2

101 14 0
                                    

Perih menjalari wajah pucat yang terlumuri darah dan debu tanah. Geliginya bergemelutuk menahan sakit di tulang rusuk akibat pukulan hebat dari bekas knalpot mobil.

Pandangannya masih bersiaga, meskipun netra hitam itu sedikit memburam.

"Seharusnya aku tetap menonton One Piece sambil menikmati wortel." gerutunya. Tubuhnya melemah akibat darah yang terus berkurang dan lukanya tidak berniat untuk berhenti mengering.

"Keluarlah, sayang. Bukankah berbicara lebih baik dari pada pukulan?"

Adrenalin bertambah. Nafasnya tercekat sangking berusaha untuk menyembunyikan eksistensinya.

"Jeon Jungkook." pria yang baru masuk ke dalam gang sempit itu menggeram rendah.

"Wangimu harum, manis. Seperti pie wortel buatan ibuku."

Memang aku baru makan pie wortel. Sayangnya tidak selesai kerena dirimu.

Jungkook, buronan pria tadi, mencemooh dalam batinnya. Tidak takut, sungguh. Hanya cemas. Ia tidak ingin mati sekarang, tapi melawan si brengsek dengan kondisi yang seperti ini hanya menurunkan resiko keselematannya.

"Jung Hoseok bangsat." umpatnya pelan hingga menyerupai bisikan. Matanya tetap memperhatikan gerik-gerik bayangan seseorang yang masih menyebut-nyebut namanya disertai pujian.

Cantik, manis, harum, lucu, menggemaskan, dan kata-kata lainnya yang terdengar menjijikkan bagi Jungkook.

Jeon Jungkook adalah pemuda straight. Jika tidak sedang terluka parah, mungkin pisau lipat yang telah menjadi senjata terakhirnya akan menancap sempurna di tengkorak pria itu.

Sialnya, keberuntangan tidak sedang berpihak padanya. Langkah kaki yang terbalut boots tebal itu terdengar menginjak kerikil yang semakin lama semakin jelas di sistem pendengaran Jungkook. Kekehan menggema di dalam ruang kelas tak terpakai itu, kembali menyebut nama si pemuda yang tengah bersembunyi. Mulutnya sibuk merapal nama Jung Hoseok beserta umpatan-umpatannya.

Jungkook hanya tidak ingin mati. Tidak sekarang.

"Ketemu kau."

Tangan berotot itu hampir menancapkan pisau pada apapun yang mengagetkannya, hingga netra buram menangkap sosok sialan yang tengah menahan tawa di pintu kelas.

"Terlambat sedikit lagi dan kau tidak akan beruntung untuk berbicara denganku lagi."

Yang disindir tergelak, mengangkat bahu dan berbalik. Mengisyaratkan anak buah berjas hitamnya untuk segera mengeluarkan jasad pria dengan luka sayat di lehernya itu. Kepalanya kembali menoleh, berkacak pinggang saat baru memperhatikan betapa buruknya kondisi si pemuda Jeon.

"Yahh- tapi kau tidak mati, Kook." katanya disusul tawa untuk mencairkan suasana. "Kondisimu selalu mengenaskan ketika berkunjung ke tempatku, omong-omong."

Jungkook mendengus. Tentu saja dirinya terluka. Banyak sekali musuh yang ingin mencoba menyusup ke tempat persembunyian Hoseok dan membunuhnya. Jadi sudah pasti Jungkook harus menghabisi para anjing jalanan yang selalu membawa anak buah lebih dari 30 orang jika dirinya tengah menuju tempat Hoseok.

Hoseok tahu Jungkook pandai berkelahi. Pengalamannya menjadi street fighter sejak di usia belia menjadikan pemuda kelinci itu seseorang yang buas dan tidak mudah terkalahkan.

Dari 327 pertarungan, Jungkook hanya pernah seri 5 kali, dan kalah 1 kali. Kalah saat itu pun karena kondisi Jungkook yang baru saja selesai operasi usus buntu akibat senang makan pedas.

Prestasi Jungkook dapat dilihat dari tubuh kekarnya. Bahkan Hoseok iri dengan abs kencang yang dimiliki Jungkook tanpa harus mengatur jadwal rutin ke gym berharga mahal.

EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/VKOOK]Where stories live. Discover now