15. Relationshit!

586 128 77
                                    

Unaya mengusap-usap rambut Jeka lembut, membiarkan pemuda itu menjadikan sebelah tangannya sebagai bantal. Jeka terlihat nyenyak dan bahkan menyunggingkan senyum ditidurnya. Rambut coklat lembut yang dirasa Unaya ditangannya membuat hatinya tergelitik. Desiran yang telah lama ia rindukan, menatap Jeka saat tidur seperti ini sungguh menyenangkan. Apalagi jika ia bisa menatapnya setiap hari diranjang yang sama.

Senyum kecil penuh haru mengembang diwajah kecil Unaya. Akhirnya setelah perpisahan yang amat menyesakkan mereka kembali bertemu, meski pertemuan itu tak kalah menyesakkan pula. Apa yang ia katakan pada Jeka beberapa jam lalu semoga bisa ia lakukan, ia tidak ingin memberikan Jeka harapan palsu. Hanya saja Unaya akan berusaha sebisa mungkin, kalaupun gagal ia berjanji tidak akan menghalangi hidup Jeka lagi. Unaya akan pergi sejauh mungkin agar Jeka bisa mencari kebahagiaannya.

"Gue ini egois banget Jeka. Lo udah sakit dalam waktu yang lama, maafin gue". Bisik Unaya sebelum menjatuhkan kecupan didahi Jeka. Gadis itu terisak disana, mengecup cukup lama sebelum suara dering ponsel menginterupsi.

"Ya, Mas Guan?". Unaya menarik tangannya yang menjadi bantalan Jeka sebelum menjauh dari ranjang. Gadis itu mengibaskan tangannya yang terasa kebas, menggerakkan beberapa kali agar enakan.

"....".

"Mau kesini ya...". Unaya menoleh kebelakang, melihat Jeka yang masih tertidur pulas. Guan bilang ingin berkunjung kerumahnya karena setelah kembali ke Jakarta pemuda itu jarang menghabiskan waktu bersamanya. Unaya tidak yakin jika mengijinkan Guan berkunjung disaat Jeka sedang sakit.

"Lain kali aja gimana Mas? Aku lagi sibuk". Sayup-sayup Jeka mendengar suara berisik Unaya. Mata pemuda itu berpendar karena zona ternyaman-nya tak ada ditempat. Begitu melihat kedepan, punggung kecil Unaya sudah menjadi suguhan.

"....".

"Tapi ini Mama juga lagi gak ada dirumah, gak enak kalau berduaan dirumah. eh?". Unaya kaget setengah mati begitu Jeka memeluk tubuhnya dari belakang sembari bertanya siapa yang telepon tanpa suara.

"Mas Guan". Sahut Unaya tanpa suara pula. Jeka mendengus, pemuda itu mulai memeluk Unaya posesif. Wajahnya memendam diceruk leher Unaya, ngambek karena gadis itu meninggalkannya hanya karena telepon dari Guan.

"....".

"Eunggg... gak kok Mas, gak kenapa-napa. Ya udah kalau mau dateng, aku tunggu". Unaya langsung buru-buru mematikan sambungan telepon. Gadis itu meletakan ponselnya diatas meja sebelum mengusap-usap tangan Jeka yang melingkari perutnya.

"Kok udah bangun? Ayo bobo lagi". Ujar Unaya lembut.

"Kenapa lo suruh dia dateng?". Sahut Jeka cepat, pemuda itu masih betah pada posisinya. Nafas hangat Jeka yang menyapu lehernya membuat Unaya sedikit tidak nyaman, menyerempet mikir yang iya-iya.

"Ayo bobo lagi, gue temenin". Unaya justru memilih mengalihkan pembicaraan, tentu saja Jeka tidak suka. Pemuda itu ingin Unaya menjelaskan, ia tidak suka menduga-duga hingga berujung jadi konflik. Sudah cukup dimasa lalu mereka menghadapi konflik yang pelik, sekarang Jeka tidak mau lagi. Hal-hal kecil yang dianggap sepele bisa bahaya nantinya, untuk itulah Jeka ingin semuanya dibicarakan dengan jelas sampai keakar.

"Biar lo bisa ketemu sama dia, Ha?". Tebak Jeka yang sudah tahu arah pikiran Unaya. Menemaninya sampai tidur kemudian pergi untuk menemui bedebah itu. Ck! Gadis nakal.

"Gak gitu Jeka". Melihat gurat marah dari wajah Jeka membuat Unaya takut. Gadis itu hendak meraih tangan Jeka namun ditepis berkali-kali.

"Udah sana lo temuin tunangan lo. Gue mah apa cuma mantan yang berharap masih ada celah". Sindir Jeka kemudian berbaring diranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Jeka merajuk, pemuda itu kesal dengan Unaya yang hendak bertemu Guan. Lebih kesal lagi karena Unaya tidak mau berterus terang, kenapa harus menutup-nutupi dari Jeka?

Bangsat Boys (Book 1&2)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang