralih pada balkon kamar, menikmati langit malam dijam 2 dini hari bukanlah ide yang buruk.

Arza beranjak, melangkah menuju balkon kamar. Pemandangan pertama yang masuk penglihatannya adalah, langit yang gelap tanpa bintang. Ah, sayang sekali.

Arza mengalihkan pandangannya pada kamar seberang--kamar Rifda, lampu di kamar itu masih menyala, dengan gorden yang terbuka lebar, menampilkan pemandangan seorang gadis yang sedang fokus menghadap komputernya. Bermain game, lagi.

Arza tersenyum kecil melihat Rifda yang tidak berubah sama sekali, sedangkan dirinya berubah begitu banyak. Tiba-tiba ide jail terlintas di otak Arza, ia tersenyum culas.

Arza masuk ke dalam kamar, mengambil ponselnya lalu kembali ke balkon. Jemarinya dengan lincah mencari nomor Rifda. Menghubunginya lalu mematikan telpon saat panggilan sudah diangkat, begitu terus berulang kali, sampai gadis yang menjadi korban kejahilannya menatap tajam kearahnya.

Rifda menutup gorden kamarnya dan mematikan lampu, Arza tebak pasti dia sangat kesal sekarang. Tapi bukannya merasa takut akan kekesalan Rifda, Arza justru merasa senang karena berhasil membuat gadis itu kesal.

Tanpa sadar Arza menguap lebar, sepertinya menjahili Rifda membuatnya mengantuk. Ia masuk ke dalam kamar, memposisikan tubuhnya senyaman mungkin dan mulai menutup mata, sebelum benar-benar terlelap, Arza berharap ia tak bermimpi tentang 'dia' lagi.

°°°°

Rifda menatap tak suka laki-laki yang sedang duduk di atas motor, siapa lagi kalau bukan Danafa Arza.

"Gue naik bus," ucap Rifda ketus. Ia masih kesal tentang semalam, Arza mengacaukan mood-nya.

"Yaudah sana, kayak berani aja." Bukannya menghalang, Arza justru menantangnya.

Rifda menghentakkan kakinya, memberi kode bahwa ia sedang kesal. Dengan segenap tekad Rifda berjalan menjauhi Arza, menuju halte bus, tapi baru beberapa langkah ucapan Arza membuat ia menghentikan langkahnya.

"Tante Elsa ada di rumah gak, ya? Gue mau ngomongin tentang anak tunggalnya yang main game sampai jam 2 malam," ucap Arza dengan suara yang sengaja dikeraskan, agar Rifda dengar.

Rifda mendengus kesal, jika kalian pikir Arza hanya bercanda, kalian salah! Arza adalah sosok laki-laki pengadu yang paling Rifda benci, Arza sudah seperti mata-mata Mamanya, selalu melaporkan apa yang Rifda lakukan.

Rifda berbalik menuju Arza, masih dengan wajah tertekuk. "Jangan diaduin," pinta Rifda memelas.

Arza terkekeh, ia mengangguk kemudian memberi kode agar Rifda naik ke motornya. Sepertinya Rifda harus melupakan rencana 'merajuknya' hari ini.

KAK! | Lee Haechan (Revisi)Complete✔Where stories live. Discover now