8

73 12 0
                                    

Angin musim gugur mengiringi langkah kakinya yang berusaha mengejar Taehyung.

Tangannya mengokang revolver yang berada di dalam saku mantel tanpa melepaskan perhatian pada Taehyung di depan sana.

Pagi tadi, ia masih berada dalam dekapan Taehyung ketika PC Jungkook berbunyi tiba-tiba.

Meregangkan tubuh sejenak sebelum keduanya sama-sama terduduk diam di atas ranjang. Masih belum menyadari apa yang sedang terjadi.

Manik arang Jungkook seketika membulat penuh. Ia segera melompat dari atas ranjang dan berlari kesetanan menuju kamarnya. Sedangkan Taehyung masih mengernyit di tempatnya, mencoba mencerna apa yang terjadi dengan Jungkook.

Tidak butuh waktu lama hingga bunyi dari kamar Jungkook berhenti. Lalu sosok pemuda manis itu muncul di pintu kamarnya, menatap Taehyung gelisah. "Apa itu?" Tanya Taehyung dengan pandangan menelisik.

"Alarm GPS." jawab Jungkook di sela deru nafasnya yang tak teratur. "Aku- menemukannya." lanjutnya pelan. Kali ini memberanikan diri menatap tepat pada iris Taehyung.

Yang ditatap masih tak bergeming.

"Jimin. Park Jimin."

.

Di balik dinding tangga basement, Jungkook menjatuhkan dirinya ke lantai. Perasaan bersalah bertubi-tubi menghantam dirinya. Ia ingin sekali menangis, namun mengingat tujuan awal membuatnya urung.

Jungkook mengatur nafasnya yang memburu sambil sesekali melirik ke arah tangga yang turun ke bawah. Memastikan Taehyung tidak kembali naik.

Pemuda bersurai ikal itu mengerang penuh keputusasaan.

"Aku- oh. Astaga." Jungkook tergugu. Mencengkram dadanya yang terbalut kaus hitam.

"Maaf. M- maaf." gumamnya pelan diselingi dengan ringisan pilu. Air mata tidak menggenang sedikit pun, namun beriringan dengan rasa sesak yang menyelimuti dadanya..

Jungkook kembali menatap ke arah tangga sebelum mengubah haluan. Berlari secepat mungkin untuk naik ke lantai atas. Menghindari Taehyung yang kapan saja dapat menyadari gelagat anehnya.

Kakinya menginjak kuat tiap anak tangga. Semakin memantapkan diri untuk pergi ke tujuannya. Tujuan awalnya. Tujuannya seorang diri.

Park Jimin.

.

Dia disana.

Terbaring di atas tikar merah dengan pakaian yang sama saat ia terlihat terakhir kali.

Iba, namun amarah mencoba menguasai hatinya. Seolah kedua peri batin tengah berdebat siapa yang keputusannya paling benar saat ini.

Jungkook berjongkok tepat di sisi kiri Jimin. Lebam di wajahnya bertambah, sedangkan luka lamanya kembali terbuka. Sunyi menelan mereka, hanya ada hembusan nafas berat Jungkook serta rintihan puluhan pria berotot dibelakang sana. Dekat pintu masuk.

Terkapar sekarat.

"Kenapa harus dirimu yang ku benci?" lirihnya. Memperhatikan lamat-lamat sosok manis yang terlihat seperti putri tidur itu.

Sejenak, ia hampir saja hendak menjatuhkan revolver yang telah siap di dalam tangannya saat perasaan kalut kembali menghantam, namun ingatan kuat atas perbuatan Jimin yang merubah kehidupannya hingga terbalik dan terjatuh hingga ke dasar palung, membuatnya semakin mengeratkan genggamannya.

Tubuh dengan tubuh sempurna itu berdiri. Mengarahkan ujung revolver pada kepala pemuda yang masih berbaring di bawah sana, enggan membuka mata.

DORR

BUAGH

Satu hantaman mendarat telak di rahang kanan Jungkook. Membuat tubuh tinggi itu terpelanting nyaris membentur dinding.

Tubuh Jungkook tak siap. Karena itu ia tidak mampu menahan pukulan yang seharusnya hanya mampu membuatnya oleng sedikit.

"Apa yang kau lakukan, brengsek?!"

Teriakan Hoseok menggema di seluruh ruangan. Suaranya serak dan berat, menandakan betapa berat hal yang ingin disampaikannya pada pemuda yang lebih muda.

Jungkook meringis merasakan perih di wajahnya. Menatap Hoseok sejenak sebelum menegakkan duduknya. Tidak terkejut sama sekali dengan kedatangan yang lebih tua. "Maaf." bisiknya.

"Hanya itu?!" tanya Hoseok dengan penuh penekanan di setiap kata. Tangannya terkepal erat hingga menunjukkan pembuluh darah di sepanjang lengannya yang tidak tertutup kaus.

Jung Hoseok terjaga sepanjang malam saat paginya melihat tracker milik Jungkook dan Taehyung bergerak cepat ke suatu tempat tanpa menghubungi satu pun anggota family. Ia bergerak cepat menuju mobil hingga melupakan mantel dan celana panjang. Hanya bermodalkan kaus lengan pendek motif Freddy Krueger dan celana basket merah. Memilih menghubungi rekan-rekan family saat berkendara menyusul Jungkook dan Taehyung.

Sayangnya, bukan hal baik yang ia dapat, justru pengkhianatan Jungkook yang terlihat jelas di depan kedua matanya sendiri.

Pemuda itu hendak membunuh Park Jimin. Target yang seharusnya dilindungi Jungkook dengan taruhan nyawanya sendiri. Beruntung peluru tidak berhasil menembus tengkorak Jimin.

Atau- memang Jungkook sengaja?

Hoseok baru saja ingin kembali memukul wajah penuh lebam Jungkook saat walkie talkie milik pemuda kelinci itu berbunyi gemerisik yang disusul dengan erangan kesakitan dari suara yang familiar bagi mereka.

"Tae- Taehyung?"

Tangan Jungkook mencengkram erat lengan Hoseok yang masih menarik kuat kerah kemejanya. Mencoba melepaskan diri dan bergerak lebih dekat pada walkie talkie yang terlempar di antara kaparan para musuh.

"Jungkook. Jung- Jungkook-ah."

Keduanya masih terdiam, mencoba sehening mungkin demi mendengar lebih jelas suara dari seberang walkie talkie.

"To- long."

Sedetik kemudian Hoseok seolah melihat elang yang mengepakkan sayapnya dengan kuat dan bergerak cepat seperti angin.

Jeon Jungkook.

Pemuda itu berusaha menahan seluruh rasa sakit dari luka di tubuhnya demi menyelamatkan Taehyung.

Demi Tuhan.

Jungkook tidak akan memaafkan siapapun yang berani menyentuh Kim Taehyung. Seujung helai pun.

~THANK YOU~

EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/VKOOK]Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin