Sejak Mbak Tin membatalkan pernikahannya, suasana di keluarga ini seakan mencekam. Lebih tepatnya suasana di rumah Mbah Ningrat, yang sudah pasti wanita tua itu saat ini sedang dilanda amarah yang luar biasa. Buktinya aku pun diwanti wanti oleh suami untuk beberapa hari ini dilarang untuk berkunjung ke rumah wanita sepuh itu. Wanita sepuh itu apabila marah pasti semua orang yang di sekitarnya akan diamuknya.
Tapi hari itu aku terpaksa kesana, karena memang Triya, anak ragil Mbak Tin datang dan mengatakan kalau Mbah Ning memintaku untuk ke rumahnya karena sedang repot panen kopi. Aku dimintanya untuk membantu menumbuk biji-biji kopi yang sudah kering tersebut. Ya beginilah ribetnya punya mbah mertua yang serba ribet. Mentang mentang aku nganggur sedikit saja pasti aku disuruhnya untuk bantu bantu. Padahal semunggu yang lalu aku baru saja sembuh dari gatal gatal karena harus naik ke pohon kopi dan dikerubungi serangga. Eh sekarang wanita sepuh ini masih saja menyuruhku membantu menumbuk kopi. Padahal kalau nanti dijual kopi kopi tersebut mana mau wanita ini memberiku upah...walau besarnya hanya seribu rupiah. Duh duh memang susah.
Kulihat Mbah Ning ada di gudang. Dengan suara lembut aku menanyakan kabarnya juga basa basi ingin membantunya. Mbah Ning menyambutku tapi dengan wajah yang kaku. Lima belas menit aku membantunya menumbuk biji kopi, selama itu pula wanita itu terdiam. Makin lama wanita itu menumbuk kopi dengan penuh emosi. Aku jadi takut. Dan bingung ada apa dengannya.
"Di desa ini sudah biasa ada anak perawan hamil duluan sebelum menikah."
Aneh. Tiba tiba wanita ini membahas hal.begituan. Entah apa maksudnya.
"Tetangga depan. Itu dulu juga hamil duluan."
Mbah Ning masih berbicara tanpa henti membahas hal yang tak kumengerti yang intinya wanita sepuh ini sedang membicarakan aib orang lain yang walau aku tak mengenalnya. Dan tiba tiba saja, Mbah Ning mengatakan kalau Mbak Tin juga hamil di luar nikah. Oalah.... Jadi maksudnya perbuatan Mbak Tin itu hal lumrah karena hampir semua gadis di desa ini hamil duluan? Pintarnya orang ini, ya?! Sudah jelas itu perbuatan zina alias itu aib besar kenapa seolah masih tidak mau mengakui kalau cucunya melakukan hal yang salah. Mungkin takut kali, ya kalau aku menghujat didikannya yang gagal mendidik Mbak Tin hingga cucunya itu sampai membuat malu keluarga.
Ya, wajar saja, Mbah Ning tetap menjaga wibawanya di depanku sebab selama ini kan dia merasa menjadi wanita paling suci yang tak pernah melakukan kesalahan dan selalu mencari cari kesalahan orang lain. Sekarang giliran dia kan yang dipermalukan cucunya sendiri. Sudah mau menikah tapi dengan tidak tahu dirinya tiba tiba membatalkan secara sepihak dan malah membuat gosip yang tidak tidak.
Tiba tiba saja, Mbah Ning meluapkan semua kekesalannya yang mana harusnya itu ditujukan ke Mbak Tin. Mbah Ning membahas tetang Mbak Tin yang susah diatur, yang dari dulu selalu membuat malu keluarga, termasuk selingkuh dengan suami orang, tapi tetap saja Mbah Ning tetap membelanya. Katanya Mbak Tin kena guna guna. Maka dari itu dia sampai mau selingkuh dengan suami orang. Walau sebenarnya aku sudah tahu kalau Mbak Tin saja yang keterlaluan. Tidak mau diarahkan ke hal yang baik sebab itu hidupnya tidak barokah karena sering melawan orang tua.
Aku malas mendengar ocehan Mbah Ning. Aneh menurutku. Dia sendiri yang membuka aib Mbak Tin, tapi dia sendiri yang juga membelanya. Dengan alasan diguna guna apa dia boleh berselingkuh dengan suami orang?! Disini seolah selingkuhan Mbak Tin yang paling disalahkan. Padahal kalau Mbak Tin tidak merespon sudah pasti tak ada yang namanya perselingkuhan!
Bapak mertua pun sangat emosi dan merasa malu dengan gagalnya pernikahan Mbak Tin. Sebab, Bapak mertualah yang awalnya meminta pihak laki laki agar mau dijodohkan dengan Mbak Tin, eh malah keluarga ini sendiri yang tiba tiba membatalkan. Untung saja, pihak mempelai laki laki sangat sabar dan mau memaafkan. Dan Mas Gunadi pun juga merasa sangat kesal. Dia tidak mau lagi mengulurkan tangan bila Mbak Tin meminta bantuannya. Sebab Mbak Tin sudah sangat keterlaluan. Diarahkan untuk hidup mapan malah mempermalukan keluarga.
Aku sendiri sih tidak mau ikut campur. Ketika ketemu Mbak Tin pun hanya bertegur sapa biasa. Aku kan orang luar tidak berhak ikut campur atau sekedar menasehati Mbak iparku itu kurasa akan sia sia. Walau Bu Lilis menyuruhku untuk membujuk Mbak Tin agar mau berumah tangga, tapi biar saja toh dia kan sudah dewasa. Aku tidak bisa mencampuri urusan orang lain yang apalagi hatinya sekeras baja.
Makin lama Mbak Tin makin keterlaluan. Dia ketahuan membawa suami orang masuk ke dalam rumahnya. Mbak Tin yang memang sudah dibuatkan rumah sendiri itu malah semena mena dan bersikap kurang ajar. Membawa masuk laki laki yang bukan suaminya sampai sampai para pemuda di desa ini memberi peringatan agar Mbak Tin menghentikan perbuatan biadabnya. Sebab para pemuda di sini tidak mau ada warga di desa ini berbuat zina.
Keluarga Mbah Ning benar benar di buat malu. Baru saja Mbak Tin menggagalkan pernikahannya dan sekarang malah membuat huru hara lagi. Memfitnah calon suaminya yang tidak tidak dan sekarang tanpa malu memasukkan laki laki yang bukan suaminya ke dalam rumah. Alhasil, Bapak mertuaku murka. Begitupun Mbah Ning yang menyerahkan semua keputusan pada Bapak mertua.
Suatu hari, aku dikagetkan lagi dengan kabar kalau Mbak Tin diminta bapak mertua untuk pindah ke rumah Mbah Ning. Agar dia dapat dipantau dan tidak lagi berhubungan dengan suami orang. Lalu rumah Mbak Tin akan diserahkan pada Mas Gunadi, dan rumah Mas Gunadi akan ditempati olehku dan Mas Mada. Itu sebagai hukuman pada Mbak Tin, biar saja rumahnya diambil alih oleh Mas Gunadi.
Salah sendiri dia sudah dibuatkan rumah, anak anaknya pun Mbah Ning yang mengurusnya, eh malah selalu saja membuat malu keluarga. Entah apa sebenarnya isi pikirannya. Seolah maksiat itu biasa baginya dan orang lain pun harus setuju dengan kelakuannya yang bikin orang pusing memikirkannya. Ya wajar saja, kan itu hasil didikan Mbah Ning yang tidak mau solat ataupun zakat dan yang selalu dipikirannya hanyalah uang dan uang. Ada orang salat saja dihina hina, katanya solat tidak ada manfaatnya. Astaghfirullah.... Dan sekarang begini, kan hasilnya?! Ini hasil didikanmu, Mbah! Cucu yang kamu banggakan justru hanya membuat malu keluarga. Sampai akupun ikut malu karena setiap kali berbelanja, pasti orang orang disekitarku berbisik bisik membahas gagalnya pernikahan Mbak Tin. Aku yang sudah jadi menantu disini pun otomatis ikut menanggung malu. Dengan gagalnya pernikahan Mbak Tin, keluarga ini jadi tidak dipercaya dan dianggap meremahkan keluarga orang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
TANAH MERTUA (Cerita Nyata)
Romansa21+ "Aku datang tidak dengan membawa pedang, tapi mengapa seolah semua orang ingin mengajakku perang!" "Kalian datang dengan kata "bahagia" tapi mengapa setiap hari di sini kuhujan air mata!"