4

68 14 0
                                    

Tengah malam, dan Jungkook tidak berniat untuk mengalihkan pandangan dari 3 monitor di hadapannya. Mulutnya sibuk mengunyah keripik kentang yang dipangkunya, sesekali menghisap rokok yang ada di tangan kirinya.

Taehyung pengidap insomnia. Setelah menghabiskan beberapa waktu di kursi besar demi mencoba tidur, ia menyerah. Bangkit menuju ruangan Jungkook.

Tidak sampai 2 detik setelah pintu yang terdapat dark jokes doodle buatan Jungkook itu terbuka, Taehyung batuk parah.

"Jeon keparat Jungkook. Kau merokok tanpa membuka jendelanya?"

"Lantas?"

Sedangkan yang baru diumpat masih tak tertarik untuk menoleh. Sibuk dengan kekasih barunya.

Tegukan soju yang melewati tenggorokan Jungkook mendominasi ruangan. Taehyung memilih bersandar di kusen pintu. Bersidekap sambil memperhatikan 2 sisi bahu Jungkook yang muncul dari balik kursi gamers.

"Apa alasanmu menerima semua ini?"

Kim Taehyung itu cerdas. Lebih ke picik sebetulnya. Sehingga ia tak mudah percaya begitu saja dengan orang lain, meskipun itu family.

Suara ketikan keyboard berhenti, disusul dengan sendawa berat Jungkook. "Bisa sebutkan yang lebih penting dari uang?"

Tidak.

Tak ada yang memuaskan dari pertanyaan yang lebih tepat sebagai pernyataan sarkas itu. Taehyung menjilat bibir bawahnya, merasa tertarik dengan pembicaraan tengah malam mereka.

Jam menunjukkan tepat pukul 2 pagi ketika Taehyung berhasil membuat tubuh Jungkook bergetar meskipun tidak sampai semenit.

"Tidak ada yang ingin melakukan pekerjaan dengan resiko 99,9% seperti ini, Jeon. Bahkan Jimin, bidak benteng kami, lenyap begitu saja."

Gesekan dedaunan gugur yang terbawa angin di halaman terdengar lebih jelas.

"Hoseok pernah bilang. Kemampuan berkelahimu hanya 40% dari Jimin. Yahh- tentu itu jauh lebih hebat dari semua bawahan kami lainnya."

Taehyung menunggu dengan sabar, meskipun mata bulat itu tak kunjung mengarah padanya. Padahal, sorot tajam hazel itu dapat melihat kursor yang diam di tempat.

Jungkook mendecih, lalu terkekeh hambar. "Tidakkah kalian terlalu meremehkanku?" tanyanya seraya memutar kursi besar pemberian Taehyung.

Puas, yang lebih tua menyeringai mendapati raut datar Jungkook yang berusaha menahan tremor tangannya.

Taehyung tidak bohong, dan Hoseok yang sering bertemu Jimin dan Jungkook dipastikan dapat membandingkan kelihaian mereka dalam berkelahi.

"Balas dendam, eh?"

Skak.

Fakta pertama yang diketahui Taehyung saat ini. Jeon Jungkook si arogan ternyata mudah terpancing.

Tak berniat menjawab, Jungkook kembali memutar kursinya menghadap PC. Mencoba mengalihkan fokusnya dari perkataan-perkataan Taehyung dengan seluruh umpatan di dalam hatinya.

Sebenarnya dia tidak begitu pemilih untuk menghancurkan wajah seseorang, selama brengsek maka jadilah. Namun ia tidak ingin merusak kesempatan-nya.

Debaman jendela cukup mengagetkan Jungkook. Ternyata lupa dikunci, dan angin musim gugur saat malam memang hampir seperti badai. Rambutnya berkibar hingga keningnya terasa dingin. Menekan puntung rokok ke atas meja, tak peduli meja berkayu mahal itu akan menghitam. Lalu ia bangkit, hendak menutup jendela.

"Jeon."

Baritone yang sukses membuat Jungkook membeku. Tubuhnya memutar dengan perlahan, lalu sedetik kemudian kedua alisnya terasa lebih rileks, bibir merahnya sedikit terbuka, dan-

EPITOME: LUNISOLAR [TAEKOOK/VKOOK]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang