15"

27 1 0
                                    

Debuman tas menyapa Jimin di meja kerjanya. Pria itu duduk sambil menggoyangkan gelas tequila, mengalihkan pandangan dari jendela kaca anti peluru ke arah sumber suara.

Matanya yang kecil menyipit, menyembunyikan cokelat tanah dibaliknya. "Bisa kau katakan apa itu?"

Yoongi menggelutukkan geligi, "Amo.".

Jimin mengerucutkan bibirnya, mengangguk kecil seraya meletakkan gelas minuman keras ke samping tas besar. "Apa hubungannya denganku?"

Keheningan menyelimuti ruangan bernuansa kayu itu. Tampaknya yang lebih tua tidak berniat untuk menjawab. Bibir semerah darah itu terkunci rapat.

"Well—" dari balik tas, Yoongi dapat melihat Jimin yang kembali bersandar di singgasananya. Seketika melirik pemuda kucing yang agaknya cukup terkejut. "Kutanyakan padamu Yoon. Untuk siapa kau bekerja?"

Yoongi mengangkat dagu, "Dirimu.".

Tepuk tangan riuh mengiritasi pendengaran Yoongi yang lebih terdengar seperti ejekan. "Jawaban bagus. Lalu— kenapa. kau. membawa. pekerjaan. Hoseok. ke atas mejaku?"

"Hoseok memintamu untuk membawa ini ke camp. Mereka kekurangan amunisi."

Jimin menjilat bibir bawahnya sejenak sebelum mengangkat tubuhnya. Menumpu kedua tangan di atas meja, mensejajarkan tubuhnya dengan Yoongi.

"Yoon sayang, kupikir tadi aku dengar dirimu bekerja untukku."

"Berhenti bercanda. Otakmu semakin gila setelah diculik."

Jimin terkejut. Dahinya terangkat dengan senyum yang ditahannya sekuat mungkin. "Kau suka orang gila, Yoongi."

Tinju Yoongi hampir menyapa pipi Jimin ketika Namjoon menangkap tangan kurus itu. Keduanya menatap garang ke arah pemimpin mereka, merasa 'kencannya' terganggu.

"Bukan saatnya bertengkar. Yoon, Jimin butuh istirahat. Kau bisa melakukannya sendiri dengan menghubungi chief di camp terdekat untuk distribusi amunisi. Lalu Jimin—"

Jimin menekan lidahnya di dalam dagu. Menyilangkan kedua tangan, menunggu dengan sabar.

"Tidak bisakah kau berbicara dengan baik? Bukankah kalian berpacaran?"

Yoongi membuang muka, sedangkan Jimin tersenyum kecil. "Yahh— tapi si kucing manis menganggapku mantan sepertinya."

"Itu karena Taehyung sialan!"

"Aku tidak pernah setuju menjadi pacar Taehyung."

"Tapi kau mengakhiri semuanya!"

"Aku bilang aku ingin berbicara dengan Taehyung, bukan putus."

"Sama saja!"

Jimin menoleh frustasi ke arah Namjoon, "See?".

Ini masih pagi, Namjoon baru saja kembali dari Busan. Sangat lelah, namun keinginannya untuk segera berbaring di salah satu sofa harus diurungkan.

Pria berumur di akhir 20an itu menarik nafas dalam-dalam. "Ayolah, bukankah ada hal yang lebih penting saat ini?"

Yoongi meringis, melirik ke arah Jimin yang agaknya tertarik dengan ucapan Namjoon. "Tidak jika melibatkan anak buah Hoseok. Kau ingat anak buahnya yang terakhir—"

"Cukup, oke? Ku pikir masalah itu sudah selesai."

"Selesai?"

Jimin mengulum bibir bawahnya. Bersandar dengan santai pada kursi kebesarannya, menikmati tensi yang semakin meningkat di hadapannya.

EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/VKOOK]Where stories live. Discover now