Mas Mada

1.1K 110 15
                                    

Setiap kali memasuki  rumah ini, ada nyeri yang menjalar. Seolah semua mata tertuju padaku. Seolah aku ini narapidana yang akan menerima hukumannya.

Mbah Ning sedang menonton TV. Mimik di wajahnya tak terbaca entah dia sedang marah atau sedang biasa saja. Tiba-tiba dia menyapaku dengan ramah. Biasa.... Di depan suamiku pasti orang ini beramah tamah. Tapi bila tak ada suami, pasti sudah melotot seperti ibu tiri saja.

Aku langsung menuju kamar dan membaringkan tubuh. Masih ada sisa kekesalanku pada Mas Mada. Aku memilih untuk diam saja dari pada biasanya yang ceriwis dan manja.

"Kenapa lagi, Cinta? Sini-sini aku peluk." Mas Mada meraih tanganku dan dipaksanya aku untuk memeluknya. Tidur didekapnya. Aroma ditubuhnya menenangkan, senyumnya lagi-lagi membakar segala kesedihanku. Mas Mada, aku tau dia bukan pria romantis ataupun puitis. Tapi dengan perhatian kecilnya saja sudah membuatku mabuk cinta.

Mas Mada tidak pernah marah kalau bukan aku pemicunya. Dia akan marah pada hal-hal kecil. Seperti aku yang tidak tepat waktu masak untuk pekerja sawah, atau aku yang lupa meletakkan barang-barangnya. Tapi dia orang yang lekas sekali meminta maaf dan memaafkan. Bukan seorang yang pendendam.

Aku suka sekali ketika naik motor dengannya. Dia suka sekali memegang kakiku, seolah memastikan celanaku tidak tersangkut roda motor.... Kadang dia memang suka sekali meraba lututku berharap aku merasa geli padahal sama sekali tidak.

Pernah suatu ketika aku bertanya padannya, "cinta.... Menurutmu apa yang membuatmu jatuh cinta sama aku?"

Aku kesal sekali ketika jawabannya tak memuaskanku, "sebab kamu kuat aku peluk. Aku kan gendut."

Dia kurang suka kuajak membeli baju, dia lebih suka mengajakku ke tempat makan, sungguh berkebalikan. Aku orangnya bukan yang suka makan, jadi makan sedikit saja sudah kenyang,dan Mas Madalah yang menjadi tempah sampahku. Dia yang selalu menghabiskan sisa makananku.

Ekspresinya unik dan menggemaskan ketika dia memanggilku dengan kata "cinta.... sudah makan belum?"

Kalau kujawab tidak selera, walau uang kami pas-pasan, pasti dia akan mengajakku makan enak. Makan sate, soto, bakso, mi ayam, sesuka hatiku. Padahal aku ingin sekali dia diet lagi, sebab aku takut terlalu gemuk juga tak baik untuk kesehatannya. Aku tidak mempermasalahkan fisiknya yang gemuk, tapi aku menghawatirkan dia yang gemuk tentu akan mudah sekali sakit. Aku tidak mau itu terjadi padannya.

Dulunya memang Mas Mada seorang dosen ketika masih bekerja di luar Jawa. Gajinya lumayan. Bukannya berhemat dan menabung, uang gajinya habis untuk memuaskan perutnya saja dan membiayai kuliah S2 nya. Sayangnya dia bosan dengan pekerjaannya dan memilih berhenti dan pulang kampung. Dia tidak betah dengan pekerjaannya dulu sebab jauh dari orang tuanya. Juga tuntutan kerja yang semakin membludak. Hidup di kota juga mahal. Sewa dan uang makan tak sebanding dengan gaji yang didapatkan.

Tapi karena memilih pulang kampung, alhasil dia memilih untuk bertani saja sebab Mbah Mertua memiliki banyak sawah. Juga bisa dekat dengan orang tuanya. Anehnya, Mas Mada yang dulu dipuja-puja oleh orang tuanya sebab menjadi dosen sebuah kampus kini malah sebaliknya seolah bertani itu sebuah aib. Mereka malu mengakuinya sebagai anak. Mereka malu pada tetangga yang mengoceh tentang pekerjaannya. Masak S2 jadi buruh tani. Padahal menurutku memangnya kenapa...toh makan tidak dari uang mereka. Tidak mertua saja yang mengeluhkan pekerjaan suami tapi juga Lintang yang menghina pekerjaan Mas Mada. Sampai Mas Mada membisu tatkala dihina adik angkatnya itu.

Dan karena masih sebagai buruh karena masih bagi hasil. Keuangan kami pas-pasan. Mertua pun tak ada niatan untuk mencarikan Mas Mada ataupun aku lowongan pekerjaan. Tapi, ya sudahlah.... Mudah-mudahan saja nanti ada lowongan pekerjaan yang pas untuk ijasah yang kami miliki. Kami iklas diperlakukan demikian. Biarkan tangan Tuhan yang mengarahkan bagaimana kami akan bertahan hidup.

Dia yang walau cuma buruh tani, suka sekali bersosialisasi di desanya. Dia pemuda yang aktif ikut kegiatan karang taruna dan menjabat sebagai ketua. Mas Mada walau seorang buruh tani, banyak sekali yang membutuhkannya di bidang IT.

Sebab di desa yang jarang mengutamakan pendidikan ini masih minim yang bisa komputer. Alhasil Pak Lurah saja sering memintanya mendampingi tiap kali ada rapat di kecamatan. Dia terkenal cerdas dan cekatan. Terlihat sekali di masa kuliahnya dulu sangat aktif dalam ikut organisasi.

Berbeda sekali denganku yang suka malu-maluin dan tidak pandai bergaul. Aku pun sangat jarang melebarkan senyum dengan tetangga. Sebab itu aku masih belum punya teman selain rekan mengajar di sekolah.

"Cinta.... Aku tidur dulu,ya?"

Tiba-tiba dia sudah ngorok saja. Dia suka ngorok. Bukan ngorok biasa, tapi sampai orang lewat depan rumah pun pasti mendengar suara ngoroknya. Lucunya itu sebelum menikah denganku dia sempat brosing tips agar bisa menghilangkan ngorok. Dia takut aku ilfeel dengannya. Anehnya aku menerima saja dia apa adannya.

Alhamdulillah dia bukan orang yang suka merokok dan minum-minuman keras. Bahkan free sex pun di masa mudannya tidak pernah. Apalagi narkoba, No! Satu hal lagi, dia sangat pemalu terhadap wanita, sebab itulah yang membuat gemas sekali ketika malam pertama dengannya. Dia berkeringat dan aku mendengar suara degup jantungnya yang tidak karuan karena ada gadis satu ranjang dengannya. Mas Mada sungguh lucu dan imut sekali.

Walau gendut, suka ngorok dan makan pun aku tetap suka. Karena dia suamiku, dia pilihan Tuhan untukku. Dia tambatan hatiku. Tidak ada yang namanya kebetulan di dunia ini, pasti sudah ada rencana Tuhan di dalamnya. Bagaimanapun aku menolak Tuhan lebih tau mana yang terbaik. Mungkin sekarang aku sedang diuji dengan sikap keluarga Mas Mada yang semena-mena, tapi Alhamdulillah nya aku masih diberi kebahagiaan berupa suami yang sholeh dan baik hati.

____________££££________________

Cerita ini akan ada beratus bab...apa kalian masih sabar dengan endingnya? Kalau iya komen dibawah ya! Jangan jadi silent reader...komen sebanyak banyaknya!

TANAH MERTUA (Cerita Nyata)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang